11 November 2021

MATERI AGAMA KATOLIK KELAS XII: LANDASAN UNTUK MEMPERJUANGKAN NILAI-NILAI PENTING DALAM MASYARAKAT

 

Rakyat Indonesia patut bersyukur kepada Tuhan Yang Mahakuasa, karena sebagai bangsa yang majemuk, agama, kepercayaan, suku, etnis, budaya, kita dianugerahi Pancasila sebagai dasar negara, yang memiliki nilai-nilai dasar yang terkandung dalam lima butir sila yang merupakan satu kesatuan. Nilai berarti sesuatu yang penting, baik dan berharga. Dengan perkataan lain, nilai (value) adalah hal dasar yang memiliki makna bagi kehidupan manusia, kelompok masyarakat, bangsa atau dunia. Dengan hadir atau absennya nilai dalam suatu kehidupan, akan menimbulkan kepuasan diri manusia, sehingga manusia berusaha untuk merealisasikan atau menolak kehadirannya. Sebagai akibat maka nilai dijadikan tujuan hidup, merupakan hal ihwal yang ingin diwujudkan dalam kenyataan. Keadilan, kejujuran merupakan nilai yang sepanjang abad selalu menjadi kepedulian manusia, untuk dapat diwujudkan dalam kenyataan. Sebaliknya, kejahatan dan kebohongan selalu dihindari. Dalam nilai terkandung sesuatu yang ideal, harapan yang dicita-citakan untuk kebajikan.

Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan menghubungkan sesuatu dengan yang lain dan kemudian mengambil keputusan. Sesuatu dianggap punya nilai jika sesuatu itu dianggap penting, baik dan berharga bagi kehidupan umat manusia. Baik ditinjau dari segi religius, politik, hukum, moral, etika, estetika, ekonomi dan sosial budaya. Dalam Pancasila inilah, nilai-nilai keadilan, kejujuran, kebenaran, perdamaian dalam hidup masyarakat Indonesia diperjuangkan untuk mencapai kesejahteraan lahir dan batin. Pertanyaannya adalah apakah nilai-nilai luhur pancasila itu telah diwujudkan setelah sekian puluh tahun merdeka? Ataukah justru sebaliknya?

Dalam Kitab Suci (Alkitab) dan Ajaran Gereja Katolik, hukum kasih Allah merupakan landasan dari segala hukum lainnya untuk mewujudkan nilai-nilai penting dalam hidup manusia. Nilai-nilai dasar yang menghormati martabat manusia, seperti penghargaan terhadap daya cipta manusia, kesamaan setiap orang di hadapan Allah dan perhatian untuk kepentingan bersama, sering dipakai baik sebagai tolok ukur moral, maupun untuk pertimbangan pribadi. “Kemerdekaan, kesamaan, dan persaudaraan” menjadi kesepakatan dasar untuk menata hidup bersama dalam banyak negara. Karena merupakan landasan bagi hidup bersama, nilai-nilai itu disebut nilai-nilai dasar.

Iman Kristen dapat menerangi, menjernihkan, dan mendukung nilai-nilai dasar. Dari imannya Gereja menimba keyakinan, bahwa “martabat pribadi itu suci”, sebab rahmat Allah, yang ingin menyelamatkan semua orang, telah menyentuh sedalam-dalamnya hidup setiap insan. Dengan memaklumkan karya Allah Penyelamat, Gereja memaklumkan juga hormat bagi martabat manusia. Kalimat itu merupakan asas awal setiap rentetan hak asasi.

Dengan mengajarkan dan membela kebebasan moral dan kebebasan sosial-politik setiap manusia, Gereja memaklumkan pokok iman: “Kebebasan sejati merupakan tanda mulia gambar Allah dalam diri manusia … supaya ia dengan sukarela mencari Penciptanya, dan dengan mengabdi kepada-Nya secara bebas mencapai kesempurnaan penuh yang membahagiakan” (GS 17). Demikian pula adalah keyakinan iman, bahwa “manusia berhak berserikat dalam kemerdekaan”, sebab “Allah berkenan menguduskan dan menyelamatkan manusia bukannya satu per satu, tanpa hubungan satu dengan lainnya, melainkan dengan membentuk mereka menjadi umat, yang mengakui-Nya dalam kebenaran dan mengabdi kepada-Nya dengan suci” (LG.9).

Dengan mengajarkan solidaritas dan dengan membela semua usaha guna membangun paguyuban tanpa paksaan dan tanpa diskriminasi, Gereja mengungkapkan pengharapan iman, bahwa umat manusia dapat “diubah menjadi keluarga Allah” (bdk. GS.40). Di dunia modern menjadi makin jelas bahwa solidaritas manusiawi yang luas hanya dapat dibangun, kalau secara khusus diperjuangkan kepentingan mereka yang sampai sekarang tersisihkan (bdk.SRS42; CA.11). Demikian pula pembangunan sejati merupakan perkembangan diri manusia. Perkembangan itu hanya maju kalau daya cipta manusia dipercaya dan diberi ruang (bdk. SRS.31; CA.46), Dengan mengajarkan asas-asas demokrasi ini, Gereja sekaligus memaklumkan keyakinan imannya.

Melalui kegiatan pembelajaran ini para peserta didik dibimbing untuk memahami serta menghayati perjuangan negara dan Gereja untuk mewujudkan nilai-nilai penting dalam kehidupan masyarakat. Baik negara, maupun Gereja memiliki tugas dan kewajiban yang sama mewujudkan Kerajaan Allah sebagaimana yang diwartakan oleh Yesus Kristus, Sang Juru Selamat kita.




MATERI AGAMA KATOLIK KELAS XII: MENGUPAYAKAN PERDAMAIAN DAN PERSATUAN BANGSA

 

Pengantar

Pada era Orde baru, konflik yang terjadi di Indonesia lebih banyak bersifat vertikal yaitu antara pemerintah dengan rakyat. Misalnya konflik antara TNI dengan para pendukung Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh, kemudian antara TNI dengan pendukung Organisasi Papua Merdeka (OPM) di Papua dan juga di Timor Leste. Pada waktu itu TNI (ABRI), memiliki peran sangat menonjol; baik secara teritorial maupun secara politis karena mereka juga mendapat jatah kursi di lembaga legislatif dan berbagai posisi di pemerintahan. Peran yang sangat menonjol dari TNI ini bertolak belakang dengan kebebasan berserikat, berkumpul atau menyatakan pendapat dari masyarakat dalam kerangka kehidupan berdemokrasi. Kontrol sosial politik militer yang sangat kuat memang menghasilkan kehidupan berdemokrasi yang lemah. Tetapi konflik horisontal dapat dikendalikan dengan baik. Kondisi persatuan dan kesatuan masyarakat cukup kokoh dan terkendali, meski terkesan semu bila dikaitkan dengan semangat demokrasi.

