- Beberapa waktu yang lalu di negara kita pun sempat terjadi konflik antarumat beragama yang dibalut dengan sentimen keagamaan. Perusakan atau penutupan tempat ibadat salah satu agama oleh kelompok penganut agama lain menjadi contoh kasus yang masih sering kita dengar.
- Tentu kita harus mengetahui lebih jauh akar penyebab konflik yang terjadi. Banyak yang sesungguhnya bukan disebabkan perbedaan agama dan kepercayaan, melainkan kepentingan politik dan kekuasaan atau kepentingan lainnya. Satu hal yang perlu kita lihat bersama adalah bahwa konflik-konflik semacam itu pada akhirnya lebih banyak membawa kehancuran, permusuhan, dan dendam. Korbannya seringkali ada di kedua belah pihak. Tetapi dampak yang terbesar adalah hancurnya peradaban dan martabat manusia.
- Kita berharap bahwa di masa depan tidak terjadi konflik antarumat beragama dalam bentuk apapun. Untuk mencegah terjadinya konflik, kita perlu mengetahui beberapa faktor yang sering menjadi pemicu terjadinya konflik, antara lain:a. Adanya ambisi dari penganut atau pemimpin agama yang ingin memperjuangkan kepentingan tertentu dengan mengatasnamakan agama dan keyakinan sebagai alasan untuk mengadakan pertikaian antar umat beragama.b. Kurangnya umat memahami dan mendalami agamanya secara benar, sehingga mudah dihasut dan diprovokasi oleh pihak lain yang mempunyai niat jahat.c.Fanatisme beragama yang berlebihan yang disertai dengan sikap dan pandangan negatif terhadap agama yang lain.d. Menganggap agama dan kepercayaan lain sebagai ancaman terhadap agama yang dianutnya.e. Kurang cepatnya penanganan aparat pemerintah dalam menangani isu-isu SARA, sehingga menimbulkan masalah yang lebih besar.f. Adanya kecemburuan sosial dalam hal tertentu, misalnya dalam hal kesejahteraan hidup, sehingga memakai agama untuk melampiaskan kekesalannya.
- Gereja Katolik secara nyata mendukung terciptanya persaudaraan sejati dalam kehidupan bersama, termasuk dengan mereka yang berbeda agama dan kepercayaan, baik melalui dialog kehidupan dan dialog karya. Karena semua bangsa merupakan satu masyarakat, mempunyai satu asal, sebab Allah menempatkan seluruh manusia di bumi. Semua mempunyai juga tujuan akhir yang satu: Allah. Penyelenggaraan-Nya dan bukti kebaikan-Nya mencakup semua orang, tanpa kecuali. (bdk. Nostra Aetate. art. 1)
- Berbagai usaha yang dapat dilakukan untuk menjaga kerukunan antar umat beragama, misalnya:– Berusaha untuk berteman dengan semua orang dengan tanpa membedakan agama dan kepercayaan.– Selalu berpandangan secara positif terhadap orang lain termasuk yang berbeda agama.– Mau hidup rukun dan saling membantu antar umat beragama.– Tidak mengganggu peribadatan dari agama lain.
- Toleransi antar umat beragama memang sangat diperlukan untuk terciptanya kedamaian. Namun ini juga tidak berarti bahwa kita harus menyamakan semua agama. Masing-masing agama memiliki kekhasan dan kekhususannya sendiri-sendiri. Yang tidak boleh dilakukan adalah memaksa orang lain untuk mempercayai ajaran agamanya dan memaksakan ajaran agamanya untuk diterapkan oleh penganut agama lain.
13 Februari 2023
MATERI KELAS IX: KEMAJEMUKAN AGAMA DAN KEPERCAYAAN
MATERI KELAS IX: SIKAP GEREJA TERHADAP AGAMA DAN KEPERCAYAAN LAIN
Gereja Katolik merupakan salah satu agama didunia. Selain Gereja Katolik ada banyak Gereja Kristen lain yang menyatakan diri beriman kepada Kristus seperti:
Gereja Katolik Ortodoks
Gereja Katolik Anglikan
Gereja Protestan
Gereja dengan berbagai aliran dan namanya masing-masing
Di luar lingkungan Gereja, ada berbagai agama lain seperti:
Islam
Yahudi
Hindu
Budha
Shinto
Konfusianisme dll
Agama-agama itu telah hidup ribuan tahun dan memiliki penganut diseluruh dunia.
Memang beberapa tahun yang lalu, sering terjadi konflik diantara umat beragama baik dikalangan Gereja-Gereja maupun dengan uamat beragama lain. Hingga saat inipun, masih sering terjadi konflik diantara umat beragama. Berbeda dengan masa lampau, sekarang umat beragama, khususnya Katolik, diajak untuk memiliki pandangan yang positif tentang agama lain dan bekerja sama antarumat beragama
Gereja Katolok mengakui adanya hal-hal yang benar dan suci dari agama-agama lain. Sikap positif tentang agama dan kepercayaan lain tersebut tertuang dalam dokumen-dokumen Konsili Vatikan II
Dokumen penting tentang pandangan Gereja terhadap agama dan kepercayaan lain:
Unitatis Redintegratio (art 3: 3)
Gereja-gereja mengakui iman yang sama akan Kristus. Gereja-gereja juga menyalurkan rahmat yang sesungguyhnya. Beragam upacara merupakan cara yang berbeda karena situasi yang berbeda. Karena itu Gereja Katoliknmendorong gerakan pemulihan kesatuan persekutuan Krisen. Gerakan itu disebut EKUMENE
Nostra Aetate art 1 dan 2
Gereja tidak menolak apapun yang benardan suci dalam agama-agama lain. Gereja memandang bahwa cara bertindak dan hidup, kaidah-kaidah serta ajaran-ajaran yang memang berbeda dari apa yang diyakini Gereja, juga memancarkan sinar kebenaran yang menerangi semua orang. Namun Gereja tidak henti mewartakan Kristus yakni jalan kebenaran dan hidup (Yoh 14:6)
Nostra Aetate art 2 Gereja Katolik mengajak agama lain untuk berdialog dan bekerja sama menciptakan kehidupan yang harmonis, rukun dan damai. Hidup bersama dengan agama dan kepercayaan lain sangat menyenangkan dan membahagiakan.
