10 September 2021

PERKAWINAN DALAM TRADISI KATOLIK

 

BEBERAPA PANDANGAN DALAM MASYARAKAT TENTANG PERKAWINAN

1    1. Menurut Peraturan perundang-undangan

Sebagai Negara yang berdasarkan Pancasila, di mana sila yang pertama ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi juga unsur batin/rohani.

Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 1 UU berbunyi: “Perkawinan ialah ikatan lahir-batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Membentuk keluarga yang bahagia erat hubungan dengan keturunan, yang merupakan tujuan perkawinan. Pemeliharaan dan pendidikan anak menjadi hak dan kewajiban orang tua.

2. Pandangan tradisional

Dalam masyarakat tradisional perkawinan pada umumnya masih merupakan suatu ”ikatan”,     yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki dengan seorang wanita, tetapi juga mengikat kaum kerabat si laki-laki dengan kaum kerabat si wanita dalam suatu hubungan tertentu. Perkawinan tradisional ini umumnya merupakan suatu proses, mulai dari saat lamaran, lalu memberi mas kawin (belis), kemudian peneguhan, dan seterusnya

3. Pandangan hukum (yuridis)

Dari segi hukum perkawinan sering dipandang sebagai suatu ”perjanjian”. Dengan  

Perkawinan, seorang pria dan seorang wanita saling berjanji untuk hidup bersama, di depan masyarakat agama atau masyarakat negara, yang menerima dan mengakui perkawinan itu sebagai sah.

4.  Pandangan sosiologi

Secara sosiologi, perkawinan merupakan suatu ”persekutuan hidup” yang mempunyai bentuk, tujuan, dan hubungan yang khusus antaranggota. Ia merupakan suatu lingkungan hidup yang khas. Dalam lingkungan hidup ini, suami dan istri dapat mencapai kesempurnaan atau kepenuhannya sebagai manusia, sebagai bapak dan sebagai ibu.

5. Pandangan Antropologis

 Perkawinan dapat pula dilihat sebagai suatu ”persekutuan cinta”. Pada umumnya, hidup perkawinan dimulai dengan cinta. Ia ada dan akan berkembang atas dasar cinta. Seluruh kehidupan bersama sebagai suami-istri didasarkan dan diresapi seluruhnya oleh cinta.

Makna Perkawinan

a.      Perkawinan menurut Kitab Hukum Kanonik (Kan 1055 )

 Perkawinan sebagai perjanjian; Gagasan perkawinan sebagai perjanjian ini bersumber pada Konsili Vatikan II (GS 48), yang pada gilirannya menimba aspirasi dari Kitab Suci.

Perkawinan sebagai perjanjian menunjuk segi-segi simbolik dari hubungan antara Tuhan dan umatnya dalam Perjanjian Lama (Yahwe dan Israel) dan Perjanjian Baru (Kristus dengan Gereja- Nya). Tetapi dengan perjanjian ingin diungkapkan pula dimensi personal dari hubungan suami-istri, yang mulai sangat ditekankan pada abad modern ini

3) Perkawinan sebagai kebersamaan seluruh hidup dari pria dan wanita; Kebersamaan seluruh hidup tidak hanya dilihat secara kuantitatif (lamanya waktu) tetapi juga kualitatif (intensitasnya). Kebersamaan seluruh hidup harus muncul utuh dalam segala aspeknya, apalagi kalau dikaitkan dengan cinta kasih

4) Perkawinan sebagai sakramen; Hal ini merupakan unsur hakiki perkawinan antara dua orang yang dibaptis. Perkawinan pria dan wanita menjadi tanda cinta Allah kepada ciptaan-Nya dan cinta Kristus kepada Gereja-Nya

PERKAWINAN MENURUT AJARAN KONSILI VATIKAN II

Dalam Gaudiumet Spes, no.48 dijelaskan bahwa “perkawinan merupakan kesatuan mesra dalam hidup dan kasih antara pria dan wanita, yang merupakan lembaga tetap yang berhadapan dengan masyarakat”.

    Tanpa pengakuan sebagai lembaga, perkawinan semacam “hidup bersama” yang dipandang oleh masyarakat sebagai liar (kumpul kebo). Perlu dilihat pula bahwa perkawinan menurut maksud dan intinya merupakan kesatuan hidup dari dua pribadi. Tidak ada perkawinan tanpa kebebasan yang ingin membangun kesatuan hidup itu. Perkawinan terwujud dengan persetujuan antara seorang pria dan wanita yang diungkap secara bebas, untuk membagi hidup satu sama lain. Persetujuan itu mesti dinyatakan secara publik, artinya di hadapan saksi-saksi yang resmi diakui dan menurut aturan yang berlaku dalam lingkungan masyarakat.

TUJUAN PERKAWINAN

a.      Kesejahteraan lahir-batin suami-istri

1) Tujuan perkawinan ialah untuk saling mensejahterakan suami dan istri secara bersama-sama (hakikat sosial perkawinan) dan bukan kesejahteraan pribadi salah satu pasangan. Karena ada bahaya bahwa ada pasangan yang diperalat untuk memperoleh kesejahteraan materil. Kitab Suci berkata: “Tidaklah baik, bahwa manusia sendiri saja. Kami hendak mengadakan seorang pendamping untuk menjadi teman hidupnya... Lalu Allah mengambil sebuah tulang rusuk Adam dan membentuknya menjadi seorang wanita.Maka pria akan meninggalkan ibu-bapaknya untuk mengikat diri pada istrinya dan mereka akan menjadi satu jiwa-raganya” (Kej 2:18-25).

  Kesejahteraan lahir batin anak-anak

1)   Gereja selama berabad-abad mengajar, bahwa tujuan pokok perkawinan adalah melahirkan anak. Baru pada abad kita ini, menjelang Konsili Vatikan II, orang mulai bertanya-tanya lagi mengenai hakikat perkawinan.

Apabila tujuan utama perkawinan adalah anak, apakah ayah ibu hidup semata-mata untuk anak? Bagaimana kalau tujuan perkawinan itu untuk mendapatkan keturunan tak dapat dipenuhi, misalnya karena pasangan itu mandul? Kita tahu bahwa Gereja Katolik berpandangan walaupun pasangan itu tidak subur, namun mereka tetaplah suami-istri yang sah, dan perkawinan mereka lengkap, penuh arti dan diberkahi Tuhan! Dalam dokumendokumen sesudah Konsili Vatikan II Gereja tidak lagi terlalu mutlak mengatakan bahwa keturunan sebagai tujuan paling pokok dan utama.