Ketika era reformasi bergulir, kehidupan menjadi lebih demokratis. Kebebasan berserikat (antara lain mendirikan partai politik), berkumpul dan menyatakan pendapat (misalnya melalui demonstrasi) lebih semarak. Tetapi kebebasan tersebut sering kebablasan, menimbulkan sikap anarkis, tanpa mempedulikan hukum yang berlaku. Sikap penegak hukum juga sering tidak tegas, misalnya terhadap kelompok sosial keagamaan yang melakukan tindakan anarkis dan penuh kekerasan. Hal ini dapat dimaklumi karena penegak hukum dihadapkan pada situasi dilematis. Mereka tidak mau dituduh melanggar HAM sementara masyarakat yang dirugikan menuntut mereka bertindak tegas. Menurut Aryanto Sutadi (2009), konflik mengandung spektrum pengertian yang sangat luas, mulai dari konflik kecil antar perorangan, konflik antar keluarga sampai dengan konflik antar kampung dan bahkan sampai dengan konflik masal yang melibatkan beberapa kelompok besar, baik dalam ikatan wilayah ataupun ikatan primordial. Dalam hal ini dapat dibedakan antara konflik yang bersifat horisontal dan vertikal, dimana keduanya sama-sama besarnya berpengaruh terhadap upaya pemeliharaan kedamaian di negara ini.

Dalam Kitab Suci Perjanjian Lamaantara lain mengajarkan tentang pengharapan untuk terwujudnya suatu dunia, yang didalamnya serigala dapat hidup berdampingan dengan domba-domba, bangsa-bangsa hidup dalam perdamaian, dan orang-orang miskin dan tertindas memperoleh keadilan (Yes. 11:1-9). Sementara dalam Perjanjian Baru, pendamaian sebagai wujud dari kasih Allah kepada manusia. Allah tidak butuh pendamaian dari manusia, tetapi ia mengambil prakarsa bagi pendamaian tersebut.

Pendamaian mengungkapkan kasih Allah kepada manusia yang mana merupakan kerja kasih Allah. Menunjukkan kasih Bapa kepada anak-Nya, sehingga Paulus menyatakan bahwa “Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Rm.5:8). Berdasarkan ajaran Kitab Suci ini Gereja berupaya mewujudkannya dalam persekutuan dimana semua orang diajak untuk bersama-sama menciptakan perdamaian dan persatuan sebagai anak-anak Allah (bdk.GS.1).

Sumber-sumber terjadinya konflik di masyarakat yang mengancam persatuan dan kesatuan sebagai warga masyarakat dan negara.

1.

Bila kita mencermati media masa terdapat banyak kasus konflik antarmasyarakat, antaretnis, antaragama, di Indonesia. Hal itu tidak perlu terjadi apabila masyarakat menjunjung nilai-nilai persaudaraan, sesuai yang diajarkan oleh setiap agama dan budaya di Indonesia.

2.

Kemajemukan atau keanekaragaman (suku/etnis, agama, budaya, dll) masyarakat Indonesia, dapat menimbulkan kerawanan akan konflik. Masalah yang sepele yang terjadi antardua orang yang kebetulan berbeda agama dapat memicu konflik antarsuku atau antaragama. Tetapi dalam bangsa majemuk seperti Indonesia, sebenarnya juga terdapat potensi yang luar biasa. Ketika kebudayaan dari berbagai suku dikelola dengan baik akan menghasilkan khasanah budaya bangsa yang luar biasa. Ketika semua umat beragama dapat hidup berdampingan dengan semangat toleransi yang tinggi, tentu akan menghasilkan kehidupan yang indah, saling memberdayakan dan saling menghormati dalam kehidupan yang demokratis.

3.

Kata kunci dalam mengelola konflik (conflict management) adalah bagaimana kita hidup berdampingan dalam keanekaragaman tetapi tetap memiliki semangat persatuan; dalam kerangka NKRI. Selama kita memiliki semangat Bhinneka Tunggal Ika, dalam menghadapi konflik akan tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan, musyawarah – mufakat dalam bentuk komunikasi dialogis serta menjauhkan diri dari fanatisme sempit dan kekerasan. Konflik itu sendiri akan tetap muncul setiap saat, tetapi kita perlu memiliki konsensus untuk menyelesaikan dalam koridor persatuan bangsa. Untuk itu Pancasila yang telah disepakati sebagai dasar negara dan way of life harus kita jadikan alat pemersatu bangsa. Mengenai hal ini M. Dawam Rahardjo (2010) menyatakan bahwa konsep NKRI hanya dapat dipertahankan kalau kita tetap berpegang teguh pada semangat Bhinneka Tunggal Ika, sehingga kemajemukan masyarakat Indonesia bukan merupakan ancaman, melainkan justru merupakan kekuatan dan sumber dinamika.

4.

Konflik horisontal adalah konflik antarkelompok masyarakat yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti ideologi politik, ekonomi dan faktor primordial. Konflik vertikal maksudnya adalah konflik antara pemerintah/penguasa dengan warga masyarakat.

5.

Beberapa contoh konflik horisontal yang pernah terjadi di Indonesia misalnya: Konflik antarkampung/desa/wilayah karena isu etnis; isu aliran kepercayaan; isu ekonomi (seperti rebutan lahan ekonomi pertanian, perikanan, pertambangan); isu solidaritas (suporter olah raga, kebanggaan group); isu ideologi dan isu sosial lainnya (tawuran antar anak sekolah, antar kelompok geng).

6.

Contoh peristiwa konflik vertikal misalnya: konflik ideologi untuk memisahkan diri dari wilayah RI, konflik yang dipicu oleh perlakuan tidak adil dari pemerintah berkaitan dengan pembagian hasil pengolahan sumber daya alam, kebijakan ekonomi yang dinilai merugikan kelompok tertentu, dampak pemekaran wilayah, dampak kebijakan yang dinilai diskriminatif.

7

Konflik massal tidak akan terjadi secara serta merta, melainkan selalu diawali dengan adanya potensi yang mengendap di dalam masyarakat, yang kemudian dapat berkembang memanas menjadi ketegangan dan akhirnya memuncak pecah menjadi konflik fisik akibat adanya faktor pemicu konflik. Oleh karenanya dalam rangka penanggulangan konflik, yang perlu diwaspadai bukan hanya faktor-faktor yang dapat memicu konflik, namun juga yang tidak kalah pentingnya adalah faktor-faktor yang dapat menjadi potensi atau sumber-sumber timbulnya konflik.