Contoh tindakan Gereja dalam upaya menciptakan persaudaraan sejati dengan agama lain dengan tindakan yang disebut “Dialog Karya” seperti:
berdialog
membantu membangun rumah ibadat
mendirikan yayasan-yayasan yang bergerak dalam kegiatan sosial
membantu mereka yang menderita tanpa membedakan elompok, agama atau etnis tertentu
Contoh sikap yang menciptakan hubungan persaudaraan dengan agama dan kepercayaan lain dalam hidup sehari-hari seperti:
tidak mempersoalkan atribut yang dipakai oleh teman-teman yang berbeda agama
tidak mengucilkan penganut agama lain dalam pergaulan
menggunakan istilah-istilah keagamaan pada tempatnya
ikut teribat dalam menyiapkan pesta agama lain
memberikan semangat kepada teman untuk melakukan ibadahnya dll
09 Februari 2023
Materi Kelas XII: Dasar Keterpanggilan Gereja Katolik dalam Membangun Bangsa dan Negara
Landasan atau dasar pijakan umat Katolik berperan aktif dalam pembangunan bersumber dari ajaran dan teladan Yesus sendiri. Inilah yang menjadi dasar keterpanggilan Gereja untuk membangun bangsa dan negara. Yesus mengajarkan “memberi kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah,” Di sinilah kita orang Katolik diajak untuk bisa membedakan secara tegas apa yang pribadi dan apa yang publik. Hal yang pribadi yaitu relasi kita dengan Allah. Hal yang publik adalah relasi kita dengan sesama atau Negara.
Mendalami Ajaran Kitab Suci dan Ajaran Gereja Sebagai Dasar Keterpanggilan Kita untuk Membangun Bangsa dan Negara.
a. Ajaran Kitab Suci
1) Menyimak cerita Kitab Suci
Markus 12: 13-17
13 Kemudian disuruh beberapa orang Farisi dan Herodian kepada Yesus untuk menjerat Dia dengan suatu pertanyaan. 14 Orang-orang itu datang dan berkata kepada-Nya: “Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur, dan Engkau tidak takut kepada siapapun juga, sebab Engkau tidak mencari muka, melainkan dengan jujur mengajar jalan Allah dengan segala kejujuran. Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak? Haruskah kami bayar atau tidak?” Tetapi Yesus mengetahui kemunafikan mereka, lalu berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mencobai Aku? Bawalah ke mari suatu dinar supaya Kulihat!” 16Lalu mereka bawa. Maka Ia bertanya kepada mereka: “Gambar dan tulisan siapakah ini?” Jawab mereka: “Gambar dan tulisan Kaisar.” 17 Lalu kata Yesus kepada mereka: “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!” Mereka sangat heran mendengar Dia.
2) Pendalaman
Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini.
a) Apa yang dikisahkan dalam Kitab Suci tersebut?
b) Apa yang ditanyakan orang Farisi kepada Yesus?
c) Apa maksud orang Farisi menanyakan hal itu?
d) Apa jawaban Yesus?
e) Apa maksud jawaban Yesus seperti itu?
f) Apa makna pesan ajaran Yesus bagi dirimu sebagai pengikut Yesus yang hidup di Indonesia?
b. Ajaran Gereja sebagai dasar keterpanggilan kita untuk membangun bangsa dan negara.
Berikut ini adalah salah satu kutipan arah dasar dari Gereja Katolik Indonesia bagi umat Katolik dalam rangka mendorong umat untuk berperan aktif dalam pembangunan.
ARAH DASAR GEREJA KATOLIK INDONESIA (Sidang Agung Gereja Katolik Indonesia 1995) Gereja Diutus ke Seluruh Dunia
Jemaat Kristiani Indonesia sudah hadir di Nusantara pada abad ke-7 di Barus, Sumatra untuk menjadi ‘saksi Yesus Kristus sampai ke ujung bumi’. Sesudah itu, Fransiskus Xaverius dan para murid Kristus lainnya sampai ke Maluku serta pelbagai bagian Nusantara, membagikan kabar baik kedatangan Kerajaan Allah, yakni kabar bahwa Allah memimpin seluruh umat manusia lahir batin. Setelah itu, tidak sedikit rakyat Nusantara yang mengikuti jejak para bangsa, bagaikan mendengarkan pewartaan Petrus di hari Pentakosta, meminta dibaptis dan berusaha hidup sebagaimana diwariskan oleh Gereja Perdana. Mereka itu juga disukai semua orang. Peristiwa itu masih berlanjut sampai saat ini sehingga umat lambat laun tumbuh dalam Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti 167 36 keuskupan dan keuskupan agung, dari Sabang sampai Merauke. Pertumbuhan itu telah kita hayati kembali dalam beberapa pertemuan para waligereja Indonesia. Seluruh umat Katolik Indonesia, sendirisendiri ataupun dalam kelompok-kelompok pengabdian serta sebagai satu persekutuan, telah berusaha mengabdikan diri bangsa, negara, dan masyarakat. Tuhan Berperan dalam Sejarah Dengan rahmat dan kekuatan Roh Allah, kita meneruskan cita-cita para leluhur bangsa. Kita ingat anak cucu Abraham yang yakin bahwa dalam mencari sejarah kesejahteraan itu Allah mencintai mereka. Ketika kita mengalami betapa egoisme menggerogoti hidup bangsa, dan tatkala kita menyadari bagaimana dosa membelit manusia dalam lingkaran setan yang rumit, kita terkenang akan Yesus Kristus, yang memerdekakan manusia dari dosa dan segala akibat dosa, karena manusia menolak kasih sayang Allah. Saksi Keselamatan Guna menanggapi Karya Penyelamatan Allah itu, kita mau mewartakan Kabar Baik penyelamatanNya kepada seluruh lapisan masyarakat. Demi Yesus Kristus serta dalam Roh-Nya, yang menyertai orang beriman sampai akhir zaman, kita berusaha melibatkan diri tanpa henti, dalam berbagai bentuk, dalam setiap situasi dan kondisi masyarakat, sesuai dengan tahap perkembangan kita. Pengutusan Gereja Umat beriman diutus:
a) menjadi persekutuan (koinonia) tanda dan sarana Kehadiran Kerajaan Allah, yang diwartakan oleh Putra Allah sendiri, Sang Jalan, Kebenaran, dan Hidup di tempat tinggal serta di lingkungan pengabdian masing-masing.
b) Merayakan koinonia dalam ibadat dan membagikan iman dalam pewartaan serta bersama umat yang berlainan agama dan kepercayaan mau mendengarkan bisikan Roh, bagaikan nabi yang jeli dan berani menampilkan pesan keselamatan, dalam karya-karya pelayanan (diakonia).