Pemenuhan tujuan pernikahan tidak berhenti pada lahirnya anak, melainkan anak harus dilahirkan kembali dalam permandian dan pendidikan kristiani, entah itu intelektual, moral, keagamaan,hidup sakramental, dan lain-lain

SIFAT PERKAWINAN

A. Monogam

1)    Salah satu perwujudan dan kesetiaan Kristen dalam perkawinan ialah bahwa perkawinan yang bersifat monogam. Dalam perkawinan Kristen ditolak poligami dan poliandri. Dalam perkawinan Kristen suami mesti menyerahkan diri seutuh-utuhnya kepada istrinya; dan sebaliknya istri pun harus menyerahkan dirinya secara utuh kepada suaminya. Tidak boleh terbagi kepada pribadi-pribadi lain lagi. Hanya satu untuk satu sampai kematian memisahkan mereka. Yesus tegaskan “Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan dua lagi, melainkan satu” (Mat19:15). Inilah persatuan dan cinta yag sungguh menyeluruh, tak terbagi dan total sifatnya

2)  Dalam perkawinan Kristen yang diserahkan bukan suatu hak, bukan pula badan saja, juga bukan hanya tenaga dan waktu, melainkan seluruh pribadi demi menata masa depannya.

B. Tak Terceraikan

1)  Perkawinan Kristen bukan saja monogam, tetapi juga tak dapat diceraikan. Perkawinan Kristen bersifat tetap, hanya maut yang dapat memisahkan keduanya. Kita tidak dapat menikahi seseorang untuk jangka waktu tertentu, kemudian bercerai untuk menikah lagi dengan orang lain. Perkawinan Kristen menuntut cinta yang personil, total, dan permanen. Suatu cinta tanpa syarat. Suatu pernikahan dengan jangka waktu dan syarat-syarat terbatas tidak mencerminkan cinta yang personil, total dan permanen itu. (Baca:Mrk 10:2-12; Lk 16:18).

2) Untuk memberikan landasan yang kuat, dalam janji pernikahan setiap calon mempelai dihadapan Tuhan mengikrarkan kesetiaan mereka kepada satu sama lain sampai maut memisahkan mereka. Suami dan istri dipilih Tuhan untuk menjadi suatu sakramen satu bagi yang lain. Jadi, mereka diangkat menjadi tanda kehadiran Kristus yang selalu menguduskan, menguatkan dan menghibur tanpa memasang syarat apapun. Kristus sendiri dengan setia menyertai dan menolong suami dan istri, maka pasangan sanggup untuk setia satu terhadap yang lain. Sifat sakramentil perkawinan Kristen itulah yang membuat perkawinan kokoh dan tak terceraikan.

 

PERKAWINAN CAMPUR (BEDA GEREJA & BEDA AGAMA)

Problem Perkawinan Campur

Alasan terjadinya perkawinan campur antara lain sebagai berikut:

1.    Jumlah umat yang terbatas pada suatu tempat sehingga muda-mudi Katolik sulit bertemu dengan teman seiman.

2.    Perkembangan usia, terutama untuk wanita. Jika usia sudah beranjak tua maka simpati dan lamaran dari mana saja akan lebih gampang diterima

3.    Karakter, status sosial, dan jaminan sosial ekonomi. Seseorang yang mempunyai karakter atau status sosial dan jaminan sosial ekonomi yang baik akan lebih gampang diterima. Pertimbangan segi iman tidak lagi menjadi terlalu dominan.

4.    Pergaulan sudah terlalu jauh sehingga harus dilanjutkan.

Akibat Perkawinan campur:

1.    Iman suami atau istri bisa terguncang

2.    Pendidikan anak mungkin tak menentu

3.    Banyak persoalan keluarga tidak bisa dipecahkan karena keyakinan yang berbeda

Perkawinan Campur Beda Agama

Dalam hukum Gereja Katolik perkawinan campur dapat berarti sebagai berikut.

1.    Perkawinan antara seorang Kristen – Katolik dan seorang yang berbeda agama. Jadi, perkawinan antara seorang yang dibaptis dan orang yang tidak dibaptis atau penganut agama lain.

2.    Perkawinan dua orang Kristen yang berbeda Gereja. Misalnya  antara orang Katolik dan orang Protestan atau Gereja-gereja Kristen Lainnya. Kedua-duanya telah dibaptis

Pandangan Katolik dan Islam tentang perkawinan Campur

Pandangan Katolik

Agama Katolik tidak mutlak melarang perkawinan campur antara orang Katolik dan orang yang berbeda agama, tetapi juga tidak menganjurkannya. Perkawinan campur beda agama memerlukan dispensasi dari Gereja supaya sah. Dispensasi ini diberikan dengan persyaratan sebagai berikut:

Pernyataan tekad pihak Katolik untuk menjauhkan bahaya meninggalkan imannya dan berjanji untuk sekuat tenaga mengusahakan pembaptisan dan pendidikan anak-anak yang akan lahir secara Katolik.

Pihak bukan Katolik harus diberitahu mengenai janji pihak Katolik tersebut supaya sebelum menikah ia sadar akan janji dan kewajiban pihak Katolik.

Penjelasan kepada kedua belah pihak tentang tujuan dan sifat-sifat hakiki perkawinan yang tidak boleh disangkal agar perkawinan itu menjadi sah.

Pandangan Islam

Dalam pandangan Islam perkawinan campur sulit dilakukan, bahkan tidak mungkin dilaksanakan.

Seorang pria Islam hanya akan menikah secara sah dengan wanita non-Islam, jika  wanita itu memeluk agama yang memiliki Kitab Suci (Kristen, Yahudi) dan pernikahan itu dilakukan secara Islam, di depan wali nikah (wanita itu dapat tetap memeluk agamanya). Tanpa adanya wali nikah untuk pihak wanita, perkawinan itu dianggap tidak sah secara Islam (Islam tidak mengenal lembaga dispensasi). Dengan demikian, menurut pandangan Islam, pernikahan yang dilakasanakan secara Katolik tidak sah dan hal itu juga berarti bahwa pria Islam itu hidup dalam percabulan yang berkepanjangan dengan istrinya yang Kristen/Katolik.