 

Menggali Ajaran Kitab Suci dan Ajaran Gereja tentang perdamian dan persatuan.

Kitab Suci Perjanjian Lama Yesaya 11:1-9

Yes 11:1

Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya akan berbuah.

Yes 11:2

Roh TUHAN akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan, roh pengenalan dan takut akan TUHAN;

Yes 11:3

ya, kesenangannya ialah takut akan TUHAN. Ia tidak akan menghakimi dengan sekilas pandang saja atau menjatuhkan keputusan menurut kata orang.

Yes 11:4

Tetapi ia akan menghakimi orang-orang lemah dengan keadilan, dan akan menjatuhkan keputusan terhadap orang-orang yang tertindas di negeri dengan kejujuran; ia akan menghajar bumi dengan perkataannya seperti dengan tongkat, dan dengan nafas mulutnya ia akan membunuh orang fasik.

Yes 11:5

Ia tidak akan menyimpang dari kebenaran dan kesetiaan, seperti ikat pinggang tetap terikat pada pinggang.

Yes 11:6

Serigala akan tinggal bersama domba dan macan tutul akan berbaring di samping kambing. Anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama, dan seorang anak kecil akan menggiringnya.

Yes 11:7

Lembu dan beruang akan sama-sama makan rumput dan anaknya akan sama-sama berbaring, sedang singa akan makan jerami seperti lembu.

Yes 11:8

Anak yang menyusu akan bermain-main dekat liang ular tedung dan anak yang cerai susu akan mengulurkan tangannya ke sarang ular beludak.

Yes 11:9

Tidak ada yang kan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh gunung-Ku yang kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan TUHAN, seperti air laut yang menutupi dasarnya

 

Kitab Suci Perjanjian Baru Mateus 5:9. 21 – 25

Mat 5:9

Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.

Mat 5:21

Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum.

Mat 5:22

Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.

Mat 5:23

Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau,

Mat 5:24

tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.

Mat 5:25

Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara.

 

 

 Pesan damai dan persatuan dalam Perjanjian Lama

a)

Meskipun hubungan manusia dengan Tuhan telah rusak, akan tetapi Allah masih menyediakan jalan bagi umatnya yang telah jatuh kedalam dosa. Jalan masuk pendamaian dalam PL diperoleh dengan penyerahan kurban-kurban seperti penyerahan lembu tambun, inilah jalan yang ditentukan oleh Allah bagi manusia memperoleh pendamaian untuk memulihkan hubungan manusia dengan Allah.

b)

Allah tetap menyediakan dan memberi kesempatan kepada manusia untuk berupaya menciptakan perdamaian ditengah kehidupan manusia. Manusia diberi jalan untuk berdamai kepada Allah dan kemudian kepada sesama manusia. Praktik yang pada umum dilakukan adalah dalam upacara keagamaan, social dan juga dalam pengharapan akan dunia yang damai. Ddidalamnya serigala dapat hidup berdampingan dengan domba-domba, bangsa-bangsa hidup dalam perdamaian, dan orang-orang miskin dan tertindas memperoleh keadilan (Yes. 11:1-9).  

 

Pesan damai dan persatuan dalam Perjanjian Baru

a)

Yesus Kristus adalah tokoh sempurna dalam perdamaian. Demi untuk perdamaian, dan persatuan hidup manusia, Yesus melalui jalan sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya, memperdamaikan dunia dengan Allah. Yesus bersabda, ”Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (Matius 5:9).

b)

Pendamaian adalah sebagai wujud dari kasih Allah kepada manusia. Allah selalu berinisitaif bagi pendamaian. Pendamaian mengungkapkan kasih Allah kepada manusia, yaitu kasih Bapa kepada anak-Nya. Paulus menandaskan bahwa “Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Rm.5:8).

c)

Gagasan dasar pendamaian mencakup arti bahwa dua pihak yang sekarang telah didamaikan. Jalan pendamaian senantiasa bersifat menyingkirkan penyebab timbulnya permusuhan. Kasih Allah tidak berubah kepada manusia, kendati apa pun yang diperbuat manusia. Pekerjaan Kristus yang mendamaikan berakar dalam kasih Allah yang begitu besar kepada manusia.

d)

Dalam PB sendiri, Allah-lah yang memprakarsi adanya perdamaian antara Dia dan manusia, yang merupakan wujud kasih-Nya. Perdamaian yang didalamnya kasih, kasih yang telah dinyatakan Allah kepada manusia menuntut agar manusia juga saling mengasihi terhadap sesamanya.

Menggali ajaran Gereja tentang Perdamaian dan Persatuan

1)

Gaudium et spes art.1 menyatakan: ”Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan manusia dewasa ini, terutama yang miskin dan terlantar, adalah kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan murid-murid Kristus pula.” Artinya bahwa Gereja tampil di dunia dan masyarakat sebagai tanda dan sarana keselamatan. Gereja hadir sebagai sakramen keselamatan bagi dunia dan masyarakatnya.

2)

Kita perlu memberikan pertanggungjawaban iman Katolik di tengah-tengah kehidupan yang konkret. Pertanggungjawaban iman itu di mana saja kita berada, entah di sekolah sebagai pelajar, di masyarakat sebagai anggota masyarakat. Dengan kata lain, pertanggungjawaban iman dalam konteks kehidupan yang nyata dengan segala persoalan yang ada. Misalnya kita ikut ambil bagian secara aktif dalam membangun kehidupan yang damai sejahtera serta bersatu sebagai anak-anak Allah dalam memperjuangkan nilai-nilai kehidupan yang diangerahkan Allah semua manusia serta alam lingkungan.

3)

Dasar pertanggungjawabannya adalah iman akan Yesus Kristus yang telah menyelamatkan semua orang, tanpa pandang bulu agama, suku, rasa, ideologi, kebudayaan dan latar belakang apa pun. St. Paulus berkata, ”kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia sudah nyata” (Titus 2:11). Allah menyelamatkan semua orang dan semua manusia, maka Gereja Katolik harus sungguh menjadi sakramen keselamatan dengan perkataan dan perbuatan, melalui pergulatan dan usaha pembebasan manusia, pembebasan sepenuhnya dan seutuhnya bagi semua orang, terutama mereka yang miskin dan terlantar.

4)

”Damai di dunia ini, yang lahir dari cinta kasih terhadap sesama, merupakan cermin dan buah damai Kristus, yang berasal dari Allah Bapa” (GS 78). Dasarnya adalah peristiwa salib. Yesus Kristus, Putera Allah, telah mendampaikan semua orang dengan Allah melalui salib-Nya. Karenanya, semangat perdamaian dalam ajaran Gereja Katolik tidak pernah bisa dilepaskan dari peristiwa salib Kristus. Umat Kristiani dipanggil dan diutus untuk memohon dan mewujudkan perdamaian di dunia.