3. Menghayati Keterpanggilan Gereja untuk Membangun Bangsa dan Negara Indonesia Sesuai Kehendak Tuhan.
a. Refleksi
Tuliskanlah sebuah refleksi tentang keterpanggilan Gereja Katolik Indonesia untuk membangun bangsa dan negara sesuai dengan kehendak Tuhan.
b. Aksi
1). Membentuk kelompok kerja untuk membuat rencana aksi, sebagai anggota Gereja Katolik Indonesia yang terpanggil untuk ikut membangun bangsa dan negara. Peserta didik dapat memilih salah satu bidang aksi, misalnya di bidang politik, hukum, ekonomi, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, pendidikan, kesehatan, komunikasi sosial, Komunitas Basis Gerejani, serta HAM.
2). Melaporkan kegiatan yang telah dilakukan dalam bentuk laporan kegiatan (proyek). Diharapkan kegiatan itu menjadi habitus para peserta didik dalam kehidupannya sehari, sebagai anggota atau warga Gereja dan warga masyarakat.
Materi Kls XII: Tantangan dan Peluang Umat Katolik dalam Membangun Bangsa dan Negara Seperti yang Dikehendaki
Pengantar:
Tuhan Umat Katolik Indonesia sebagai bagian dari bangsa Indonesia ikut bertanggung jawab atas krisis yang sedang terjadi. Tantangan yang dihadapi bangsa Indonesia juga menjadi tantangan bagi umat Katolik juga. Karena itu, tantangan-tantangan yang ada dapat menjadi peluang bagi umat Katolik untuk ikut merestorasi bangsa Indonesia menjadi bangsa yang lebih baik. Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa “...Gereja, yang bertumpu pada cinta kasih Sang Penebus, menyumbangkan bantuannya, supaya di dalam kawasan bangsa sendiri dan antara bangsa-bangsa makin meluaslah keadilan dan cinta kasih. Dengan mewartakan kebenaran Injil, yang menyinari semua bidang manusiawi melalui ajaran-Nya dan kesaksian umat Kristen, Gereja juga menghormati dan mengembangkan kebebasan serta tanggung jawab politik para warganegara.” (KV II, GS art. 76)
Tantangan-Tantangan yang Dihadapi Bangsa Indonesia Saat Ini.
Berikut ini secara garis besar diberikan gambaran tentang beberapa tantangan yang sedang dihadapi bangsa Indonesia saat ini, guna menjadi perhatian kita semua sebagai warga negara Indonesia untuk bersama-sama menghadapinya. Bahkan kita secara positif melihat tantangan ini menjadi peluang bagi kita untuk menggunakan talenta yang diberikan Tuhan untuk membangun bangsa dan negara yang kita cintai ini.
a. Krisis Etika Politik
Etika Politik di Indonesia masih carut marut. Politik hanya dipahami secara pragmatis sebagai sarana untuk mencari kekuasaan dan kekayaan bagi pribadi-pribadi dan golongan sendiri. Politik yang berkembang saat ini, khususnya oleh partai politik lebih bersifat transaksional yaitu untuk membagi-bagi kekuasaan dan berujung pada praktik politik uang. Banyak kepala daerah dan para pejabat lembaga negara lainnya, baik eksekutif, legislatif, dan yudislatif (polisi, jaksa, hakim) kini berurusan dengan KPK karena terlibat kasus korupsi yang tentu saja merugikan pembangunan bagi kesejahteraan rakyat.
b. Krisis Ekonomi.
Masyarakat Indonesia kini masih dilanda krisis ekonomi. Banyak yang masih hidup di bawah garis kemiskinan, padahal Indonesia sendiri dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya. Dengan berkembangnya neoliberalisme saat ini, orang kaya akan semakin kaya, dan orang miskin akan semakin miskin. Orang miskin, bahkan para pedagang kecil atau menengah sekalipun, tidak akan pernah mampu bersaing dengan para pedagang besar atau orangorang kaya.
c. Merebaknya aliran fundamentalisme radikal
Kini merebak berbagai aliran fundamental radikal di Indonesia. Fundamentalisme itu pandangan yang berpusat pada diri manusia, sehingga manusia menjadi tolok ukurnya. Karena itu fundamentalisme prinsipnya “menutup diri” terhadap kebenaran dari paham di luar dirinya. Akhirnya fundamentalisme dapat berakhir pada arogansi terhadap orang lain, kekerasan demi mencapai tujuannya sendiri. Fundamentalisme radikal tidak hanya terbatas pada aliran agama tertentu, tetapi juga pada suku bahkan daerah. Setelah diberlakukan sistem otonomi daerah dan otonomi khusus, tampaknya terjadi gerakan daerahisme. Mereka berusaha menolak dan bahkan “mengusir” orang dari daerah lain, khususnya dalam urusan pejabat pemerintahan, atau pengangkatan PNS dengan istilah mengutamakan putra daerah.
d. Lemahnya penegakan hukum di Indonesia
Dalam berbagai kasus penegakan hukum baik perdata maupun pidana, banyak terjadi ketidakadilan. Keadilan hukum hanya tajam untuk orang di bawah tetapi tumpul untuk orang yang di atas. Artinya, bahwa keadilan hukum di lembaga peradilan hanya diberlakukan bagi masyarakat kecil yang lemah secara ekonomi, karena mereka tidak mampu menyogok para penegak hukum. Di sisi lain para penguasa dan kaum kaya raya dapat membeli para penegak hukum sehingga mereka bisa bebas dari hukuman, atau minimal mendapat hukuman ringan. Dalam beberapa kasus, seorang pencopet, atau maling ayam, dihukum jauh lebih berat daripada seorang koruptor yang telah mencuri uang negara ratusan juta atau bahkan miliaran rupiah. Publik Indonesia pun sudah mengetahui bagaimana banyak koruptor kelas kakap, yang sedang mendekam di penjara, tetapi dapat berkeliaran bebas di luar dan berpesta pora serta melancong ke mana-mana.
e. Berbagai bencana dan kerusakan alam Bencana alam dan kerusakan alam menjadi tantangan nyata di hadapan kita.