Seorang wanita Islam tidak boleh menikah dengan pria yang bukan Islam. Pria pemeluk agama lain yang akan menikah dengannya harus meninggalkan agamanya dan memeluk agama Islam.

Baik perkawinan campur maupun perkawinan yang biasa secara Islam dapat diceraikan dengan alasan-alasan yang sah.

Perkawinan Campur Beda Gereja

Menurut  teologi Kristen Protestan, suatu perkawinan adalah sah jika tekad nikah diungkapakan secara umum sehingga upacara di Gereja hanya merupakan pemberian berkat dan pesan. Perkawinan bukan suatu sakramen. Sementara, menurut keyakinan Katolik, jika salah satu diantara kedua mempelai dibaptis di Gereja Katolik maka peneguhan Gerejanilah yang diperlukan supaya perkawinan itu sah. Perkawinan adalah suatu sakramen.

Perkawinan campur antara dua orang Kristen,yaitu perkawinan orang Katolik dan orang Kristen bukan Katolik (perkawinan beda Gereja atau mixta religio) dilarang, jika dilakukan tanpa dispensasi. Meskipun demikian,”perbedaan Gereja” bukan merupakan halangan yang menggagalkan perkawinan.

“Tanpa ijin yang tegas dari yang berwewenang, dilarang perkawinan antara dua orang yang sudah dibaptis, yang diantaranya satu baptis dalam Gereja Katolik atau diterima di dalamnya setelah Pembaptisan dan tidak meninggalkan secara resmi, sedangkan pihak lain tercatat pada Gereja atau persekutuan Gerejani yang tidak bersatu penuh dengan Gereja Katolik” (KHK 1124).

Izin yang dituntut oleh kanon ini dapat diberikan oleh uskup setempat, jika ada alasan yang wajar dan masuk akal. Namun, ia hanya boleh memberikan izin itu, jika syarat-syarat berikut ini terpenuhi.

Pihak Katolik menyatakan bersedia menjauhkan bahaya meninggalkan imannya dan berjanji dengan jujur bahwa ia akan berusaha sekuat tenaga agar semua ananknya dibaptis dan dididik di Gereja Katolik.

Mengenai janji yang wajib dibuat pihak Katolik itu, pihak lain hendaknya diberitahu pada waktunya dan sedemikian rupa, sehingga jelas bahwa ia sungguh sadar akan janji dan kewajiban pihak Katolik.

Kedua pihak hendaknya diberi penjelasan mengenai tujuan dan sifat hakiki perkawinan, yang tidak boleh ditiadakan oleh pihak manapun (KHK 1125)

Pihak Katolik terikat pada tata peneguhan perkawinan, yaitu perkawinan di hadapan uskup dan pastor paroki (atau imam maupun diakon yang diberi delegasi yang sah dan dihadapan dua orang saksi). Akan tetapi, jika ada alasan yang berat, uskup berhak memberikan dispensasi dari tata peneguhan itu (lih.KHK 1127 & 1 dan 2). Jadi peneguhan nikah dapat dilaksanakan di depan pendeta atau pegawai catatan sipil asal mendapat dispensasi dari uskup. Pihak Katolik wajib memohon dispensasi ini jauh sebelum peresmian perkawinan, bukan baru pada saat penyelidikan kanonik.

Karena menurut pandangan Kristen upacara di Gereja hanya merupakan berkat, sedangkan menurut pandangan Katolik merupakan peneguhan yang membuat perkawinan itu sah maka dalam perkawinan ekumenis disarankan supaya pendeta membawakan firman dan pastor memimpin peneguhan atau kesepakatan nikah.

PANGGILAN HIDUP BERKELUARGA

 

Pengantar

Keluarga  dibentuk  oleh  perkawinan  antara  laki-laki  dan  perempuan.  Baik  laki- laki  maupun  perempuan  mempunyai  cita-cita  luhur  akan  membentuk  keluarga yang  harmonis.  Seringkali  cita-cita  itu  tidak  mudah  dijalankan. Ada  perbedaan pendapat, kebencian, kemarahan, iri hati, dan sebagainya. Bagaimana keluarga dapat menghadapi masalah-masalah seperti ini?

Gereja Katolik secara tegas mengajarkan bahwa perkawinan Katolik adalah Sakramen, sehingga setiap pasang suami istri harus menjaga kesucian perkawinan. Karena itu, sifat perkawinan Katolik adalah monogami dan tidak terceraikan, kecuali oleh maut; “karena apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia” (Mat 19:6). Sakramen Perkawinan sebagai akar pembentukan keluarga Katolik hendaknya dijaga kesuciannya, karena keluarga merupakan Gereja kecil/mini atau Ecclesia domestica. Artinya, antara lain bahwa keluarga-keluarga Kristiani merupakan pusat iman yang hidup, tempat pertama iman akan Kristus diwartakan dan sekolah pertama tentang doa, kebajikan- kebajikan dan cinta kasih Kristen (bdk. KGK 1656 & 1666).

Keluarga dalam arti sempit: melibatkan suami, istri dan anak-anak mereka, disebut keluarga inti.

Keluarga dalam arti luas mencakup semua sanak saudara.

Keluarga adalah masyarakat paling asasi. Keluarga merupakan sekolah yang terbaik untuk menanamkan keutamaan-keutamaan sosial, misalnya perhatian terhadap sesama, rasa tanggung jawab, sikap adil dan bertenggang rasa, dan sebagainya.

Teks Kitab Suci

Matius 19:1-6

Mat 19:1        

Setelah Yesus selesai dengan pengajaran-Nya itu, berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba di daerah Yudea yang di seberang sungai Yordan.

Mat 19:2        

Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan Iapun menyembuhkan mereka di sana.

Mat 19:3        

Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: “Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?”

Mat 19:4        

Jawab Yesus: “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan?

Mat 19:5        

Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging.

Mat 19:6        

Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.”

Makna Keluarga dalam ajaran Gereja

 

Gaudium et Spes Art. 52 mengatakan:

Keluarga adalah semacam Sekolah Kemanusiaan yang kaya. Akan tetapi supaya kehidupan dan perutusan keluarga dapat mencapai kepenuhan, dituntut komunikasi batin yang baik, yang ikhlas dalam pendidikan anak. Kehadiran ayah yang aktif sangat menguntungkan pembinaan anak-anak, akan tetapi juga perawatan ibu di rumah, yang dibutuhkan anak-anak dan seterusnya.

