21 April 2021

MATERI KELAS VII: YESUS PEJUANG KESETARAAN GENDER

 Setara atau Sederajat adalah:

Situasi dimana seseorang diperlakukan sebagai pribadi yang bermartabat luhur, memiliki kemampuan yang khas dan khusus dan hal ini berlaku untuk semua orang tanpa kecuali.

Kesetaraan gender, dikenal juga sebagai keadilan gender, adalah pandangan bahwa semua orang harus menerima perlakuan yang setara dan tidak didiskriminasi berdasarkan identitas gender mereka, yang bersifat kodrati.

 Seseorang tidak boleh dianggap rendah hanya karena orang tersebut:

  • Perempuan
  • Kurang pandai atau bodoh
  • Miskin dan serba kekurangan
  • Bukan pemimpin
  • Karyawan biasa
  • Tidak memiliki jabatan atau kuasa dll

Sebagai pribadi, siapan orang itu, darimanapun latar belakangnya mereka harus tetap dihargai dan dianggap penting.

Masalah kesetaraan atau kesederajatan masih memerlukan perjuangan berat. Hal ini disebabkan oleh tata hubungan antar anggota masyarakat yang seringkali masih ditentukan oleh nilai-nilai lama yang terlalu feodalistik

Penerimaan seseorang terhadap orang lain ternyata masih banyak ditentukan oleh:

  • Kekayaan yang dimilikinya
  • Gelar yang disandang
  • Pangkat dan kedudukan yang sedang dijabatnya
  • Latar belakang sosial, ekonomi dan kehidupannya
  • Latar belakang pendidikannya dll

Itulah sebabnya dalam masyarakat kita masih banyak terjadi adanya jurang pemisah atau gap-gap dan konflik.

Contoh konkret tindakan dalam masyarakat yang berkaitan dengan kurangnya penghargaan terhadap martabat manusia antara lain:

  • Mantan narapidana yang sekalipun sudah bertobat masih saja disingkirkan oleh masyarakat.
  • Masyarakat sering tidak mau menerima dan menghargai seorang wanita yang pernah terjerumus dalam Dunia hitam sebagai WTS dan  PSK walaupun sudah bertobat
  • Sulitnya menerima para pecandu Narkoba yang telah menyelesaikan masa rehabilitasinya, sehingga mereka seringkali terjerumus kelembah hitam untuk kesekian kalinya karena sikap masyarakat yang tidak menerima mereka dengan tangan terbuka.
  • Mengucilkan para penderita  HIV/AIDS, yang dianggap berbahaya dan harus dijauhi, padahal tidak semua penderita HIV/AIDS mengidap penyakit tersebut karena gaya hidup mereka, tapi ada beberapa kasus dari mereka yang mendapat penyakit tersebut karena ketidaktahuannya dan menjadi korban dari kelalaian orang lain.
  • Menjauhi, memusuhi seorang bekas pencuri, padahal jika hal tsb terus dilakukan ada kemungkinania akan semakin membenci masyarakat dan orang tsb akan bertambah nekat dalam melakukan kejahatannya.

Banyak orang yang tidak sadar bahwa dengan memojokkan, memberi “cap negatif”, atau menyingkirkan orang yang memiliki kekurangan, justru akan semakin menjerumuskan mereka kedalam kesengsaraan yang lebih hebat lagi.

Bagi Yesus, masalah kesetaraan manusia bukan semata-mata masalah etika pergaulan. Yesus mengajak kita agar semua orang diperlakukan sebagai:

  • Pribadi yang berharga
  • Pribadi yang walaupun memiliki kekurangan dan kelemahan merupakan ciptaan Allah yang bermartabat luhur. (justru kepada orang-orang yang masuk dalam kelompok yang memiliki kelemahan dan kekurangan inilah, penerimaan kita seharusnya lebih baik lagi)

Motivasi utama Yesus memperjuangkan kesetaraan adalah: Demi Kerajaan Allah. Adapun bagi Yesus,  wujud Kerajaan Allah adalah:

  • Bila manusia dapat hidup berdampingan sebagi saudara yang setara dalam martabat.
  • Dihadapan Allah semua orang sama
  • Manusia sama-sama diciptakan Allah dan dikasihiNya
  • Tidak boleh ada sesuatu yang dijadikan ukuran untuk membatasi persaudaraan