Bencana alam bisa disebabkan oleh kondisi alam itu sendiri, seperti gempa bumi dan letusan gunung berapi. Namun bencana alam juga dapat disebabkan oleh perbuatan manusia sendiri, seperti penggundulan dan pembakaran hutan untuk berbagai tujuan; penebangan pohon yang dilakukan secara serampangan sehingga menimbulkan bencana longsor dan banjir bandang yang dapat merenggut jiwa dan harta. Kerusakan alam juga disebabkan oleh limbah industri yang mematikan ekosistem di sekitarnya.
Ajaran Gereja Tentang Bagaimana Peluang-Peluang Umat Katolik dalam Pembangunan .
a. Dari segi krisis Etika Politik
Situasi Etika Politik di Indonesia masih carut marut. Gereja Katolik perlu memperjuangkan agar politik tidak hanya dipahami secara pragmatis sebagai sarana untuk mencari kekuasaan dan kekayaan, melainkan sebagai suatu jerih payah untuk membuat transformasi situasi masyarakat yang kacau menjadi masyarakat yang tertata dan mampu menciptakan kesejahteraan umum. Relasi Gereja dan Negara untuk terwujudnya kesejahteraan umum dinyatakan oleh Konsili sebagai berikut: “Negara dan Gereja bersifat otonom tidak saling tergantung di bidang masing-masing. Akan tetapi keduanya, kendati atas dasar yang berbeda, melayani panggilan pribadi dan sosial orang-orang yang sama. Pelaksanaan itu akan lebih efektif jika Negara dan Gereja menjalin kerja sama yang sehat, dengan mengindahkan situasi setempat dan sesama. Sebab, manusia tidak terkungkung dalam tata duniawi saja, melainkan juga mengabdi kepada panggilannya untuk kehidupan kekal. Gereja, yang bertumpu pada cinta kasih Sang Penebus, menyumbangkan bantuannya, supaya di dalam kawasan bangsa sendiri dan antara bangsa-bangsa makin meluaslah keadilan dan cinta kasih. Dengan mewartakan kebenaran Injil, dan dengan menyinari semua bidang manusiawi melalui ajaranNya dan melalui kesaksian umat kristen, Gereja juga menghormati dan mengembangkan kebebasan serta tanggung jawab politik para warganegara.” (KV II, GS art. 76)
b. Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi telah lama membelit masyarakat Indonesia pada umumnya. Inti persoalannya adalah kebijakan perekonomian pemerintah hanya untuk mengejar target produksi. Masyarakat Indonesia dikorbankan demi keuntungan perekonomian sektor formal. Untuk masalah pemiskinan secara ekonomi tersebut, Konsili Vatikan mengajarkan bahwa; “Makna-tujuan yang paling inti produksi itu bukanlah semata-mata bertambahnya hasil produksi, bukan pula keuntungan atau kekuasaan, melainkan pelayanan kepada manusia, yakni manusia seutuhnya, dengan mengindahkan tata urutan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya maupun tuntutan-tuntutan hidupnya di bidang intelektual, moral, rohani, dan keagamaan; katakanlah: manusia siapa saja, kelompok manusia mana pun juga, dari setiap suku dan wilayah dunia. Oleh karena itu, kegiatan ekonomi harus dilaksanakan menurut metode-metode dan kaidah-kaidahnya sendiri, dalam batas-batas moralitas sehingga terpenuhilah rencana Allah tentang manusia”. (KV II GS art. 64). Harapan Konsili itu jelas, perekonomian terutama harus mengabdi kepada kepentingan perkembangan manusia, sehingga titik berat perkembangan ekonomi bukan sekadar keuntungan semata mata! Di sinilah tantangan sekaligus sebagai peluang bagi umat Katolik dan umat beragama dan berkepercayaan lainnya untuk mengembangkan ekonomi yang berpihak pada kesejahteraan rakyat.
c. Merebaknya aliran fundamentalisme radikal
Fundamentalisme itu pandangan yang berpusat pada diri manusia, sehingga manusia menjadi tolok ukurnya. Karena itu fundamentalisme prinsipnya “menutup diri” terhadap kebenaran dari paham di luar dirinya. Akhirnya fundamentalisme dapat berakhir pada arogansi terhadap orang lain, kekerasan demi mencapai tujuannya sendiri. Berhadapan dengan berbagai aliran itu, kepentingan kehadiran Gereja tidak lain adalah mendorong gerakan “kebebasan beragama” dan “gerakan humanisme sejati, yang tertuju pada Allah.” Demi kepentingan gerakan kebebasan beragama, Konsili Vatikan II, secara khusus menyatakan sebagai berikut: “bahwa pribadi manusia berhak atas kebebasan beragama. Kebebasan itu berarti, bahwa semua orang harus kebal terhadap paksaan dari pihak orang perorangan maupun kelompok-kelompok sosial atau kuasa manusiawi mana pun juga, sedemikian rupa, sehingga dalam hal keagamaan tak seorang pun dipaksa untuk bertindak melawan suara hatinya, atau dihalanghalangi untuk dalam batas-batas yang wajar bertindak menurut suara hatinya, baik sebagai perorangan maupun di muka umum, baik sendiri maupun bersama dengan orang lain. Selain itu Konsili menyatakan, bahwa hak menyatakan kebebasan beragama sungguh didasarkan pada martabat pribadi manusia, sebagaimana dikenal berkat sabda Allah yang diwahyukan dan dengan akal-budi. Hak pribadi manusia atas kebebasan beragama harus diakui dalam tata hukum masyarakat sedemikian rupa, sehingga menjadi hak sipil.”