 “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga. Tiada sesuatu pun yang sungguh manusiawi, yang tak bergema di hati mereka. Sebab persekutuan mereka terdiri dari orangorang, yang dipersatukan dalam Kristus, dibimbing oleh Roh Kudus dalam peziarahan mereka menuju Kerajaan Bapa, dan telah menerima warta keselamatan untuk disampaikan kepada semua orang. Maka persekutuan mereka itu mengalami dirinya sungguh erat berhubungan dengan umat manusia serta sejarahnya”. (GS 1)

 “Damai tidak melulu berarti tidak ada perang, tidak pula dapat diartikan sekedar menjaga keseimbangan saja kekuatan-kekuatan yang berlawanan. Damai juga tidak terwujud akibat kekuasaan diktatorial. Melainkan dengan tepat dan cermat disebut “hasil karya keadilan” (Yes 32:17). Damai merupakan buah hasil tata tertib, yang oleh Sang Pencipta ilahi ditanamkan dalam masyarakat manusia, dan harus diwujudkan secara nyata oleh mereka yang haus akan keadilan yang makin sempurna. Sebab kesejahteraan umum bangsa manusia dalam kenyataan yang paling mendasar berada di bawah hukum yang kekal.

Tetapi mengenai tuntutannya yang konkrit perdamaian tergantung dari perubahan-perubahan yang silih berganti di sepanjang masa. Maka tidak pernah tercapai sekali untuk seterusnya, melainkan harus terus menerus dibangun. Kecuali itu, karena kehendak manusia mudah goncang, terlukai oleh dosa, usaha menciptakan perdamaian menuntut, supaya setiap orang tiada hentinya mengendalikan nafsu-nafsunya, dan memerlukan kewaspadaan pihak penguasa yang berwenang.

Akan tetapi itu tidak cukup. Perdamaian itu di dunia tidak dapat di capai, kalau kesejahteraan pribadi-pribadi tidak di jamin, atau orang-orang tidak penuh kepercayaan dan dengan rela hati saling berbagi kekayaan jiwa maupun daya cipta mereka. Kehendak yang kuat untuk menghormati sesama dan bangsa-bangsa lain serta martabat mereka begitu pula kesungguhan menghayati persaudaraan secara nyata mutlak untuk mewujudkan perdamaian. Demikianlah perdamaian merupakan buah cinta kasih juga, yang masih melampaui apa yang dapat di capai melalui keadilan.

Damai di dunia ini, lahir dari cinta kasih terhadap sesama, merupakan cermin dan buah damai Kristus, yang berasal dari Allah Bapa. Sebab Putera sendiri yang menjelma, Pangeran damai, melalui salib-Nya telah mendamaikan semua orang dengan Allah. Sambil mengembalikan kesatuan semua orang dalam satu bangsa dan satu Tubuh, Ia telah membunuh kebencian dalam Daging-Nya sendiri, dan sesudah di muliakan dalam kebangkitan-Nya Ia telah mencurahkan Roh cinta kasih ke dalam hati orang-orang. Oleh karena itu segenap umat kristen dipanggil. Dengan mendesak, supaya “sambil melaksanakan kebenaran dalam cinta kasih” (Ef 4:15), menggabungkan diri dengan mereka yang sungguh cinta damai, untuk memohon dan mewujudkan perdamaian.

Digerakkan oleh semangat itu juga, kami merasa wajib memuji mereka, yang dapat memperjuangkan hak-hak manusia menolak untuk menggunakan kekerasan, dan menempuh upaya-upaya pembelaan, yang tersedia pula bagi mereka yang tergolong lemah, asal itu dapat terlaksana tanpa melanggar hak-hak serta kewajiban-kewajiban sesama maupun masyarakat. Karena manusia itu pendosa, maka selalu terancam, dan hingga kedatangan Kristus tetap akan terancam bahaya perang. Tetapi sejauh orang-orang terhimpun oleh cinta kasih mengalahkan dosa, juga tindakan-tindakan kekerasan akan diatasi, hingga terpenuhilah Sabda: “Mereka akan menempa pedang-pedang mereka menjadi mata bajak, dan tombak-tombak mereka menjadi pisau pemangkas. Bangsa tidak akan lagi mengangkat pedang terhadap bangsa, dan mereka tidak akan lagi belajar perang” (Yes 2:4). GS.78)



08 November 2021

KITAB SUCI PERJANJIAN BARU


Arti Kitab Perjanjian Baru

Kitab Perjanjian Baru (PB), adalah bagian dari Alkitab Kristen yang ditulis setelah kelahiran Yesus Kristus. Kata "Perjanjian Baru" merupakan terjemahan dari bahasa Latin, Novum Testamentum, yang merupakan terjemahan Yunani: ΗΚαινη Διαθηκη, I Keni Diathiki. Umat Kristen awal berpendapat bahwa kitab ini merupakan penggenapan isi nubuat yang ada di Alkitab yang sudah ada dan kemudian diberi nama Perjanjian Lama. Perjanjian Baru kadang-kadang disebut sebagai Kitab Yunani Kristen karena ditulis dalam bahasa Yunani oleh para pengikut Yesus yang belakangan dikenal sebagai Kristen.
1. Mengenal Kitab Perjanjian Baru
Perjanjian Baru terdiri dari dua puluh tujuh kitab yang semuanya ditulis dalam bahasa Yunani antara tahun 50 M hingga 140 M. Perjanjian Baru meliputi Injil, Kisah Para Rasul, Epistula atau Surat-surat dan Kitab Wahyu. Tema inti Perjanjian Baru adalah Yesus Kristus; pribadi-Nya, pesan-Nya, sengsara-Nya, wafat serta kebangkitan-Nya, identitas-Nya sebagai Mesias yang dijanjikan dan hubungan-Nya dengan kita sebagai Tuhan dan saudara.

Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani karena pada waktu itu bahasa Yunani merupakan bahasa percakapan yang paling umum dipergunakan di wilayah Laut Tengah. Dan Perjanjian Baru di tulis oleh orang yang dekat dan mengenal siapa Yesus, dari perjuangan, hidup dan penderitaan-Nya.
Kita dapat membaca Injil Markus 1:9-11, ketika Yesus dibaptis di sungan Yordan, oleh Yohanes Pembaptis.
“Pada waktu itu datanglah Yesus dari Nazaret di tanah Galilea, dan Ia dibaptis di sungai Yordan oleh Yohanes. Pada saat Ia keluar dari air, Ia melihat langit terkoyak, dan Roh seperti burung merpati turun ke atas-Nya. Lalu terdengarlah suara dari sorga: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan."
Kisah dalam kutipan Injil Markus di atas bukan merupakan sebuah laporang, tetapi merupakan suatu kisah yang mempunyai arti yang sangat mendalam bagi penulisnya. Kisah ini mau mengungkapkan iman umat perdana dan iman pengaran Injil (Markus). Iman umat perdana inilah yang kemudian ditulis oleh para pangarang Injil, dan yang oleh Gereja diterima sebagai Kitab Suci Perjanjian Baru.
Kitab Suci Perjanjian Baru sebenarnya menunjuk kepada seluruh isi yang bersifat menyeluruh pada sebuah Kitab. Perjanjian itu disebut “Baru”, karena memang berisi perjanjian yang memperbaharui (Luk 22:20) “Demikian juga cawan minuman itu, sesudahnya makan, kata-Nya, "Cawan minuman ini adalah perjanjian baharu di dalam darah-Ku, yang ditumpahkan karena kamu.” Yang oleh Allah dikaitkan dengan umat manusia melalui Yesus Kristus. Artinya perjanjian itu bersifat kekal, sebab hubungan Allah dan manusia di dalam Yesus Kristus tidak pernah akan terputus. Perjanjian Baru melanjutkan dan sekaligus menyempurnakan perjanjian lama yang diikat oleh Allah dengan umat Israel.

2. Bagian-bagian Kitab Perjanjian Baru.
Dalam Perjanjian Baru ada 27 tulisan atau Kitab. Semua tulisan itu masing-masing dengan caranya sendiri, berbicara tentang Yesus Kristus, karya-Nya, sabda-Nya, tuntutannya dan hidup-Nya. Meskipun Perjanjian Baru berpusat pada Yesus Kristus, namun di dalamnya juga tercantum beberapa hal mengenai mereka (jemaat perdana) yang percaya kepada Yesus Kristus. Secara umum, Kitab Suci Perjanjian Baru berntuknya bersifat kisah (perjalanan dan mukjijat), perumpamaan, ajaran, surat dan nubuat (Wahyu Yohanes).
Secara tematik kitab ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu: Injil, Kisah Para rasul, Epistula (surat-surat Paulus, surat-surat Apostolik) dan Kitab Wahyu.
a. Injil
Injil merupakan turunan kata Arab yang artinya Kabar Gembira. Dalam bahasa Yunani 'euaggelion'; dalam bahasa Latin 'evangelium'. Ada empat Injil. Masing-masing Injil menceritakan kisah hidup, ajaran-ajaran, sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus Kristus:
  1. Injil Matius: Menceritakan kisah Yesus dari segi sebagai Mesias, Raja orang Israel. Injil ini penuh dengan penggenapan nubuat-nubuat Perjanjian Lama.
  2. Injil Markus : Menceritakan kisah Yesus dari segi sebagai Hamba.
  3. Injil Lukas: Mempresentasikan Yesus sebagai Anak Manusia yang datang untuk mencari dan menyelamatkan mereka yang terhilang.
  4. Injil Yohanes: Mempresentasikan Yesus sebagai Firman Allah yang menjelma menjadi manusia, Kristus, yang berarti, Yang Diurapi.
Ketiga Injil pertama: Injil Matius, Injil Markus dan Injil Lukas disebut Injil Sinoptik. Sinoptik berasal dari kata Yunani yang artinya 'satu pandangan', sebab ketiga Injil tersebut mirip dalam struktur maupun isinya. Injil Yohanes, meskipun tidak bertentangan dengan Injil Sinoptik, berbeda dalam struktur dan mencakup beberapa kisah dan perkataan-perkataan Yesus yang tidak ditemukan dalam Injil Sinoptik.