Pedoman Pastoral Keluarga (MAWI 1975) antara lain mengatakan:

Kita makin menginsyafi bahwa perkawinan itu persekutuan cinta antara pria dan wanita yang secara sadar dan bebas menyerahkan diri beserta segala kemampuannya untuk selamanya. Dalam penyerahan itu suami isteri berusaha makin saling menyempurnakan dan bantu membantu. Hanya dalam suasana hormat-menghormati dan saling menerima inilah, dalam keadaan manapun juga, persekutuan cinta itu dapat berkembang hingga tercapai kesatuan hati yang dicita-citakan. (Lihat Pedoman Kerja Umat katolik No.9).

Perkawinan itu persekutuan cinta antara pria dan wanita yang secara sadar dan bebas menyerahkan diri beserta segala kemampuannya untuk selamanya. Dalam penyerahan itu suami isteri berusaha makin saling menyempurnakan dan saling membantu. Hanya dalam suasana saling menghormati dan menerima inilah, dalam keadaan manapun juga, persekutuan cinta itu dapat berkembang hingga tercapai kesatuan hati yang dicita-citakan.

Tuhan  menghendaki  agar  kesatuan  antara  suami  dan  istri    tidak terceraikan, karena perkawinan merupakan tanda kesetiaan Allah kepada  manusia  dan  kesetiaan  Kristus  kepada  Gereja-Nya.  Atau dengan kata lain: menjadi tanda kesetiaan cinta Allah kepada setiap orang. Menjadi saksi akan kesetiaan perkawinan yang tak terceraikan ini adalah salah satu tugas pasangan Kristiani yang paling genting saat ini, di saat dunia dikaburkan oleh banyak pandangan yang menurunkan derajat perkawinan, seolah hanya pelampiasan keinginan jasmani semata. Jika pasangan suami istri dan anak- anak hidup dalam kasih yang total, maka keluarga menjadi gambaran nyata sebuah Gereja, sehingga tepatlah jika keluarga itu disebut sebagai Gereja kecil atau ecclesia domestica. Sebab dengan menerapkan kasih seperti teladan Kristus, keluarga turut mengambil bagian di dalam hidup dan misi Gereja dalam membangun Kerajaan Allah.

 Ini adalah salah satu tugas pasangan Kristiani yang paling genting saat ini, di saat dunia dikaburkan oleh banyak pandangan yang menurunkan derajat perkawinan, seolah hanya pelampiasan keinginan jasmani semata. Jika pasangan suami istri dan anak- anak hidup dalam kasih yang total, maka keluarga menjadi gambaran nyata sebuah Gereja, sehingga tepatlah jika keluarga itu disebut sebagai Gereja kecil atau ecclesia domestica. Sebab dengan menerapkan kasih seperti teladan Kristus, keluarga turut mengambil bagian di dalam hidup dan misi Gereja dalam membangun Kerajaan Allah.

“Keluarga adalah tempat pendidikan untuk memperkaya kemanusiaan. Supaya keluarga mampu mencapai kepenuhan hidup dan misinya, diperlukan  komunikasi,  hati  penuh  kebaikan,  kesepakatan  suami- isteri,  dan  kerja  sama  orangtua  yang  tekun  dalam  mendidik  anak- anak. Kehadiran aktif ayah sangat membantu pembinaan mereka dan pengurusan rumah tangga oleh ibu, terutama dibutuhkan oleh anak-anak yang masih muda, perlu dijamin, tanpa maksud supaya pengembangan peranan sosial wanita yang sewajarnya dikesampingkan.

Melalui pendidikan hendaknya anak-anak dibina sedemikian rupa, sehingga ketika sudah dewasa mereka mampu dengan penuh tanggung jawab mengikuti panggilan mereka; panggilan religius; serta memilih status hidup mereka. Maksudnya apabila kelak mereka mengikat diri dalam pernikahan, mereka mampu membangun keluarga sendiri dalam kondisi-kondisi moril, sosial dan ekonomi yang menguntungkan. Merupakan kewajiban orang tua atau para pengasuh, membimbing mereka yang lebih muda dalam membentuk keluarga dengan nasehat bijaksana, yang dapat mereka terima dengan senang hati. Hendaknya para pendidik itu menjaga jangan sampai memaksa mereka, langsung atau tidak langsung untuk mengikat pernikahan atau memilih orang tertentu menjadi jodoh mereka.

Demikianlah   keluarga,   lingkup   berbagai   generasi   bertemu   dan saling  membantu  untuk  meraih  kebijaksanaan  yang  lebih  penuh, dan mempadukan hak pribadi-pribadi dengan tuntutan hidup sosial lainnya, merupakan dasar bagi masyarakat. Oleh karena itu, siapa saja yang mampu memengaruhi persekutuan-persekutuan dan kelompok- kelompok sosial, wajib memberi sumbangan yang efektif   untuk mengembangkan perkawinan dan hidup berkeluarga.

Hendaknya pemerintah memandang sebagai kewajibannya yang suci: untuk mengakui, membela dan menumbuhkan   jati diri perkawinan dan keluarga; melindungi tata susila umum; dan mendukung kesejahteraan rumah tangga. Hak orangtua untuk melahirkan keturunan dan mendidiknya dalam pangkuan keluarga juga harus dilindungi. Hendaknya melalui perundang-undangan yang bijaksana serta pelbagai usaha lainnya, mereka yang malang, karena tidak mengalami kehidupan berkeluarga, dilindungi dan diringankan beban mereka dengan bantuan yang mereka perlukan.

Hendaknya umat kristiani, sambil menggunakan waktu yang ada dan membeda-bedakan yang kekal dari bentuk-bentuk yang dapat berubah, dengan tekun mengembangkan nilai-nilai perkawinan dan keluarga, baik melalui kesaksian hidup mereka sendiri maupun melalui kerja sama dengan sesama yang berkehendak baik. Dengan demikian mereka mencegah kesukaran-kesukaran, dan mencukupi kebutuhan-kebutuhan keluarga    serta    menyediakan    keuntungan-keuntungan    baginya sesuai dengan   tuntutan zaman sekarang. Untuk mencapai tujuan itu semangat iman kristiani, suara hati moril manusia; dan kebijaksanaan serta kemahiran mereka yang menekuni ilmu-ilmu suci, akan banyak membantu.

Hasil penelitian para pakar ilmu-pengetahuan, terutama dibidang biologi, kedokteran, sosial dan psikologi, dapat berjasa banyak bagi kesejahteraan perkawinan dan keluarga serta ketenangan hati, melalui pengaturan kelahiran manusia yang dapat di pertanggung jawabkan.