(KV II, Dignitatis Humanae, art. 1). Terhadap cara pandang yang sempit, picik, dan merasa benar sendiri, Paulus VI menunjukkan nilai humanisme yang semestinya menjadi nilai universal dalam masyarakat dunia, “Tujuan mutakhir ialah humanisme yang terwujudkan seutuhnya. Dan tidakkah itu berarti pemenuhan manusia seutuhnya dan tiap manusia? Humanisme yang picik, terkungkung dalam dirinya tidak terbuka bagi nilai-nilai rohani dan bagi Allah yang menjadi Sumbernya, barangkali tampaknya saja berhasil, sebab manusia dapat berusaha mencari kenyataan duniawi tanpa Allah. Akan tetapi bila kenyataan itu tertutup bagi Allah, akhirnya justru akan berbalik melawan manusia. Humanisme yang tertutup bagi kenyataan lain jadi tidak manusiawi. Humanisme yang sejati menunjukkan jalan kepada Allah serta mengakui tugas yang menjadi pokok panggilan kita, tugas yang menyajikan kepada kita makna sesungguhnya hidup manusiawi. Bukan manusialah norma mutakhir manusia. Manusia hanya menjadi sungguh manusiawi bila melampaui diri sendiri. Menurut Blaise Pascal, “Manusia secara tidak terbatas mengungguli martabatnya” (Paulus VI, Populorum Progressio art. 42) d. Lemahnya penegakan hukum di Indonesia Dari segi lemahnya penegakan hukum, kita harus berusaha mengubah mind-set peranan hukum dalam masyarakat, bahwa hukum bukan sarana untuk mempermudah agar “kasus-kasus” Pidana dan Perdata diperlakukan sebagai “komoditi”, tetapi hukum berfungsi untuk mempermudah pelaksanaan hidup bersama yang memungkinkan terciptanya kesejahteraan umum. Konsili Vatikan II menegaskan bahwa “Pelaksanaan kekuasaan politik, baik dalam masyarakat sendiri, maupun di lembaga-lembaga yang mewakili negara, selalu harus berlangsung dalam batas-batas tata moral, untuk mewujudkan kesejahteraan umum yang diartikan secara dinamis, menurut tata perundang-undangan yang telah dan harus ditetapkan secara sah. Maka para warga negara wajib patuh-taat berdasarkan hati nurani mereka. Dari situ jelas jugalah tanggung jawab, martabat, dan kewibawaan para penguasa. (KV II GS art. 73). Dalam Kitab Suci, kita dapat melihat bagaimana Yesus menuntut bangsa Yahudi supaya taat kepada hukum Taurat, sebab pada dasarnya hukum Taurat dibuat demi kebaikan dan keselamatan manusia (bdk. Mat 5: 17-43). Satu titik pun tidak boleh dihilangkan dari hukum Taurat. Ia hanya menolak hukum Taurat yang sudah dimanipulasi, di mana hukum tidak diabdikan untuk manusia, tetapi manusia diabdikan untuk hukum. Segala hukum, peraturan, dan perintah harus diabdikan untuk tujuan kemerdekaan manusia. Maksud terdalam dari setiap hukum adalah membebaskan (atau menghindarkan) manusia dari segala sesuatu yang (dapat) menghalangi manusia untuk berbuat baik. Demikian pula tujuan hukum Taurat. Sikap Yesus terhadap hukum Taurat dapat diringkas dengan mengatakan bahwa Yesus selalu memandang hukum Taurat dalam terang hukum kasih. Mereka yang tidak peduli dengan maksud dan tujuan hukum, hanya asal menepati huruf hukum, akan bersikap legalistis: pemenuhan hukum secara lahiriah sedemikian rupa sehingga semangat hukum kerap kali dikorbankan. Misalnya, ketika kaum Farisi menerapkan peraturan mengenai hari Sabat dengan cara yang merugikan perkembangan manusia, Yesus mengajukan protes demi tercapainya tujuan peraturan itu sendiri, yakni kesejahteraan manusia: jiwa dan raga. Menurut keyakinan awal orang Yahudi sendiri, peraturan mengenai hari Sabat adalah karunia Allah demi kesejahteraan manusia (bdk. Ul 5: 12-15; Kel 20: 8-11; Kej 2: 3). Akan tetapi, sejak pembuangan Babilonia (587-538 SM), peraturan itu oleh para rabi cenderung ditambah dengan larangan-larangan yang sangat rumit. Memetik butir gandum sewaktu melewati ladang yang terbuka tidak dianggap sebagai pencurian. Kitab Ulangan yang bersemangat perikemanusiaan mengizinkan perbuatan tersebut. Akan tetapi, hukum seperti yang ditafsirkan para rabi melarang orang menyiapkan makanan pada hari Sabat dan karenanya juga melarang menuai dan menumbuk gandum pada hari Sabat. Dengan demikian, para rabi menulis hukum mereka sendiri yang bertentangan dengan semangat perikemanusiaan Kitab Ulangan. Hukum ini menjadi beban, bukan lagi bantuan guna mencapai kepenuhan hidup sebagai manusia. Oleh karena itu, Yesus mengajukan protes. Ia mempertahankan maksud Allah yang sesungguhnya dengan peraturan mengenai Sabat itu. Yang dikritik Yesus bukanlah aturan mengenai hari Sabat sebagai pernyataan kehendak Allah, melainkan cara hukum itu ditafsirkan dan diterapkan. Mula-mula, aturan mengenai hari Sabat adalah hukum sosial yang bermaksud memberikan kepada manusia waktu untuk beristirahat, berpesta, dan bergembira setelah enam hari bekerja. Istirahat dan pesta itu memungkinkan manusia untuk selalu mengingat siapa sebenarnya dirinya dan untuk apakah ia hidup. Sebenarnya, peraturan mengenai hari Sabat mengatakan kepada kita bahwa masa depan kita bukanlah kebinasaan, melainkan pesta. Dan, pesta itu sudah boleh mulai kita rayakan sekarang dalam hidup di dunia ini, dalam perjalanan kita menuju Sabat yang kekal. Cara unggul mempergunakan hari Sabat ialah dengan menolong sesama (bdk.Mrk 3: 1-5). Hari Sabat bukan untuk mengabaikan kesempatan berbuat baik. Pandangan Yesus tentang Taurat adalah pandangan yang bersifat memerdekakan, sesuai dengan maksud yang sesungguhnya dari hukum Taurat.