Semasa hidup dan berkarya, Yesus berjuang keras menegakkan kesetaraan martabat manusia. Dalam Injil Lukas 19: 1-10, Perjuangan ini bagi Yesus merupakan perjuangan yang berat karena :

  • Ia harus berhadapan dengan masyarakat Yahudi
  • Ia harus menghadapi Orang Farisi dan Ahli Taurat yang cenderung menilai seseorang atas dasar pelaksanaan agama menurut ukuran mereka sendiri.
  • Kehadiran Yesus dirumah Zakheus yang dianggap sebagai orang berdosa karena dianggap najis dan patut dijauhi, merupakan batu sandungan
  • Bagi Orang Farisi dan Ahli Taurat tindakan Yesus ini dianggap merusak kesucian agama
  • Yesus tidak memperdulikan kedegilan hati Orang Farisi dan Ahli Taurat, sebaliknya Yesus menyatakan kepada mereka bahwa “Zakheus pun anak Abraham” artinya Zakheus mempunyai keluhuran martabat yang sama seperti  orang lain, maka iapun perlu diperlakukan secara adil

 Bentuk-bentuk kesetaraan manusia yang dapat diperjuangkan dalam hidup sehari-hari antara lain:

  • Mengkritisi tata hubungan dalam masyarakat yang masih jauh dari kesetaraan sebagaimana diperjuangkan oleh Yesus.
  • Kesetaraan dapat dilihat dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan
  • Kesetaraan dapat diwujudkan antara majikan dan buruh dalam pekerjaan
  • Kesetaraan dapat ditampilkan dalam keluarga sendiri dll

  •  Berbagai usaha yang dapat dilakukan untuk mengusahakan kesetaraan gender:

1.  Menerima seseorang berdasarkan pribadi

2.  Memperlakukan orang lain di dunia kerja berdasarkan kemampuan yang dimiliki

3.  Memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi perempuanuntuk berkarir




11 April 2021

MATERI KELAS VIII: SAKRAMEN BAPTIS

Gereja adalah: Persekutuan oramg-orang beriman kepada Yesus Kristus.

Sebagai Persekutuan, Gereja mempunyai persyaratan bagi setiap orang yang ingin bergabung menjadi anggotaNya.

Syarat utamanya ialah: seseorang harus sungguh-sungguh beriman kepada Yesus Kristus  sebagai Juru Selamat.

Beriman tidak hanya percaya, tetapi sekaligus menyerahkan diri dan mau dibentuk hidupnya sesuai dengan nilai-nilai Kerajaam Allah yang diwartakan oleh Yesus Kristus, serta bersama dengan semua orang mau mewartakan dan mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah itu dalam kehidupan bersama ditengah masyarakat.

Bila persyaratan tersebut sudah dipenuhi, maka penerimaan menjadi anggota Gereja dinyatakan dalam Upacara Sakramen Baptis.

Dalam Gereja Katolik, seluruh proses penerimaan menjadi anggota Gereja disebut “Inisiasi”

Inisiasi berasal dari Bahasa Latin yaitu:

In-ire   : masuk ke dalam

Initiare : memasukkan ke dalam

Jadi Inisiasi berarti:

  • Memasukkan seseorang dalam jemaah
  • Menjadikan seseorang Anggota Gereja
  • Proses memasukkan seseorang secara sah ke dalam kelompok

Upacara Inisiasi Kristen dilaksanakan dalam 4 Masa dan 3 Tahap yaitu:

  • Masa Prakatekumenat: Masa pemurnian motivasi calon baptis, diakhiri dengan Tahap IUpacara Pelantikkan menjadi Katekumen (calon Baptis)
  • Masa Katekumenat:Masa pengajaran dan pembinaan iman serta latihan hidup dalam jemaat, diakhiri dengan Tahap II:  Upacara Pengukuhan Katekumenat.
  • Masa Persiapan Akhir: Masa khusus untuk mempersiapkan diri menerima sakramen-sakramen inisiasi, diakhiri dengan Tahap III: Upacara penerimaan Sakramen-sakramen Inisiasi.
  • Masa Mistagogi: Masa pembinaan lanjutan setelah seseorang menerima sakramen inisiasi

Penerimaan Sakramen dalam Inisiasi Kristen meliputi  3 Sakramen yaitu: Baptis, Krisma dan Ekaristi. Yang pertama-tama adalah Sakramen Baptis, kemudian disusul dengan penerimaan Sakramen yang lain. Bila orang yang diinisiasikan masih bayi, maka penerimaan Sakramen Krisma dan Ekaristi ditunda sampai anak tersebut dianggap pantas untuk menerimanya.