Berbekalkan pengetahuan yang memadai tentang hidup berkeluarga, para imam bertugas mendukung panggilan suami-isteri melalui pelbagai upaya pastoral; pewartaan sabda Allah; ibadat liturgis; dan bantuan-bantuan rohani lainnya dalam hidup perkawinan dan keluarga mereka. Tugas para imam pula, dengan kebaikan hati dan kesabaran meneguhkan mereka ditengah kesukaran-kesukaran, serta menguatkan mereka dalam cinta kasih, supaya terbentuk keluarga-keluarga yang sungguh-sungguh berpengaruh baik. Himpunan-himpunan   keluarga,   hendaknya   berusaha   meneguhkan kaum muda dan para suami-isteri sendiri, terutama yang baru menikah, melalui ajaran dan kegiatan; hidup kemasyarakatan, serta kerasulan.

Akhirnya   hendaknya   para   suami-isteri   sendiri,   yang   diciptakan menurut gambar Allah yang hidup dan ditempatkan dalam tata- hubungan antarpribadi yang autentik, bersatu dalam cinta kasih yang sama, bersatu pula dalam usaha saling menguduskan supaya mereka, dengan mengikuti Kristus sumber kehidupan, di saat-saat gembira maupun pengorbanan dalam panggilan mereka, karena cinta kasih mereka yang setia menjadi saksi-saksi misteri cinta kasih, yang oleh Tuhan diwahyukan kepada dunia  dalam wafat dan kebangkitan-Nya”. (GS.52)



06 September 2021

HAK DAN KEWAJIBAN SEBAGAI ANGGOTA GEREJA

 

Pemikiran Dasar

Di dalam setiap perkumpulan termasuk dalam persekutuan Gerejani, setiap anggota yang ada di dalamnya selalu memiliki kewajiban dan hak yang dapat mereka laksanakan ataupun peroleh dalam perkumpulan ataupun persekutuan tersebut. Sebagaimana sebuah persekutuan atau perkumpulan yang di dalamnya banyak diatur tentang berbagai hak dan kewajiban dari para anggotanya, demikian pula Gereja Katolik. Dalam Gereja Katolik juga mengatur tentang hak dan kewajiban dari umat beriman untuk kelangsungan pelayanan dan hidup dari gereja dan jemaatnya. Kitab Hukum Kanonik memuat tentang hak dan kewajiban semua orang beriman Kristiani sebagai anggota Gereja yaitu yang dengan permandian menjadi anggotaanggota tubuh Kristus, dijadikan umat Allah dan dengan caranya sendiri mengambil bagian dalam tugas Kristus sebagai imam, nabi, dan raja. Dan oleh karena itu, sesuai dengan kedudukan mereka masing-masing dipanggil untuk menjalankan pengutusan yang dipercayakan Allah kepada Gereja untuk dilaksanakan di dunia. (Kan. 204). Sebagai anggota Gereja kita harus menyadari bahwa melaksanakan hak dan kewajiban sebagai anggota Gereja adalah demi kesempurnaan kita sendiri, dimana kita sendirilah yang akan menikmati. Maka marilah kita melihat apa yang menjadi hak dan kewajiban kita sebagai anggota Gereja, sehingga kita nanti dapat melaksanakan dengan sepenuh hati dan bertanggung jawab.

 

Kewajiban sebagai anggota Gereja

Kita sebagai anggota Gereja memiliki kewajiban untuk ikut serta dan bertanggung jawab dalam kehidupan menggereja. Kewajiban sebagai anggota Gereja secara jelas tertuang dalam lima perintah gereja yang isinya antara lain:

1.       Ikutlah Perayaan Ekaristi pada hari Minggu dan hari raya yang diwajibkan, dan janganlah melakukan pekerjaan yang dilarang pada hari itu.

2.       Mengaku dosalah sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.

3.       Sambutlah Tubuh Tuhan pada masa Paskah.

4.       Berpuasa dan berpantanglah pada hari raya yang ditentukan.

5.       Bantulah kebutuhan material Gereja, masing-masing menurut kemampuannya.

Lima Perintah Gereja dimaksudkan untuk memberi jaminan kepada umat beriman syarat minimum yang harus dilakukan atau dituntut dalam hidup doa, hidup sakramental, komitmen moral dan perkembangan dalam cinta Allah dan sesama. Kalau Lima Perintah Gereja menjadi syarat minimum yang wajib penuhi oleh anggota gereja maka di luar Lima Perintah Gereja masih ada kewajiban yang harus dipenuhi sebagai anggota Gereja. Kewajiban sebagai anggota Gereja juga kita temukan dalam Kitab Hukum Kanonik, antara lain yaitu:

Kaum beriman Kristiani terikat kewajiban untuk selalu membina persatuan dengan Gereja, juga dengan cara hidup masing-masing (Kan. 209 :1.). Dari kalimat ini mengandung makna bahwa setiap umat beriman Kristiani diminta untuk selalu terlibat dalam kegiatan

gereja sehingga akan selalu terjalin persatuan dengan gereja Katolik.

Semua orang beriman Kristiani, sesuai dengan kondisi khas masingmasing, harus menjalani hidup yang suci dan menyumbangkan tenaganya untuk memajukan perkembangan Gereja serta kekudusannya yang tak berkesudahan. (Kan. 210). Maju mundurnya gereja tergantung pada partisipasi aktif dari seluruh umat yang ada. Oleh karena itu umat berkewajiban untuk memajukan gereja dengan ikut serta turut aktif menyumbangkan tenaga dan kemampuannya untuk gereja.

Semua orang beriman Kristiani mempunyai kewajiban dan hak berjuang agar warta Ilahi keselamatan semakin menjangkau semua orang dari segala zaman dan di seluruh dunia (Kan. 211). Dalam hal berjuang ikut mewartakan karya keselamatan Allah, merupakan kewajiban yang sekaligus menjadi hak bagi seluruh umat beriman Kristiani.

Kaum beriman Kristiani terikat kewajiban untuk membantu memenuhi kebutuhan Gereja agar tersedia baginya apa yang perlu untuk ibadat ilahi, karya kerasulan serta amal dan nafkah yang wajar bagi para pelayan rohani. Selain itu mereka terikat kewajiban untuk memajukan keadilan sosial dan juga, mengingat perintah Tuhan perlu membantu orang-orang miskin dengan penghasilannya sendiri (Kan. 222:1 dan 2). Umat beriman Kristiani diajak untuk selalu mengusahakan tindakan amal kasih, baik untuk kehidupan gereja maupun untuk sesama yang menderita dan memerlukan bantuan.