Berbagai bencana dan kerusakan alam Bencana alam dan kerusakan alam menantang Gereja untuk berefleksi, “Di manakah Gereja itu hidup, bukankah lingkungan hidup juga sangat krusial untuk hidup Gereja di tengah dunia? Maka persoalan perusakan lingkungan hidup itu tidak hanya masalah dunia, tetapi juga masalah Gereja. Paus Paulus VI, dalam Ensiklik Populorum Progressio, art. 21, menegaskan “Bukan saja lingkungan materiil terus menerus merupakan ancaman pencemaran dan sampah, penyakit baru dan daya penghancur, melainkan lingkungan hidup manusiawi tidak lagi dikendalikan oleh manusia, sehingga menciptakan lingkungan yang untuk masa depan mungkin sekali tidak tertanggung lagi. Itulah persoalan sosial berjangkau luas yang sedang memprihatinkan segenap keluarga manusia.” Dengan demikian, Gereja juga ditantang untuk terlibat dalam dunia pertanian yang sudah rusak, karena perusakan sistematis, sehingga merusak tatanan dan fungsi lingkungan hidup. Tepatlah jika Konsili Vatikan II mendesak pentingnya membangun kondisi kerja untuk para petani sehingga mereka mampu mengembangkan diri sebagai manusia utuh: “Perlu diusahakan dengan sungguh-sungguh, supaya semua orang menyadari baik haknya atas kebudayaan, maupun kewajibannya yang mengikat, untuk mengembangkan diri dan membantu pengembangan diri sesama. Sebab kadang-kadang ada situasi hidup dan kerja, yang menghambat usaha-usaha manusia di bidang kebudayaan dan menghancurkan seleranya untuk kebudayaan. Hal itu secara khas berlaku bagi para petani dan kaum buruh; bagi mereka itu seharusnya diciptakan kondisi-kondisi kerja sedemikian rupa, sehingga tidak menghambat melainkan justru mendukung pengembangan diri mereka sebagai manusia”. (KV II, GS art. 60).
30 Januari 2023
MATERI KELAS VIII: KEBANGKITAN YESUS
Sengsara dan wafat Yesus bukan merupakan penghabisan dan kekalahan bagiNya, sebaliknya
Yesus bangkit, Dia menang atas maut dan atas kekuasaan dosa , jadi kematian tidak mengakhiri
hidup Yesus.
Pada hari apakah Yesus bangkit ?
Yesus bangkit pada hari ketiga, hari ketiga disini adalah hari ketiga setelah wafatNya. Yesus wafat
pada hari jumat sore, maka Ia bangkit pada hari minggu pagi (Mat28:1) Kebangkitan Yesus pada
hari ketiga itu adalah sesuai dengan apa yang dikatakan dalam Kitab Suci (Luk 24:27 dan 1 Kor
15:4) serta sesuai dengan apa yang disabdakan oleh Yesus sendiri (Markus 9:31)
Apa dasarnya kita percaya bahwa Yesus sungguh bangkit ?
Dasar kepercayaan kita bahwa Yesus sungguh bangkit adalah:
❖ Hal tersebut sudah diwahyukan dalam Kitab Suci (Yoh 20:9)
❖ Para murid Yesus melihat kubur telah kosong dan yang tertinggal hanya kain kafannya
saja (Yoh 20:5 dan Luk 24:3)
❖ Pewartaan malaikat bahwa Yesus telah bangkit (Yoh 20: 12-13)
❖ Penampakan Yesus kepada para murid-muridNya (Yoh 20:19-23)
Setelah bangkit kepada siapa sajakah Kristus menampakkan diri ?
Setelah kebangkitanNya Yesus menampakkan diri kepada:
❖ Maria Magdalena (Markus 16:9 dan Yoh 20:16)
❖ Wanita-wanita saleh ditengah jalan (Mat 28:9)
❖ Petrus (Luk 34:34 dan 1 Kor 15:5)
❖ 2 Murid dalam perjalanan menuju Emaus (Luk 24:13-32)
❖ Murid-murid di Yerusalem saat Thomas tidak hadir (Luk 24:36-43,Yoh 20:19-23)
❖ Kepada Para murid termasuk Thomas 8 hari kemudian (Yoh 20:26-29)
❖ Para Murid yang sedang menangkap ikan di Galilea (Yoh 21: 1-23)
❖ Lebih dari 500 orang muridNya (1 Kor 15:6)
❖ Rasul Yakobus (1 Kor 15:7)
❖ Semua Rasul sebelum Yesus naik ke Surga (Markus 16:19 dan Kis 1:9)
❖ Saulus (Kis 9:1-6 dan 1 Kor 15:8)
Apa akibat kebangkitan Kristus bagi kita ?
Akibat kebangitan Kristus bagi kita adalah:
❖ Kita sungguh percaya kepada Kristus, Dialah satu-satunya Tuhan dan penyelamat kita, sebab
jika Kristus tidak bangkit maka sia-sialah iman kepercayaan kita itu (1 Kor 15: 14-17)
❖ Kita dapat hidup dan bangkit bersama denagn Kristus. Jika kita telah dipersatukan dengan
Yesus yang wafat pada saat kita dibaptis, maka kita akan bersatu juga dengan denagnNya
dalam kebangkitanNya bila kita mati (1 Tes 4:14)
❖ Kematian bukan akhir dari segala-galanya, tetapi kematian adalah awal dari suatu kehidupan
baru bersama Kristus.
Kitab Suci mencatat beberapa hal mengenai kisah kebangkitan Yesus yang tidak banyak
diceritakan dalam Kitab Suci yaitu:
❖ Para Murid melihat kubur Yesus terbuka dan kosong
❖ Kain kafan Yesus yang tergeletak ditanah
❖ Warta malaikat yang mengatakan Yesus sudah bangkit
❖ Beberapa kali Yesus menampakkan diri setelah kebangkitanNya
Apa dampak dari peristiwa Kebangkitan Yesus ?