Melalui Upacara Sakramen Baptis, seseorang dilahirkan kembali dari air dan Roh artinya: orang itu memperoleh air kehidupan dan Roh kehidupan.

Buah atau rahmat Pembaptisan adalah:

  • Mendapat pengampunan dari segala dosa
  • Menjadi “ciptaan baru”
  • Memperoleh rahmat pembenaran atau pengudusan
  • Digabungkan menjadi anggota Gereja
  • Dimeteraikan secara kekal dengan satu meterai rohani yang tak dapat dihapuskan.

Tindakan-tindakan simbolisma dalam Baptis adalah:

  • Pencurahan air: pembersihan dari dosa
  • Penenggelaman dalam air: orang dikubur bersama Kristus, hidup lama ditinggalkan
  • Keluar dari air: kelahiran kembali, bangkit bersama Kristus
  • Nama baru/Nama Baptis: kehidupan baru
  • Penandaan dengan salib: pengakuan iman akan Bapa, Putra dan Roh Kudus
  • Pakaian putih: mengenakan Kristus, kemurniaan jiwa
  • Lilin Baptis: menjadi tanda terang Kristus

 Syarat-syarat Baptis:

1.     Dari segi Upacara

·  Demi sahnya: air dituangkan(umumnya diatas kepala) atau orang “ditenggelamkan” kedalam air, dengan kata-kata: “Aku membaptis engkau dalam nama Bapa, Putra dan Roh Kudus”

·  Demi layaknya: mengikuti seluruh upacara seperti dalam buku Liturgi. Bila keadaan darurat (baptis darurat) upacara dapat dipersingkat samapai batas unsur-unsur demi sahnya

2.     Dari segi Pelayan

·  Demi sahnya: setiap orang dapat memberikan baptisan, asalkan mempunyai maksud seperti yang dimaksud Gereja.

·      Demi layaknya: umumnya adalah Uskup. Imam, Diakon Tertahbis. Kalau mereka berhalanga, biasanya adalah orang yang ditugaskan pejabat Gereja. Tetapi bila dalam keadaan darurat bisa siapa saja.

3.     Dari segi si Penerima

·         Demi sahnya: Belum pernah dibaptis

·           Dapat menggunakan akal budinya: “mau dibaptis”

·         Demi layaknya

Untuk orang Dewasa:

o    Sudah menyelesaikan katekumenat

o    Tahu pewartaan pokok (ttg Trinitas, karya penyelamatan kristus, dll)

o    Tobat (menyesali dosa-dosanya dan mau hidup sebagai orang beriman

o   Beriman Kristen (menerima pewartan Kristen sebagai kebenaran Allah, tidak hanya tahu tapi menjadi keyakinannya sendiri)

 Untuk anak yang belum bisa menggunakan akal budinya

·      Ada persetujuan dari orang tua/wali (paling tidak satu dari mereka) kecuali dalam situasi bahaya maut

·      Terjamin (secukupnya) pendidikan katolik untuk anak tsb. 

 Untuk anak yang sudah dapat menggunakan akal budinya

·       Semua syarat harus dipenuhi (untuk dewasa dan untuk anak spt tertulis diatas) dan disesuaikan dengan tahap perkembangan si anak tsb

4.     Dari segi Administrasi Gereja

·   Administrasai gerejani harus beres sesuai denga tuntuta Gereja setempat (umumnya hampir sama disemua Paroki) sebelum baptisan, atau dalam situasi darurat setelah baptisan.

 Arti Sakramen Permandian:

 Sakramen Permandian disebut juga sebagai “Kelahiran Baru dari air dan Roh” (Yoh 3:5).