b. Kisah Para Rasul
Kisah Para Rasul  adalah Catatan sejarah dari kenaikan Yesus hingga perjalanan-perjalanan misi Paulus, sejarah gereja perdana.
Kapan Kisah Para Rasul ini ditulis? 
Kisah Para Rasul ditulis oleh St. Lukas sekitar tahun 70 M hingga 75 M. Kitab ini berisi catatan tentang iman, pertumbuhannya dan cara hidup Gereja Perdana. Kisah Kenaikan Yesus ke surga, turunnya Roh Kudus atas Gereja pada hari Pentakosta, kemartiran St. Stefanus dan bertobatnya St. Paulus.
c. Epistula
Epistula atau Surat-surat merupakan bagian terbesar dari Perjanjian Baru. Epistula dibagi dalam dua kelompok: Surat-surat Paulus dan Surat-surat Apostolik lainnya. Semua surat mengikuti format penulisan surat pada masa itu. Setiap surat biasanya diawali dengan salam dan identitas pengirim serta penerima surat. Selanjutnya adalah doa, biasanya dalam bentuk ucapan syukur. Isi surat adalah penjelasan terperinci tentang ajaran-ajaran Kristiani, biasanya menanggapi keadaan penerima surat. Bagian berikutnya dapat berupa pembicaraan tentang rencana perjalanan misi penulis surat dan diakhiri dengan nasehat-nasehat praktis dan salam perpisahan.
Surat-surat Paulus ditulis oleh St. Paulus atau salah seorang muridnya; tak lama sesudah wafat dan kebangkitan Yesus, yaitu antara tahun 54 M hingga 80 M. Surat-surat tersebut menggambarkan perkembangan awal ajaran dan praktek Kristiani.
Roma : 
Penelaahan yang sistematis atas pembenaran, pengudusan, dan pemuliaan. Menelaah rencana Allah atas orang Yahudi maupun non-Yahudi.
• 1 Korintus : Surat ini menyoroti perpecahan dalam jemaat dan teguran atas pelanggaran susila, masalah mencari keadilan kepada orang-orang yang tidak beriman, dan kebiasaan-kebiasaan yang salah dalam Perjamuan Kudus. Juga menyinggung tentang penyembahan berhala, pernikahan, dan kebangkitan.
• 2 Korintus : Pembelaan Paulus atas kerasulannya.
• Galatia - Paulus membuktikan kesalahan dari legalisme (menganggap Hukum Taurat sebagai mutlak dalam memperoleh keselamatan) dan menelaah mengenai tempat yang layak bagi anugrah di dalam kehidupan orang-orang Kristen.
• Efesus - Posisi orang percaya di dalam Kristus dan informasi mengenai peperangan rohani.
• Filipi - Paulus membicarakan tentang pemenjaraannya, kasihnya kepada jemaat di Filipi. Ia mendesak mereka ke arah kesalehan dan memperingatkan mereka akan bahaya legalisme.
• Kolose - Paulus memfokuskan pada keutamaan Yesus dalam penciptaan, penebusan, dan kekudusanNya.
• 1 Tesalonika - Pelayanan Paulus kepada jemaat Tesalonika. Pengajaran mengenai kesucian dan menyinggung tentang kembalinya Kristus untuk yang kedua kalinya.
• 2 Tesalonika - Koreksi-koreksi atas pendapat yang salah mengenai Hari Tuhan.
• 1 Timotius - Instruksi-instruksi kepada Timotius mengenai kepemimpinan yang benar dan cara-cara menghadapi ajaran sesat, peranan wanita dalam gereja, doa, dan syarat-syarat bagi penilik jemaat dan diaken.
• 2 Timotius - Sepucuk surat untuk menguatkan Timotius.
• Titus - Paulus meninggalkan Titus di Kreta guna menggembalakan gereja-gereja di sana. Syarat-syarat menjadi penatua gereja dan penilik jemaat.
• Filemon - Sepucuk surat kepada seorang tuan mengenai budaknya yang melarikan diri. Permohonan Paulus kepada Filemon supaya mengampuni Onesimus, budaknya.
Surat-surat Apostolik dimaksudkan untuk ditujukan, bukan kepada suatu komunitas atau individu tertentu, tetapi kepada pembaca yang lebih universal. Surat-surat Apostolok ditulis oleh beberapa penulis antara tahun 65 M hingga 95 M.
• Ibrani - Sepucuk surat kepada jemaat Kristen Yahudi yang sedang di ambang kembali memeluk Yudaisme. Surat ini menunjukkan keunggulan Kristus dibandingkan dengan sistem Perjanjian Lama. Menyinggung juga tentang keimaman Melkisedek. Penulis tidak diketahui. Beberapa pakar menilai dari gaya tulisannya bahwa penulisnya adalah Paulus, namun karena kurangnya bukti selain gaya penulisan, maka pakar lain memilih untuk tidak berpendapat.
• Yakobus - Ajaran tentang hubungan antara iman dan perbuatan.
• 1 Petrus - Surat ini untuk menguatkan penerima suratnya dalam penderitaan mereka dan agar mereka tetap rendah hati.
• 2 Petrus - Membicarakan mengenai batin tiap pribadi, peringatan mengenai ajaran palsu, dan menyinggung mengenai Hari Tuhan.
• 1 Yohanes - Surat yang memperingatkan jemaat terhadap ajaran-ajaran sesat pada permulaan sejarah Gereja.
• 2 Yohanes - Puji-pujian untuk mereka yang berjalan di dalam Kristus dan sebuah peringatan untuk tetap berjalan di dalam kasih Allah.
• 3 Yohanes - Yohanes berterimakasih kepada Gayus atas kebaikannya terhadap jemaat Allah dan menegur Diotrefes.
• Yudas - Mengekspos guru-guru palsu dan menggunakan ibarat-ibarat dalam Perjanjian Lama dalam melukiskan penghakiman atas mereka. Nasihat-nasihat untuk meneguhkan iman.

d. Wahyu
Kitab terakhir dalam Perjanjian Baru, yaitu Kitab Wahyu, ditulis sekitar sesudah tahun 90 M. Dengan banyak bahasa simbolik, Kitab Wahyu menyajikan kisah pertarungan antara Gereja dengan kekuatan-kekuatan jahat yang berakhir dengan kemenangan Yesus. Meskipun Kitab Wahyu menuliskan peringatan-peringatan yang mengerikan akan apa yang terjadi di masa mendatang, Kitab Wahyu pada pokoknya merupakan pesan pengharapan bagi Gereja. Kitab Wahyu merupakan Kitab eskatologi yang dikirimkan kepada jemaat-jemaat yang mengalami penganiayaan oleh pemerintah Roma dan anjuran agar mereka tetap setia di dalam iman mereka

3. Proses Penyusunan Kitab Suci Perjanjian Baru
Seperti Kitab-kitab Perjanjian Lama, Kitab-kitab Perjanjian Baru juga tidak ditulis oleh satu orang, tetapi adalah hasil karya setidaknya delapan orang. Kitab Perjanjian Baru terdiri dari 4 kitab Injil, 14 surat Rasul Paulus, 2 surat Rasul Petrus, 1 surat Rasul Yakobus, 1 surat Rasul Yudas, 3 surat Rasul Yohanes dan Wahyu Rasul Yohanes dan Kisah Para Rasul yang ditulis oleh Santo Lukas, yang juga menulis Kitab Injil yang ketiga. Sejak kitab Injil yang pertama yaitu Injil Matius sampai kitab Wahyu Yohanes, ada kira-kira memakan waktu 50 tahun. Tuhan Yesus sendiri, sejauh yang kita ketahui, tidak pernah menuliskan satu barispun dari kitab Perjanjian Baru. Dia tidak pernah memerintahkan para Rasul untuk menuliskan apapun yang diajarkan oleh-Nya. Melainkan Dia berkata: "Maka pergilah dan ajarlah segala bangsa" (Matius 28:19-20), "Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku" (Lukas 10:16).
Apa yang Yesus perintahkan kepada mereka persis sama seperti apa yang Yesus sendiri lakukan: menyampaikan Firman Allah kepada orang-orang melalui kata-kata, meyakinkan, mengajar, dan menpertobatkan mereka dengan bertemu muka. Jadi bukan melalui sebuah buku yang mungkin bisa rusak dan hilang, dan disalah tafsirkan dan diubah-ubah isinya, melainkan melalui cara yang lebih aman dan alami dalam menyampaikan firman yaitu dari mulut ke mulut. Demikianlah para Rasul mengajar generasi seterusnya untuk melakukan hal yang serupa setelah mereka meninggal. Oleh karena itu melalui Tradisi seperti inilah Firman Allah disampaikan kepada generasi-generasi umat Kristen sebagaimana pertama kali diterima oleh para Rasul.
Ketika Yesus masih hidup, tidak seorangpun di antara murid-murid-Nya yang mencatat apa yang Yesus lakukan dan perbuat. Bahkah sesudah kebangkitan, pada murid yang memperoleh semangat dan keyakinan akan Yesus Kristus baru mulai bercerita dan mewartakan Yesus Kristus sebagai kegenapan Injil Allah, sebagai Tuhan dan Juru Selamat. Semua itu dilakukan secara lisan. Pertama-tama dilakukan mereka mewartakan wafat dan kebangkitan Kristus, kemudian juga mewartakan ajaran, karya dan mukjijat Yesus, secara lisan. Baru sesudah para saksi mata mulai meninggal dan umat yang percaya kepada Yesus semakin banyak, muncullah kebutuhan akan tulisan baik mengenai hidup Yesus dan karya-Nya, sabda-Nya maupun akhir hidup-Nya. Maka mulailah ditulis cerita-cerita tentang kehidupan Yesus, dan untuk berkomunikasi dengan jemaat yang jauh, mereka mulai menggunakan surat yang berisi wejangan untuk menyelesaikan masalah yang terjadi dalam suatu jemaat dan meneguhkan imat jemaat itu karena pada rasul tidak dapat datang. Jadi anda bisa melihat kesimpulan penting disini: Gereja dan iman Katolik sudah ada sebelum Alkitab dijadikan. Beribu-ribu orang bertobat menjadi Kristen melalui khotbah para Rasul dan missionaris di berbagai wilayah, dan mereka percaya kepada kebenaran Ilahi seperti kita percaya sekarang, dan bahkan menjadi orang-orang kudus tanpa pernah melihat ataupun membaca satu kalimat pun dari kitab Perjanjian Baru. Ini karena alasan yang sederhana yaitu bahwa pada waktu itu Alkitab seperti yang kita kenal, belum ada. Jadi, bagaimanakah mereka menjadi Kristen tanpa pernah melihat Alkitab? Yaitu dengan cara yang sama orang non-Kristen menjadi Kristen pada masa kini, yaitu dengan mendengar Firman Allah dari mulut para misionaris.
Melalui bimbingan Roh Kudus, mereka menuliskan kisah tentang Yesus berdasarkan cerita-cerita dari para saksi mata, para pengikut-Nya yang sudah berkembang luas di tengah umat dan sudah diwarnai oleh rasa kagum, rasa cinta dan iman akan Yesus Kristus (Luk 1:1-4). Tulisan-tulisan dalam Perjanjian Baru bukanlah buku laporan atau sejarah, tetapi sebagai buku iman dan cinta umat perdana akan Yesus Kristus. Tulisan-tulisan dalam Perjanjian Baru dipengaruhi oleh kemampuan, iman dan maksud serta tujuan penulis dan situasi jemaat pada saat itu, sehingga tidak perlu heran jika dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru terdapat perbedaan.
Untuk mengetahui proses terjadinya tulisan-tulisan mengenai Yesus Kristus, kita akan mulai dari periode hidup Yesus sampai pembentukan kanon Perjanjian Baru.