Dampak dari peristiwa Kebangkitan Yesus adalah:
❖ Dengan KebangkitanNya membuat kehadiran Yesus tidak lagi terbatas oleh ruang dan waktu
❖ Yesus hadir dimana-mana, didalam hati semua muridNya
❖ Mampu mempengaruhi hati manusia
❖ Menjadi semangat dan inspirasi hidup bagi banyak orang
❖ Karya dan ajaranNya tidak hanya dikenang tetapi dijadikan semangat dan kekuatan hidup
sehari-hari
❖ Menjadi permulaan dari corak hidup baru
❖ Menjadi permulaan suatu kehidupan yang lebih mulia dan Yesus sendiri sebagai “Ciptaan
baru” yang datang dari Allah
❖ Menjadi pembenaran Allah terhadap Sabda dan KaryaNya
Apakah hubungan antara kebangkitan Yesus dengan Ibadat kita pada hari Minggu ?
Didalam Kitab Suci, diceritakan bahwa Yesus bangkit pada hari pertama dalam pekan (Mat 28:1,
Markus 16:1, Luk 24:1 dan Yoh 20:1).
Menurut kalender Yahudi hari pertama dalam pekan adalah hari minggu. Istilah “Minggu” berasal
dari bahasa Portugis “Domingo”, yang berakar dari Bahasa Latin “Dominus” yang artinya “Tuhan”.
Jadi hari Minggu adalah “Hari Tuhan” atau “hari Tuhan Bangkit”.Antara kebangkitan Yesus
dengan Ibadat kita pada hari minggu memang saling berhubungan sebab akibat. Karena Yesus
bangkit pada hari minggu, maka kita beribadat pada hari minggu untuk bersyukur atas karya
keselamatan Allah yang sudah kita alami dan memohon agar kita boleh mengalami karunia
keselamatan Allah lagi.
Mengapa kita beribadat tidak pada hari Sabat ?
Pada hari ketujuh, yaitu hari sabat, orang-orang Yahudi dilarang bekerja karena mereka harus
beribadat (Imamat 23:3). Demikianlah, setiap hari sabat (sabtu) orang-orang Yahudi beribadat di
sinagoga. Kebiasaan orang Yahudi beribadat pada hari Sabat ini diganti oleh orang Kristen
Purba/Gereja Perdana untuk berkumpul dan berdoa pada hari Minggu dengan alasan:
❖ Kristus bangkit pada hari Minggu (Mat 28:1)
❖Para Murid biasa berkumpul pada hari Minggu dan pada waktu itu juga Kristus
menampakkan diriNya (Yoh 20:19, 26, Kis 20:7, 1 Kor 16:2)
❖ Roh Kudus yang dijanjikan Yesus telah turun hari Minggu Pentakosta (Kis 2:1)
Iman akan kebangkitan Kristus dan turunnya Roh Kudus merupakan awal terbentuknya Gereja. Oleh
karena itu, kita meneruskan kebiasaan Gereja Perdana untuk berkumpul dan berdoa (beribadat)
pada hari Minggu.
Kesimpulan:
❖ Sebagai murid Yesus dalam hidup sehari-hari hendaknya kita mampu menghadirkan Kristus
melalui kata-kata dan perbuatan kita kepada sesama.
❖ Menghayati dan mewujudkan kebangkitan Kristus tidak harus melalui karya-karya yang besar
dan spekakuler, tepai dapat kita lakukan dengan menjadi SAHABAT bagi mereka yang :
∙ Mengalami kesedihan dan banyak masalah
∙ Putus harapan
∙ Tidak memiliki semangat
∙ Lemah dan tak berdaya
Itu semua adalah wujud sederhana yang dapat kita lakukan agar kita dapat menjadi saksi
Kebangkitan Kristus melalui kata-kata dan perbuatan kita dalam hidup sehari hari.

MATERI KELAS VIII:SENGSARA DAN WAFAT YESUS
Sengsara atau penderitaan merupakan bagian tak terpisahkan dalam hidup manusia, karena
hampir semua orang pernah mengalaminya walaupun dalam bentuk dan kadar penderitaan
yang berbeda dan tidak jarang penderitaan tersebut dapat membawa kematian
Penderitaan dapat diakibatkan oleh berbagai sebab, seperti:
Menderita akibat kesalahan sendiri
Menderita akibat kesalahan orang lain
Menderita sebagai kesediaan demi memperjuangkan sesuatu hal yang baik dan
benar untuk kepentingan sendiri atau orang lain
Penderitaan dapat ditanggapi orang secara berbeda, seperti:
1. Ada orang yang apabila menderita menjadi:
Putus asa/ putus harapan
Menyalahkan diri sendiri
Menyalahkan orang lain
Bahkan menyalahkan Tuhan
Akibatnya:
Hidup terasa menjadi beban
Hidup menjadi tidak berarti
Muncul sikap dendam terhadap orang lain
Menjauh dari Tuhan
Bila akhirnya orang tsb mati, maka kematiannya seolah merupakan kematian
tanpa arti dan akhir dari segala-galanya
2. Ada juga orang yang ketika menderita akan:
Berusaha menjalaninya dengan tabah
Berusaha bersikap tegar
Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan untuk mohon kekuatan kepada Allah
Hal ini hanya mungkin dimiliki oleh orang yang sadar bahwa penderitaan yang dialaminya
adalah demi perjuangan untuk memperoleh hidup yang lebih baik, lebih benar, lebih adil, dan
lebih bermartabat. Kalaupun kematian akhirnya datang, orang tsb tidak perlu takut karena
kematian baginya dipandang sebagai awal kemenangan.
Dua peristiwa penting sebelum sengsara dan wafat Yesus :
1. Yesus menyuruh Para Murid-Nya mempersiapkan perjamuan Paskah bersama yang
memiliki arti menjadi:
Perjamuan terakhir bagi Yesus dan murid-muridNya.
Perjamuan perpisahan sebelum Ia meninggalkan muridNya.
Perjamuan yang menjadi lambang pengorbanan Yesus bagi para murid dan Umat
manusia
Perjamuan syukur sekaligus pengorbanan diriNya karena roti dan anggur yang
dihidangkan menjadi lambang Tubuh dan DarahNya yang dikorbankan di kayu
salib.