 Akibat dari Permandian:

Dengan dibaptis/dipermandikan eseorang :

·         Diberihkan dari dosa

·         Menjadi putra-putri Allah

·         Menjadi murid Kristus

·         Menjadi Anggota Gereja

·         Dikuburkan bersama Kristus dan bangkit kembali bersama Kristus (Rom 6:3-4)

Langkah-langkah proses seseorang dapat dibaptis

·            Mendengarkan firman/sabda Allah

·            Percaya

·            Bertobat

·            Memberikan diri dibaptis

 Baptisan Anak-anak:

·            Baptisan anak-anak disebut juga baptisan tidur

·            Seorang anak yang dibaptis pada usia bayi/usia dini, iman yang diungkapkannya adalah iman orang tuanya, karena anak-anak pada saat itu belum bisa menyatakan/mengungkapkan imannya sendiri 

Alasan orang tua membaptis anak-anaknya pada usia dini/bayi adalah:

·           Mereka ingin mewariskan imannya kepada anak-anaknya

·           Orang tua mempunyai tanggung jawab untuk menyediakan dan mendidika anak-anaknya dalam lingkungan Kristen sedini mungkin

·           Gereja sudah mempunyai tradisi baptisan anak-anak sejak dulu

Jika seseorang ingin dibaptis, maka ia harus mempunyai Wali baptis yang disebut juga Bapak/Ibu Permandian atau Bapak/ Ibu Serani

Wali Baptis adalah: orang yang menjamin seseorang agar dapat dibaptis dan juga menjamin orang yang sudah dibaptis itu agar imannya berkembang menjadi orang Kristen yang dewasa.

Tugas Bapak/Ibu Permandian

·            Menjadi saksi terhadap seseorang yang dibaptis

·            Menjadi penanggung jawab perkembangan iman orang yang dibaptis itu, sampai ia menjadi orang Kristen yang dewaa dalam iman.

Orang tua dan wali baptis memang menjadi penanggung jawab iman anak-anaknya, namun bila anak-ank tersebut sudah dewasa, maka perkenbangan imannya menjadi tanggung jwabnya sendiri.

Pedoman bagi orang tua katolik untuk membaptis anak-anaknya sejak kecil, terdapat dalam Kitab Hukum Gereja atau Kitab Hukun Kanonik (KHK) yaitu KHK Nomor:

·       851 (2): tentang kewajiban dan tugas dari wali baptis, orang tua dan pastor

·       855      : tentang Nama Baptis

·      867 (1): tentang kewajiban orang tua mengusahakan membaptis anaknya secepatnya

·       868 (1): tentang syarat yang harus dipenuhi orang tua untuk membaptis anaknya

 Garis Besar urutan Upcara Baptisan/ Permandian orang dewasa terdiri dari:

·   Pemberkatan air baptis/air permandian, doa-doa dipanjatkan yang berisi permohonan kepada Allah dan peringatan akan karya penyelamatan Allah.

·       Penolakan setan dan pengakuan iman calon baptis

·  Dilaksanakan permandian dalam nama Allah tritunggal, rumusan kalimat yang diucapkan: “Aku membaptis engkau dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus” (Matius 28:18-20)

·      Dilengkapi dengan pengurapan minyak Krisma yang melambangkan martabat orang beriman selaku Imam, Raja dan Nabi dalam rumah Allah

·       Penyerahan kain putih dan lilin baptis yang bernyala

Pada umumnya hanya seorang uskup, imam dan diakon tertahbis yang dapat membaptis seseorang menjadi katolik, Tetapi dalam keadaan darurat, siapapun dapat dan wajib melakukannya.

 Ada 3 bentuk pembaptisan yaitu:

·       dengan air

·       dengan darah (martir)

·      dengan kerinduan (seseorang yang rindu menerima baptisan, tetapi meninggal dunia sebelum sempat menerimanya)

Air Baptis biasanya diberkati pada Malam Paskah, yaitu malam sebelum Minggu Paskah

Katekumen adalah: Calon Baptis

Katekis adalah: Guru Agama Katolik atau Pengajar calon Baptis

Katekumenat adalah: Masa atau waktu yang dibutuhkan seorang calon baptis untuk mem-Persiapkan dirinya sebelum dibaptis dengan mempelajari pokok-pokok iman  dan ajaran katolik

Katekismus adalah: Buku yang berisi pokok-pokok ajaran atau iman Katolik yang biasanya digunakan seorang calon baptis dalam mempersiapkan diri sebelum  dibaptis.