Kaum awam yang seperti orang beriman Kristiani berdasarkan permandian dan penguatan, terikat kewajiban umum dan mempunyai hak, baik sendiri-sendiri maupun tergabung dalam perserikatan, agar warta Ilahi keselamatan dikenal dan diterima oleh semua orang di seluruh dunia. Kewajiban itu semakin mendesak dalam keadaankeadaan dimana Injil tak dapat didengarkan dan Kristus tak dapat di kenal orang selain lewat mereka (Kan. 225 :1). Menjadi saksi-saksi Kristus dalam mewartakan Injil kepada semua orang baik dengan kata dan perbuatan menjadi kewajiban semua anggota gereja. Sehingga warta keselamatan dapat diterima oleh semua orang. Menjadi sangat jelaslah bagi kita bahwa sebagai anggota Gereja kita memiliki kewajiban tidak hanya meningkatkan kualitas kehidupan pribadi kita melalui hidup doa (doa dihayati sebagai ungkapan hati kita secara jujur kepada Allah, ungkapan syukur atas kebaikan Allah, sehingga mendorong kita untuk dapat mensyukuri sekecil apapun anugerah Allah, bahkan dalam peristiwa yang kurang menyenangkan pun kita masih dapat mensyukurinya), hidup moral (berusaha untuk mengarahkan hidup kita pada karya Kebijaksanaan ilahi; mengikuti caracara dan aturan aturan yang menuntun manusia kepada kebahagiaan yang dijanjikan dan tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat menjauhkan kita dari cinta kasih Allah), hidup sakramental (semakin menghayati Perayaan Sakramen sebagai tanda kasih Allah yang menyelamatkan; tanda Karya Penyelamatan Allah bagi hidup kita sehingga Sakramen itu menjadi berdaya guna bagi kita. Karena daya Sakramen tidak tergantung dari kesucian pribadi pelayannya. Namun, buah dari Sakramen itu tergantung dari disposisi yang menerimanya), tetapi juga keterlibatan kita secara aktif dalam karya pelayanan Gereja, sehingga kehadiran kita di tengah-tengah masyarakat dapat menjadi tanda kehadiran Allah sendiri.

Hak Sebagai Anggota Gereja

Pada bagian pertama, sudah kita ketahui bahwa Kitab Hukum Kanonik mengatur tentang hak dan kewajiban umat beriman Kristiani dalam kehidupan menggerejanya. Selanjutnya, kita akan melihat apa saja hak yang dimiliki oleh umat beriman Kristiani sebagai anggota gereja. Hak umat beriman Kristiani sebagai anggota Gereja diatur dalam Kanon 212 sampai dengan Kanon 219 ditambah dengan Kanon 227, yang secara garis besar sebagai berikut:

1.       Orang-orang beriman Kristiani berhak untuk menyampaikan kepada para Gembala Gereja keperluan-keperluan mereka, terutama yang rohani dan harapan-harapan mereka (Kan. 212 :2).

2.       Kaum beriman Kristiani berhak untuk menerima dari para gembala rohani bantuan dari khazanah rohani gereja, terutama dari Sabda Allah dan sakramen-sakramen (Kan. 213).

3.       Kaum beriman Kristiani berhak untuk mengadakan ibadat kepada Allah menurut ketentuan-ketentuan ritus masing-masing yang telah disahkan para Gembala Gereja yang berwenang dan untuk mengikuti bentuk khas hidup rohani, asalkan selaras dengan ajaran gereja (Kan. 214).

4.       Kaum beriman Kristiani berhak penuh untuk dengan bebas mendirikan atau memimpin perserikatan-perserikatan dengan tujuan kesalehan atau amal kasih atau untuk membina panggilan Kristiani di dunia (Kan. 215).

5.       Kaum beriman Kristiani, yang karena permandian dipanggil untuk menjalani hidup yang selaras dengan ajaran Injil, mempunyai hak atas pendidikan Kristiani (Kan. 217).

6.       Semua orang beriman Kristiani mempunyai hak atas kebebasan dari segala paksaan dalam memilih status kehidupan. (Kan. 219).

7.       Kaum beriman Kristiani awam mempunyai hak agar dalam perkara-perkara masyarakat duniawi diakui kebebasan, sama seperti yang semua hak warga masyarakat. Tetapi dalam menggunakan kebebasan itu hendaknya mereka mengusahakan agar kegiatan-kegiatan mereka diresapi semangat Injil dan hendaknya mereka mengindahkan ajaran yang dikemukakan kuasa mengajar Gereja, tetapi hendaknya mereka berhati-hati jangan sampai dalam soal-soal yang masih terbuka mengajukan pendapatnya sendiri sebagai ajaran Gereja (Kan. 227). 100

Berdasarkan hak umat beriman sebagai anggota Gereja Katolik seperti yang tertuang dalam kutipan Kitab Hukum Kanonik tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kita sebagai anggota gereja Katolik memiliki hak antara lain sebagai berikut:

Berdasarkan hak umat beriman sebagai anggota Gereja Katolik seperti yang tertuang dalam kutipan Kitab Hukum Kanonik tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kita sebagai anggota gereja Katolik memiliki hak antara lain sebagai berikut:

Dalam bidang liturgi

Liturgi merupakan salah satu bidang karya gereja. Oleh karena itu maka umat memiliki hak memperoleh pelayanan dalam bidang liturgi ini. Hak-hak itu antara lain:

1.       Mendapatkan pelayanan rohani

2.       Mendapatkan pelayanan sakramen

3.       Mengadakan ibadat sesuai ritus yang ditetapkan

4.       Dalam bidang pewartaan: Pewartaan juga merupakan salah satu bidang pelayanan gereja. Bidang pewartaan selain menjadi kewajiban sekaligus menjadi hak setiap anggota gereja, yaitu: Ikut serta dalam pewartaan Injil

5.       Umat beriman juga berhak memperoleh pendidikan Katolik

6.       Dalam hak kebebasan : Hak kebebasan adalah merupakan hak asasi manusia. Demikian juga hak kebebasan ini dimiliki oleh setiap anggota gereja, seperti:

7.       Hak untuk berserikat

8.       Hak memilih status kehidupan

Dengan memahami berbagai macam hak yang kita miliki sebagai anggota gereja, hendaknya kita semakin sadar untuk tidak menuntut hak secara berlebihan terhadap gereja karena kita sendiri merupakan bagian dari gereja. Perlu disadari pula hak kita sebagai anggota gereja akan terpenuhi apabila kita melaksanakan kewajiban kita sebagai anggota gereja secara bertanggung jawab. “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Matius 6:33).