2. Setelah Perjamuan Paskah, Yesus ditemani para murid pergi ke Taman Zaitun untuk
berdoa. Yesus sadar bahwa dalam menjalankan tugas perutusan dari BapaNya, Ia
akan menghadapi :
Resiko yang sangat berat
Ia harus kehilangan nyawaNya dengan cara yang tragis
Ketakutan yang teramat dalam, yang membuatNya makin sungguh-sungguh
berdoa, bahkan peluhNya digambarkan menjadi seperti titik-titik darah yang
bertetesan ke tanah.
Dalam perjalanan hidupNya, Yesuspun juga tidak luput dari penderitaan. Ia tidak hanya
menderita sengsara melainkan sampai wafat dikayu salib.
Sebelum wafat di kayu salibYesus banyak menderita sengsara antara lain:
Yesus dikhianati Yudas hanya demi 30 keping uang perak
Yesus ditinggal lari oleh para muridNya saat Ia mengalami sakratul maut sendirian di
Kebun Zaitun
Walaupun tak bersalah Yesus dijatuhi hukuman mati
TubuhNya didera dan dicambuk sampai babak belur
KepalaNya dimahkotai duri sehingga banyak darah menetes
Salib yang berat dipikulNya sendiri dari istana Pilatus sampai gunung Golgota,
sehingga Ia kerap kali jatuh tersungkur
Kaki dan tanganNya dipaku di kayu salib dan tergantung diatas salib kurang lebih 3
jam lamanya
LambungNya ditembus tombak sehingga keluar air dan darah (Yoh 18:38, 19:37)
Penderitaan yang dialami Yesus pertama-tama merupakan konsekuensi dari tugas
perutusaNya untuk melaksanakan kehendak Bapa mewartakan dan menegakkan Kerajaan
Allah di dunia.
Dalam mewartakan Kerajaan Allah, Yesus menghadapi berbagai macam resiko yang sudah
sejak awal disadari olehNya yaitu:
Dimusuhi
Dijauhi oleh orang-orang yang tidak sejalan dengan misiNya
Musuh-musahNya berusaha menjatuhkan Dia yang berpuncak pada keinginan untuk
membunuh dan menyalibkan Yesus
Yesus, difitnah, disiksa dan didera sehingga mengalami penderitaan yang luar biasa
Ketika penderitaan menimpa Yesus, Ia berusaha menjalaninya dengan tabah dan taat
kepada BapaNya, Yesus tahu dan memandang bahwa penderitaan yang dialamiNya sebagai:
Jalan untuk menebus dosa manusia seperti yang dikendaki Allah Bapa sendiri
Pembaharuan kehidupan menusia kearah yang lebih baik
Yang lebih mengagumkan lagi, sekalipun Yesus mengalami penderitaan yang berat, Yesus
masih sempat untuk:
Menghibur wanita-wanita Yerusalem yang meratapiNya
Berdoa kepada Allah Bapa supaya mengampuni dosa orang yang telah membuatNya
menderita menjelang kematianNya
Mengajak orang berdosa yang telah bertobat untuk masuk kedalam kemuliaan Allah
Bapa di Surga
Kekuatan itu dimiliki Yesus melalui doa dan sikap penyerahan diri sepenuhnya kepada Bapa.
Persatuan dengan Bapa itu dipegangNya terus hingga wafatNya. Dengan demikian kematian
bagi Yesus merupakan saat penyerahan diri secara total/sempurna kepada Bapa.
Sebagai muridNya, kita harus belajar dari sikap Yesus dalam menghadapi penderitaan yaitu:
Tetap tabah dalam menghadapi penderitaan disertai sikap penyerahan diri kepada
Tuhan
Berani menghadapi resiko demi menegakkan kebenaran dan keadilan
Kita diajak solider terhadap mereka yang miskin, menderita, tertindas dan yang
membutuhkan pembebasan dalam hidupnya. 
MATERI KELAS VIII: TANGGAPAN ATAS PEwARTAN YESUS
TANGGAPAN ATAS PEwARTAN YESUS
Pewartaan Yesus untuk menegakkan Kerajaan Allah mengundang reaksi yang beragam
dalam masyarakat yahudi saat itu, ada yang menerima dan ada yang menolak, adapun
meraka itu adalah:
1. Yang menerima Pewartaan Yesus
Orang Miskin dan Sederhana
Para pendosa yang mau bertobat
Orang-orang sakit
Kaum wanita dan anak-anak
2. Yang Menolak Pewartaan Yesus
Tokoh Agama (Para Imam kepala)
Tokoh Intelektual (Ahli Taurat)
Orang-orang Farisi
Para Penguasa
Orang-orang kaya yang memeras rakyat dan mapan
Apapun yang dialami Yesus dalam mewartakan Kerajaan Allah dapat dialami oleh siapapun.
Orang yang berbuat baik belum tentu akan diterima dengan baik, kadang-kadang penolakan
yang menyakitkan yang diterima.
Contoh : peristiwa tragis yang diterima para pekerja sosial dan orang yang berjuang
menegakkan kebenaran dan keadilan harus menerima kenyataan pahit dalam hidupnya
seperti:
Difitnah
Keluarganya diancam
Diteror
Bahkan nyawa menjadi taruhan atas perjuangannya.
Terhadapan penolakana atas pewartaanNya, Yesus tidak bersikap memusuhi, bahkan
dengan penuh kasih dan kesabaran Yesus menghadapi reaksi penolakan tersebut, disertai
dengan penuh penyerahan total kepada kehendak Bapa-Nya (Matius 5:43)

Materi Agama Katolik
SANTO AMBROSIUS, USKUP DAN PUJANGGA GEREJA
Santo Ambrosius, Uskup dan Pujangga Gereja Tanggal Pesta: 7 Desember Ambrosius lahir pada tahun 334 di Trier, Jerman dari sebuah keluarga Kr...
-
1. Baca 1 Korintus 13:1-13. : Hal yang dinilai paling tinggi menurut St. Paulus dalam 1Korintus 13:1-13 2. Baca perikop ...
-
Pengertian kata “Citra” v Kata “Citra” dapat diartikan sebagai gambaran (image) yang menunjuk pada identitas atau ciri seseorang atau ...
-
=========================================================================== 1. Dalam Suratnya kepada Jemaat di Galatia, ia m...