 

  


 

 

 

 

 

 

 

06 April 2021

MATERI KELAS XI: BUDAYA KEKERASAN VERSUS BUDAYA KASIH

             Masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu kala terkenal sebagai manusia yang ramah-tamah. Karena itu ada syair lagu mengatakan “tak ada negeri seindah persada nusantara. Terkenal manis budi bahasa dan lemah lembut perangainya….Mereka saling mengenal dan saling menghargai hak asasi…” Namun kisah indah manusia Indonesia dalam syair lagu tersebut kini harus dikoreksi kembali. Betapa tidak, kini manusia Indonesia mudah terpicu untuk bertikai dan bahkan tidak segan-segan menggunakan kekerasan bedarah-darah. Tiada hari tanpa berita di media massa tentang kekerasan di negeri ini. Masalah-masalah yang sepele saja dapat memicu kekerasan yang besar antar-kampung, antar-kampus, antar-sekolah, antar-etnis, suku, dan agama.

Fenomena kekerasan di Indonesia kini menjadi budaya, yaitu budaya kekerasan Menurut Prof. Dawam Raharjo, istilah “budaya kekerasan” adalah sebuah contradiction in terminis. Agaknya istilah itu semula berasal dari ucapan menyindir bahwa “kekerasan telah membudaya”. Maksudnya adalah bahwa kekerasan telah menjadi perilaku umum. Frekuensi pemberitaannya di media massa mempertegas bahwa gejolaknya sangat nampak dalam masyarakat. Tindak kekerasan yang umum terjadi bisa dilakukan secara individual maupun secara kolektif atau bersama-sama.

Kekerasan yang dilakukan secara kolektif lebih berbahaya dibandingkan kekerasan yang dilakukan secara individual. Karena selain jumlah pelakunya lebih banyak, juga karena efek yang ditimbulkan lebih destruktif. Tren tindak kekerasan yang dilakukan secara kolektif yang paling menonjol adalah tindak kekerasan yang dilakukan oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan Organisasi Kemasyarakatan (Ormas). Dilihat dari segi dimensi maka tampak kekerasan fisik dan psikologis. Sementara dari segi rupa-rupa wajah: ada kekerasan sosial, kekerasan kultural, kekerasan etnis, kekerasan gender. Analisis “teori konflik” menemukan alasan kekerasan berbagai bentuk “perbedaan kepentingan” kelompok-kelompok masyarakat sehingga kelompok yang satu ingin menguasai bahkan mencaplok kelompok lain. Analisis “fungsionalisme struktural” berpendapat bahwa hampir semua kerusuhan berdarah di Indonesia disebabkan oleh disfungsi sejumlah institusi sosial, terutama lembaga politik yang menunjang integritas Indonesia sebagai satu bangsa.

Budaya Kekerasan dan Konflik di Tanah Air

1.        Pengertian budaya kekerasan

Kekerasan budaya yakni nilai-nilai budaya yang di gunakan untuk membenarkan dan mengesahkan penggunaan kekerasan langsung atau tidak langsung. Wujud dari kekerasan cultural adalah, pidato para pemimpin, dalil-dalil dalam agama, dan beragam poster yang membangkitkan dorongan untuk menjalankan kekerasan sehingga kekerasan ini menjadi sah secara budaya dan mendapatkan legitimasi. Kekerasan dan konflik memiliki hubungan yang sangat erat karena kekerasan adalah merupakan aktualisasi daripada konflik, dan konflik itu sendiri menempatkan dirinya berada pada alam bawah sadar atau di otak kita. Jadi kekerasan itu berangkat terlebih dahulu dari konflik yang tersimpan dalam memori kita kemudian berujung pada terjadinya benturan fisik atau psikis. Masyarakat Indonesia sangat majemuk secara budaya, etnis dan agama. Kemajemukan ini apabila tidak dikelola dengan baik dan benar maka dapat menimbulkan konflik dan kekerasan. Kekerasan yang sering terjadi di negeri kita menunjukkan rupa-rupa dimensi dan rupa-rupa wajah.