Melalui baptis kita telah diangkat menjadi anak-anak Allah dan menjadi anggota Gereja. Sebagai anggota Gereja kita dituntut untuk terlibat secara aktif ambil bagian dalam tugas dan karya Gereja denganmenjadi saksi tentang Karya Tuhan Yesus Kristus. Melihat apa yang dilakukan oleh anak-anak Zebedeus yaitu Yohanes dan Yakobus, tidak baiklah jika kita hanya sekedar menuntut hak. Sebab bagi Yesus hak itu akan diberikan bagi mereka yang telah disediakan. Sebagai murid Yesus kita perlu bertanya apa motivasi kita mengikuti Yesus? Apa kita juga terlalu cepat menuntut hak kita sebagai murid Yesus? Pertanyaan reflekstif ini perlu kita renungkan secara mendalam agar hidup kita semakin hari semakin menyadari hak dan kewajiban kita sebagai murid Yesus sekaligus bagian dari Gereja. Karena sering kita lupa bahwa menjadi murid Yesus menuntut perubahan hati secara mendasar (metanoia), serta pertobatan religius yang sering dilambangkan dengan meninggalkan segala milik bukan menuntut untuk dipenuhi haknya (bdk. Markus 10:21). Menjadi murid Yesus juga berarti ikut serta dalam tugas pelayanannya, bersedia mencintai orang lain dengan cinta penuh pengorbanan, tanpa syarat, dan tanpa batas.

Demikian juga sebagai anggota Gereja, kitapun dituntut secara aktif melanjutkan karya Penyelamatan Allah yang terpenuhi dalam diri Yesus Kristus dengan melanjutkan karya-karya Yesus melalui karya pelayanan Gereja. Sebab Gereja akan bertahan hidup kalau semua anggota Gereja melaksanakan hak dan kewajibannya secara bertanggung jawab.

Pokok pikiran

Kebiasaan yang terjadi, setelah melaksanakan kewajiban sering kita langsung menuntut hak yang kita akui sebagai milik kita dan yang harus dipenuhi oleh orang lain. Itulah yang terjadi pada anak-anak Zebedeus, yaitu Yakobus dan Yohanes. Mereka merasa telah berkorban mengikuti Yesus dengan meninggalkan segala miliknya, maka mereka merasa pantas untuk menuntut haknya kepada Yesus sebagai balas budi atas pengorbanan mereka selama ini. Yang mereka inginkan adalah menjadi pendamping Yesus ketika Ia memperoleh kemuliaan- Nya dengan duduk di sebelah kanan dan di sebelah kiri-Nya. “Tetapi hal duduk di sebelah kanan-Ku atau di sebelah kiri-Ku, Aku tidak berhak memberikannya. Itu akan diberikan kepada orang-orang bagi siapa itu telah disediakan.” Jawab Yesus. Kata-kata Yesus menegaskan bahwa hak akan diberikan oleh Allah.

Melalui baptis kita telah diangkat menjadi anak-anak Allah dan menjadi anggota Gereja, sebagai anggota Gereja kita dituntut untuk terlibat secara aktif ambil bagian dalam tugas dan karya Gereja dengan menjadi saksi tentang Karya Tuhan Yesus Kristus. Melihat apa yang dilakukan oleh anak-anak Zebedeus yaitu Yohanes dan Yakobus, tidak baiklah jika kita hanya sekedar menuntut hak, sebab bagi Yesus hak itu akan diberikan bagi mereka yang telah disediakan.

Dengan memahami berbagai macam hak yang kita miliki sebagai anggota Gereja, hendaknya kita semakin sadar untuk tidak menuntut hak secara berlebihan terhadap gereja karena kita sendiri merupakan bagian dari gereja. Perlu disadari pula hak kita sebagai anggota gereja akan terpenuhi apabila kita melaksanakan kewajiban kita sebagai anggota gereja secara bertanggung jawab. “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Matius 6:33).

Menjadi murid Yesus menuntut perubahan hati secara mendasar (metanoia), pertobatan religius yang sering dilambangkan dengan meninggalkan segala milik bukan menuntut untuk dipenuhi haknya (bdk. Markus 10:21). Menjadi murid Yesus juga berarti ikut serta dalam tugas pelayanannya, bersedia mencintai orang lain dengan cinta penuh pengorbanan, tanpa syarat, dan tanpa batas.

Demikian juga sebagai anggota Gereja, kitapun dituntut secara aktif melanjutkan karya Penyelamatan Allah yang terpenuhi dalam diri Yesus Kristus dengan melanjutkan karya-karya Yesus melalui karya pelayanan Gereja. Sebab Gereja akan bertahan hidup kalau semua anggota Gereja melaksanakan hak dan kewajibannya secara bertanggung jawab.

 


05 September 2021

SYUKUR SEBAGAI CITRA ALLAH

 


Dari pengalaman hidup harian kita, kita mempunyai banyak alasan untuk bersyukur atas hidup yang dikaruniakan Allah kepada kita. 

Ada berbagai macam bentuk bagaimana orang bersyukur atas kehidupannya yaitu:

  • Perayaan hari ulang tahun kelahiran
  • Hari ulang tahun perkawinan
  • Upacara selamatan/syukuran
  • Perayaan haribesar keagamaan seprti: Paskah, Natal, Lebaran dll 

Mengapa kita bersyukur atas hidup ?