 Antara tahun 7/6 sebelum Masehi (SM) – 30 sesudah Masehi (M)
Kelahiran Yesus pada waktu kekaisaran Roma dipimpin oleh Agustus dan di Palestina oleh Herodes Agung, sekitar tahun 7/6 SM. Tahun 27/28 M Yesus dibaptis di sungai Yordan oleh Yohanes Pembaptis. Yang kemudian menjadi awal tampilnya Yesus di depan umum, hidup dan karya-Nya sampai dengan kematian-Nya di kayu salib dan kebangkitan-Nya dari alam maut. Yang pada akhirnya menjadi keyakinan baru dan sumber kekuatan bagi para murid. Kekuatan itu dating dari Allah dan dialami sebagai kuasa Roh. Roh itu yang mendorong para murid untuk memberikan kesaksian iman tentang Yesus Kristus yang menderita sengsara, wafat dan bangkit dari alam maut.

 Antara tahun 40 – 120 Masehi: penyusunan dan Penulisan Kitab Suci Perjanjian Baru.
Karangan tertua dari Kitab Suci Perjanjian Baru adalah 1 Tesalonika (ditulis sekitar tahun 40) sedangkan yang paling akhir adalah 2 Petrus (tahun 120).
Pada mulanya para murid mewartakan tentang Yesus secara lisan. Inti pewartaan pada mulanya adalan wafat dan kebangkitan Yesus, kemudian pewartaan berkembang dengan pewartaan hidup Yesus, karya dan sabda-Nya, perjalanan hidup-Nya yang diwartakan dalam terang kebangkitan, karena kebangkitan Kristus merupakan dasar dari iman kepada Yesus Kristus.
Jemaat yang berkembang menjadi komunitas-komunitas perlu dibina dan terus dikembangkan. Sementara para saksi mata jumlahnya terbatas, maka mulailah ditulis pokok-pokok iman yang penting, seperti kisah kebangkitan, sengsara, sabda dan karya Yesus dengan maksud untuk membina perkembangan iman komunitas atau jemaat. Hal ini terus berkembang dengan munculnya banyak tulisan dan karangan yang berupa fragmen-fragmen, yang menceritakan kehidupan Yesus.
Yang pada akhirnya disusunlah Injil-injil dan kisah para rasul. Tulisan-tulisan itu disusun berdasarkan atas tradisi baik lisan maupun tulisan yang disesuaikan dengan maksud dan tujuan penulis serta setuasi jemaat pada waktu itu.

 Antara tahun 120 – 400 Masehi: pembentukan Kanon (Daftar resmi Kitab Suci Perjanjian Baru)
Pada awal abad kedua sampai akhir abad kedua muncul begitu banyak tulisan-tulisan tentang Yesus, yang bisa membingungkan umat beriman, mana yang menyalurkan trasidi sejati mana yang palsu, sehingga umat mulai mencari kepastian mana Kitab-kitab yang membina iman sejati.
Setelah melalui proses penyusunan daftar Kitab-kitab yang bisa diterima sebagai Kitab Suci dan ditolak, sampai pada akhirnya sekitar tahun 300 M secara umum sudah diterima sebagai Kitab Suci, 4 Injil, 13 Surat-surat Paulus, Kisah Para Rasul, 1 Petrus, 1 Yohanes dan Wahyu. Baru pada tahun 400 perbedaan pendapat dalah hal jumlah Kitab Suci hampir hilang seluruhnya, sampai tersusun daftar Kitab Suci Perjanjian Baru dengan jumlah 27 Kitab seperti yang kita kenal sekarang.
4. Gereja Katolik menetapkan Kitab Perjanjian Baru.
Ke-dua puluh tujuh kitab diterima sebagai Kitab Suci Perjanjian Baru baik oleh umat Kristen Katolik maupun Kristen lain. Pertanyaannya adalah: Siapa yang memutuskan kanonisasi Perjanjian Baru sebagai kitab-kitab yang berasal dari inspirasi Allah? Kita tahu bahwa Alkitab tidak jatuh dari langit, jadi darimana kita tahu bahwa kita bisa percaya kepada setiap kita-kitab tersebut?
Pada tahun 382 Masehi, didahului oleh Konsili Roma, Paus Damasus menulis dekrit yang menulis daftar kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang terdiri dari 73 kitab.
Konsili Hippo di Afrika Utara pada tahun 393 menetapkan ke 73 kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.
Konsili Kartago di Afrika Utara pada tahun 397 menetapkan kanon yang sama untuk Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Catatan: Ini adalah konsili yang dianggap oleh banyak pihak non-Katolik sebagai yang menentukan bagi kanonisasi kitab-kitab dalam Perjanjian Baru.
Paus Santo Innocentius I (401-417) pada tahun 405 Masehi menyetujui kanonisasi ke 73 kitab-kitab dalam Alkitab dan menutup kanonisasi Alkitab.
Jadi kanonisasi Alkitab telah ditetapkan di abad ke empat oleh konsili-konsili Gereja Katolik dan para Paus pada masa itu. Melihat sejarah, Gereja Katolik menggunakan wibawa dan kuasanya untuk menentukan kitab-kitab yang mana yang termasuk dalam Alkitab dan memastikan bahwa segala yang tertulis dalam Alkitab adalah hasil inspirasi Allah.