2. Rupa-rupa dimensi kekerasan

a. Kekerasan langsung

Kekerasan langsung adalah kekerasan yang dilakukan oleh satu atau sekelompok aktor kepada pihak lain dengan menggunakan alat kekerasan, dan seringkali lebih bersifat fisik dan secara langsung, jelas siapa subjek siapa objek, siapa korban dan siapa pelakunya. Seperti contoh pembunuhan, pemotongan anggota tubuh dan lain sebagainya. Jadi identifikasi paling mendasar tentang kekerasan langsung adalah dengan adanya korban luka maupun meninggal.

b. Kekerasan tidak langsung

Kekerasan tidak langsung adalah kebalikan dari kekerasan langsung, dimana lebih bersifat psikis, seperti contoh kasus gizi buruk, itu bukan akibat ulah kekerasan yang dilakukan secara langsung tetapi lebih kepada akibat tatanan sistem politik, sosial budaya dan juga ekonomi yang tidak adil atau tidak seimbang dalam menjalankan perannya, karena alasan ini sehingga menyebabkan kekerasan menjadi terbuka, atau contoh lain seperti pembalasan dendam, pengasingan, blokade, diskriminasi.

3. Wajah-wajah kekerasan Dimensi kekerasan di atas ini dapat kita lihat dalam bentuk-bentuk kekerasan yang akhir-akhir ini hadir dalam skala frekuensi yang makin meningkat di Indonesia.  

a. Kekerasan Sosial

Kekerasan sosial adalah situasi diskriminatif yang mengucilkan sekelompok orang agar tanah atau harta milik mereka dapat dijarah dengan alasan “Pembangunan Negara”. Payung pembangunan seperti sebuah tujuan yang boleh menghalalkan segala cara. Ada sekelompok orang atau wilayah tertentu yang sepertinya tanpa henti mengusung “stigma” dari penguasa. Stigmatisasi yang biasanya berlanjut dengan “marginalisasi” dan berujung pada “viktimasi”. Mereka yang mengusung “stigma” tertentu sepertinya layak ditertibkan, dibunuh, atau diperlakukan tidak manusiawi.  

b. Kekerasan Kultural

Kekerasan kultural terjadi ketika ada pelecehan, penghancuran nilai-nilai budaya minoritas demi hegemoni penguasa. Kekerasan kultural sangat mengandaikan “stereotyp” dan “prasangka-prasangka kultural”. Dalam konteks ini, keseragaman dipaksakan, perbedaan harus dimusuhi, dan dilihat sebagai momok. Apa yang menjadi milik kebudayaan daerah tertentu dijadikan budaya nasional tanpa sebuah proses yang demokratis, dan budaya daerah lainnya dilecehkan.  

c. Kekerasan Etnis

Kekerasan etnis berupa pengusiran atau pembersihan sebuah etnis karena ada ketakutan menjadi bahaya atau ancaman bagi kelompok tertentu. Suku tertentu dianggap tidak layak bahkan mencemari wilayah tertentu dengan berbagai alasan. Suku yang tidak disenangi harus hengkang dari tempat diam yang sudah menjadi miliknya bertahun-tahun dan turun-temurun.  

d. Kekerasan Keagamaan

Kekerasan keagamaan terjadi ketika ada “fanatisme, fundamentalisme, dan eksklusivisme” yang melihat agama lain sebagai musuh. Kekerasan atas nama agama ini umumnya dipicu oleh pandangan agama yang sempit atau absolut. Menganiaya atau membunuh penganut agama lain dianggap sebagai sebuah tugas luhur. Kekerasan atas nama agama sering berpijak pada genderang perang: “Allah harus dibela oleh manusia.”  

e. Kekerasan Gender

Kekerasan gender adalah situasi di mana hak-hak perempuan dilecehkan. Budaya patriarkhi dihayati sebagai peluang untuk tidak atau kurang memperhitungkan peranan perempuan. Kultur pria atau budaya maskulin sangat dominan dan kebangkitan wanita dianggap aneh dan mengada-ada. Perkosaan terhadap hak perempuan dilakukan secara terpola dan sistematis.  

f. Kekerasan Politik

Kekerasan politik adalah kekerasan yang terjadi dengan paradigma “politik adalah panglima”. Demokratisasi adalah sebuah proses seperti yang didiktekan oleh penguasa. Ada ekonomi, manajemen, dan agama versi penguasa. Karena politik adalah panglima, maka paradigma politik harus diamankan lewat pendekatan keamanan. Semua yang  berbicara vokal dan kritis harus dibungkam dengan segala cara termasuk dengan cara isolasi atau penjara. Tidak ada partai oposisi dan kalau ada partai itu tidak lebih hanya sebagai boneka. Dalam konteks ini, “single majority” adalah sesuatu yang sangat ideal, indoktrinasi adalah sarana ampuh yang harus dilestarikan, sistem monopartai adalah kehendak Tuhan.  