C. Membaca dan Mendalami Sabda Tuhan yang terdapat dalam Kitab Suci

Kita semua menyadari, bahwa Alkitab merupakan tulisan suci, indah dan menyentuh sanubari. Lewat Kitab Suci kita mengenal suara Tuhan. Menurut Konstitusi Dogmatik tentang Wahyu Ilahi, Kitab Perjanjian Lama dan Kitab Perjanjian Baru ditulis di bawah bimbingan Roh Kudus, Allah adalah pengarang yang benar dan “harus diakui bahwa Alkitab mengajarkan dengan teguh dan setia serta tanpa kekeliruan kebenaran, yang oleh Allah dikehendaki supaya dicantumkan dalam Kitab Suci demi keselamatan kita” (DV art. 11). Untuk itu Kitab Suci menjadi norma bagi iman dan ajaran Kristiani, serta sebagai sabda Allah yang merupakan sumber yang kaya bagi doa pribadi.
Ada beberapa alas an mengapa kita perlu membaca dan mendalami sabda Tuhan yang terdapat dalam Kitab Suci.
Pertama, Iman kita akan tumbuh dan berkembang dengan membaca Kitab Suci. “Segala Tulisan yang diilhamkan oleh Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan mendidi orang dalam kebenaran (2 Tim 3:16-17).
Kedua, Kita tidak akan mengenal Kristus kalau kita tidak membaca Kitab Suci.
Ketiga, Kitab Suci adalah buku Gereja, buku Iman Gereja, Kitab Suci adalah sabda Allah dalam bahasa manusia, Gereja menerimanya sebagai yang suci dan ilahi karena di dalamnya mengandung sabda Allah. Dari sabda itu, Kitab Suci bersama Tradisi menjadi tolak ukur tertinggi bagaimana kita mengenal Iman Gereja. Kita tahu, bahwa dapat dikatakan, Kitab Suci adalah sabda Allah yang belum “tampak”. Sabda Allah yang belum “tampak” ini dapat menjadi firman yang hidup dan terbuka, apa bila dibaca dan dibacakan serta didengar dengan iman yang dari dalam diri kita. Maka apabila Kitab Suci dibaca dengan iman kepercayaan, Allah hadir dan bersabda. Dalam arti demikian maka jika orang membaca Kitab Suci dengan penuh iman maka orang itu menghadirkan Allah dan Yesus Kristus dalam hidupnya. Sabda Allah itulah yang paling berwibawa dan secara actual menjadi ukuran serta penghayatan iman bagi seluruh umat, sabda Allah dalam Kitab Suci akan dihidupkan kembali oleh iman yang sejati, menjadi firman yang hidup dan berdaya guna, karena dapat mengubah hidup manusia. Sabda Allah itu akan berbicara tentang kasih dan karya Allah yang sudah terangkum di dalamnya, untuk orang yang dengan imannya berusaha mengenal dan mendengarkannya, orang yang menyerap sabda Allah itu sekaligus menyerap kasih Allah. Untuk itu dibutuhkan iman dan keterbukaan terhadap sabda Allah.



03 November 2021

TANGGAPAN ATAS PEWARTAAN YESUS

 

Pewartaan Yesus untuk menegakkan Kerajaan Allah mengundang reaksi yang  beragam dalam masyarakat yahudi saat itu, ada yang menerima dan ada yang menolak,  adapun meraka itu adalah: 

1. Yang menerima Pewartaan Yesus 

∙ Orang Miskin dan Sederhana 

∙ Para pendosa yang mau bertobat 

∙ Orang-orang sakit 

∙ Kaum wanita dan anak-anak 

2. Yang Menolak Pewartaan Yesus 

∙ Tokoh Agama (Para Imam kepala) 

∙ Tokoh Intelektual (Ahli Taurat) 

∙ Orang-orang Farisi 

∙ Para Penguasa 

∙ Orang-orang kaya yang memeras rakyat dan mapan 

Apapun yang dialami Yesus dalam mewartakan Kerajaan Allah dapat dialami oleh siapapun.  Orang yang berbuat baik belum tentu akan diterima dengan baik, kadang-kadang  penolakan yang menyakitkan yang diterima. 

Contoh : peristiwa tragis yang diterima para pekerja sosial dan orang yang  berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan harus menerima kenyataan pahit dalam  hidupnya seperti: 

∙ Difitnah 

∙ Keluarganya diancam 

∙ Diteror 

∙ Bahkan nyawa menjadi taruhan atas perjuangannya. 

Terhadapan penolakana atas pewartaanNya, Yesus tidak bersikap memusuhi, bahkan dengan  penuh kasih dan kesabaran Yesus menghadapi reaksi penolakan tersebut, disertai dengan  penuh penyerahan total kepada kehendak Bapa-Nya (Matius 5:43) 

Yesus telah berjuang untuk mewartakan Kerajaan Allah kepada semua manusia. Kerajaan  Allah yang diwrtakan Yesus mengajak dan menuntun semua manusia kembali menuju Bapa.  Namun demikian tindakan Yesus ya dipahami dan dimengerti bahkan tidak sepenuhnya  diterima oleh masyarakat bangsa Yahudi pada waktu itu. 


Materi Agama Katolik

SANTO AMBROSIUS, USKUP DAN PUJANGGA GEREJA

Santo Ambrosius, Uskup dan Pujangga Gereja Tanggal Pesta: 7 Desember Ambrosius lahir pada tahun 334 di Trier, Jerman dari sebuah keluarga Kr...