g. Kekerasan Militer

Kekerasan militer berdampingan dengan kekerasan politik. Kekerasan terjadi karena ada militerisasi semua bidang kehidupan masyarakat. Cara pandang dan tata nilai militer merasuk sistem sosial masyarakat. Dalam jenis kekerasan ini terjadi banyak sekali hal-hal seperti: pembredelan pers, larangan berkumpul, dan litsus sistematis. Pendekatan keamanan (security approach) sering diterapkan.  

h. Kekerasan Terhadap Anak-Anak

Anak-anak di bawah umur dipaksa bekerja dengan jaminan yang sangat rendah sebagai pekerja murah. Prostitusi anak-anak tidak ditanggapi aneh karena dilihat sebagai sumber nafkah bagi keluarga. Dalam pendidikan, misalnya, masih merajlela ideologi-ideologi pendidikan yang fanatik. Konservatisme pendidikan dan fundamentalisme pendidikan tidak dicermati dan tidak dihindari sehingga anak tumbuh dan berkembang secara tidak sehat.  

i.      Kekerasan Ekonomi

Kekerasan ekonomi paling nyata ketika masyarakat yang sudah tidak berdaya secara ekonomis diperlakukan secara tidak manusiawi. Ekonomi pasar bebas dan bukannya pasar adil telah membawa kesengsaraan bagi rakyat miskin.   j. Kekerasan Lingkungan Hidup Sebuah sikap dan tindakan yang melihat dunia dengan sebuah tafsiran eksploitatif. Bumi manusia tidak dilihat lagi secara akrab dan demi kehidupan manusia itu sendiri.

4. Resolusi konflik

Lebih mudah untuk menawarkan resolusi konflik jika terlebih dahulu kita mengetahui jenis kekerasan apa yang terjadi , Kekerasan langsung, tidak langsung atau kekerasan budaya. Jika jenis kekerasan yang terjadi adalah kekerasan langsung maka yang paling tepat adalah dengan menggunakan kakuatan diluar kedua belah pihak yang berkonflik dan tentu harus lebih kuat. Jika kekerasan yang terjadi adalah kekerasan tidak langsung maka yang paling tepat di gunakan adalah memutuskan mata rantai yang menyebabkan terus menerusnya kelangsungan hidup kekerasan struktural tersebut dengan cara memberikan pengetahuan kepada generasi selanjutnya bahwa kekerasan itu harus di hentikan dan menyediakan mediator yang telah di setujui oleh kedua belah fihak, serta menjalin, dan menjaga komunikasi yang baik dan seimbang. Sehingga yang menjadi inti dari struktur itu adalah pengertian tentang nilai nilai positif yang akan berujung pada berhentinya kekerasan struktural tersebut yang mengarah pada gerakan massif.

Mengembangkan Budaya Non-Violence dan Budaya Kasih.

Konflik dan kekerasan yang sering terjadi karena adanya perbedaan kepentingan. Untuk mengatasi konflik dan kekerasan, kita dapat mencoba usaha-usaha preventif dan usaha-usaha mengelola konflik dan kekerasan, jika konflik dan kekerasan sudah terjadi.

Usaha-usaha Membangun Budaya Kasih sebelum Terjadi Konflik dan KekerasanBanyak konflik dan kekerasan terjadi karena terdorong oleh kepentingan tertentu. Fanatisme kelompok sering disebabkan oleh kekurangan pengetahuan dan merasa diri terancam oleh kelompok lain. Untuk itu perlu diusahakan beberapa hal.;  Dialog dan komunikasi; – Kerja sama atau membentuk jaringan lintas batas untuk memperjuangkan kepentingan umum.

Usaha-usaha Membangun Budaya Kasih Sesudah Terjadi Konflik dan Kekerasan Usaha untuk membangun budaya kasih sesudah terjadi konflik dan kekerasan sering disebut “pengelolaan atau managemen konflik dan kekerasan”. Ada tahapan langkah yang dapat dilakukan;  Langkah Pertama; konflik atau kekerasan perlu diceritakan kembali oleh yang menderita. Kekerasan bukanlah sesuatu yang abstrak atau interpersolnal melainkan personal, pribadi, maka perlu dikisahkan kembali. Langkah Kedua; Mengakui kesalahan dan minta maaf serta penyesalan dari pihak; atau kelompok yang melakukan kekerasan atau menjadi penyebab konflik dan kekerasan. Pengakuan ini harus dilakukan secara publik dan terbuka, sebuah pengakuan jujur tanpa mekanisme bela diri; Langkah Ketiga; Pengampunan dari korban kepada yang melakukan kekerasan; Langkah Keempat; Rekonsiliasi.

Baca Injil Mat 26: 47-56 berikut ini:

YESUS DITANGKAP

47 Waktu Yesus masih berbicara datanglah Yudas, salah seorang dari kedua belas murid itu, dan bersama-sama dia serombongan besar orang yang membawa pedang dan pentung, disuruh oleh imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi. 48 Orang yang menyerahkan Dia telah memberitahukan tanda ini kepada mereka: “Orang yang akan kucium, itulah Dia, tangkaplah Dia.” 49 Dan segera ia maju mendapatkan Yesus dan berkata: “Salam Rabi,” lalu mencium Dia. 50  Tetapi Yesus berkata kepadanya: “Hai teman, untuk itukah engkau datang?” Maka majulah mereka memegang Yesus dan menangkap-Nya. 51 Tetapi seorang dari mereka yang menyertai Yesus mengulurkan tangannya, menghunus pedangnya dan menetakkannya kepada hamba Imam Besar sehingga putus telinganya. 52  Maka kata Yesus kepadanya: “Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang.  53 Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku?  54  Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?” 55 Pada saat itu Yesus berkata kepada orang banyak: “Sangkamu Aku ini penyamun, maka kamu datang lengkap dengan pedang dan pentung untuk menangkap Aku? Padahal tiap-tiap hari Aku duduk mengajar di Bait Allah, dan kamu tidak menangkap Aku. 56 Akan tetapi semua ini terjadi supaya genap yang ada tertulis dalam kitab nabi-nabi.” Lalu semua murid itu meninggalkan Dia dan melarikan diri.

Yesus bukan saja mengajak kita untuk tidak menggunakan kekerasan menghadapi musuh-musuh, tetapi juga untuk mencintai musuh-musuh dengan tulus. Yesus mengajak kita untuk mengembangkan budaya kasih dengan mencintai sesama, bahkan mencintai musuh (lih. Luk 6: 27-36). Maka berikut ini beberapa hal yang dapat kita renungkan berkaitan dengan perikup diatas:

Pesan Yesus untuk kita memang sangat radikal dan bertolak belakang dengan kebiasaan, kebudayaan, dan keyakinan gigi ganti gigi yang kini sedang berlaku. Kasih yang berdimensi keagamaan sungguh melampaui kasih manusiawi. Kasih Kristiani tidak terbatas pada lingkungan keluarga karena hubungan darah; tidak terbatas pada lingkungan kekerabatan atau suku; tidak terbatas pada lingkungan daerah atau idiologi atau agama. Kasih Kristiani menjangkau semua orang, sampai kepada musuh-musuh kita.

Dasar kasih Kristiani adalah keyakinan dan kepercayaan bahwa semua orang adalah putra dan putri Bapa kita yang sama di surga. Dengan menghayati cinta yang demikian, kita meniru cinta Bapa di surga, yang memberi terang matahari dan curah hujan kepada semua orang (orang baik maupun orang jahat).

Mengembangkan budaya kasih untuk melawan budaya kekerasan memang tidak mudah. Dalam kehidupan sehari-hari, kita merasa betapa sulitnya untuk berbuat baik dan mencintai orang yang membuat kita sakit hati.

Apabila kita memiliki kebenaran maka kebenaran ini akan merdekakan kita untuk berbuat kasih kepada sesama (bdk. Yoh 8:32). Apabila kita sungguh hidup dalam Kristus maka kita akan menjadi pembawa damai dan hidup tanpa memperhitungkan kesalahan atau pelanggaran yang dibuat orang lain. Iman dalam Kristus Yesus menjadikan kita juru damai dalam setiap perselisihan (bdk. 2 Kor 5:17-19)




Materi Agama Katolik

SANTO AMBROSIUS, USKUP DAN PUJANGGA GEREJA

Santo Ambrosius, Uskup dan Pujangga Gereja Tanggal Pesta: 7 Desember Ambrosius lahir pada tahun 334 di Trier, Jerman dari sebuah keluarga Kr...