Setidaknya ada 4 (empat) alasan dasar mengapa kita patut bersyukur yaitu:

  1. Hidup adalah Anugerah dari Allah

Dalam Kitab Suci (Mazmur 91:16, Kel 20:12, Amos 10) dijelaskan, umur panjang dipahami sebagai Karunia Allah. Hidup bukan untuk dikuasai dan diperlakukan semaunya, melainkan untuk pelayanan dan pengabdian kepada Allah dan sesama 

  1. Hidup itu berharga

Berharganya hidup karena pemberian dari Allah sendiri (Kej 2:7, Yer 27:5) dan pemberian itu menjadi relasi dengan Allah , manusia dan sesamanya (Keb 9:1-3, Luk 17:1-19) 

  1. Hidup itu Hak Dasar

Hak untuk hidup merupakan hak dasar yang diberikan Allah kepada setiap orang, karena itu wajib kita hormati, pertahankan dan kembangkan. Maka hal-hal yang bertentangan dengan hidup adalah sesuatu yang keji contohnya: Pembunuhan, Perang, Pengguguran kandungan (Aborsi) dll 

  1. Hidup itu Citra Allah

Hidup manusia merupakan kesatuan jiwa-tubuh menurut Citra Allah (kej 1:27). Dengan penebusan Kristus, manusia dipanggil menjadi Anak-anak Allah dan masuk dalam Kehidupan Allah, yang dimaknai dan ditandai dalam Sakramen-sakramen Gereja.Hukum Cinta Kasih memperteguh penghormatan hidup terhadap manusia. 

Langsung atau tidak langsung, kita sering mendengar berbagai pandangan mengenai Makna hidup, apapun pandangan orang tentang hidup, sangatlah tergantung pada:

·         Sejauh mana hidup itu dialami

·         Sejauh mana hidup itu dihayati

·         Sejauh mana hidup itu diaktualisasikan dll 

Ada berbagai pandangan dan sikap terhadap hidup, antara lain:

  1. Hidup sebagai beban berat atau kutukan

Pandangan ini biasanya muncul dari orang –orang yang dalam hidupnya banyak mengalami kegagalan, kekecewaan, bencana atau penderitaan 

  1. Hidup sebagai “Takdir”

Hidup manusia twergantung sepenuhnya pada Tuhan, dan manusia tidak punya hak apa-apauntuk menentukan jalan hidupnya. Pandangan ini menumbuhkan sikap cepat pasrah menyerah terhadap kegagalan, tidak kreatif untuk mengisi dan mengembangkan hidup. Orang tersebut bersikap menunggu dan tidak proaktif. 

  1. Hidup itu “Seni”

Hidup sungguh indah karena mengandung keanekaragaman warna kehidupan: ada suka duka, ada gagal dan berhasil, ada manis dan pahit. Semuanya ada justru membuatnya indah untuk dijalani. Pandangan ini menumbuhkan sikap kreatif dan mencari terobosan baru agar hidup menjadi lebih enak. Tidak cepat puas atas kberhasilan atau terlena dalam kegembiraan, karena sadar disaat yang lain dapat saja kegagalan dan kesedihan akan muncul. 

Masing–masing dari pandangan tentang hidup tersebut berdampak pada sikap dan prilaku seseorang dalam hidupnya sehari-hari. 

Yesus dalam dalam Perjanjian Baru menawarkan suatu pandangan tentang hidup yakni:

  • Hidup adalah anugerah Allah sendiri yang patut disyukuri
  • Hidup telah diberikan, maka selayaknya setiap orang bersyukur kepada yang telah memberi hidup itu.
  • Sekalipun Allah telah memberikan hidup, tetapi bAllah senantiasa menyelenggarakan hidup manusia melalui berbagai peristiwa dan pengalaman
  • Allah ingin agar hidup itu dapat berjalan dan mendatangkan kebahagiaan bagi manusia
  • Allah telah menyelamatkan kita melalui berbagai peristiwa hidup kita, bahkan mungkin melalui pengalaman pahit sekalipun. 

Dalam injil Lukas Lukas 17: 11-19, Yesus mengajak kita untuk:

  • Menaladani Orang Samaria yang setelah mengalami penyelamatan Allah melalui Yesus pergi bersyukur kepadaNya
  • Dari sepuluh oaring yang disembuhkan ternyata hanya ada satu orang yang kembali untuk bersyukur
  • Kebetulan orang yang bersyukur itu adalah Orang Samaria, yang selama ini dianggap kafir (tidak beriman kepada Allah) oleh orang-orang Yahudi, tetapi orang tersebut melakukan yang terbaik dalam hidupnya. Ia bersyukur kepada Allah karena melalui penyembuhan yang dialaminya, Ia mampu merasakan kehadiran Allah yang menyelamatkan. 

Ada berbagai macam cara yang dapat kita lakukan untuk bersyukur antara lain:

  1. Memuliakan Allah lewat doa atau ibadat, baik secara pribadi maupun mengundang sesama
  2. Menolong sesama yang menderita
  3. Berusaha hidup lebih baik
  4. Memelihara kehidupan itu sendiri seperti: menjaga kesehatan, menjaga kebersihan, menjauhi obat-obatan terlarang
  5. Menjaga kehidupan orang lain seperti yang dilakukan Bunda Teresa yang menolong orang miskin dan terbuang
  6. Membiasakan bersyukur atas peristiwa hidup, baik suka maupun duka. 

Gereja mengajak kita untuk senantiasa bersyukur, karena hanya manusia yang mampu bersyukur. Manusia mampu bersyukur karena sebagai CitraNya, Allah telah membekali manusia dengan akal budi dan hati nurani serta roh. Semua itu memampukan manusia untuk senantiasa mencari Allah dan mengarahkan hidup sesuai dengan kehendsak Allah. 

Lewat Akal budi, hari nurani dan roh pula manusia mampu mengamini, bahwa sesungguhnya hidup manusia dengan segala pengalamannya baik manis maupun pahit, menyenangkan maupun tidak menyenangkan, sempurna maupun tidak sempurna, tidak pernah dari peran Allah sang pencipta. Hidup yang kita alami apapun keadaannya sesungguhnya merupakan bukti pemeliharaan dan cinta Tuhan. Selayaknyalah manusiapun bertumbuh menjadi pribadi yang penuh syukur kepadaNya. 

Manusia akan mampu bersyukur bila :

·          mampu mengagumi keindahan dan karya serta penyertaan Tuhan dalam hidupNya

·         mengakui bahwa apa yang dilakukan Tuhan tersebut sebagai cara Tuhan mencitai dirinya

·         mengungkapkan dengan ibadat dan mewujudkan syukur dalam hidup sehari-hari dengan tindakan.

Proses ini hanya dapat dilakukan bila manusia masuk dalam suasana hening dan meninggalkan berbagai kesibukan.

 

 


 

 

Materi Agama Katolik

SANTO AMBROSIUS, USKUP DAN PUJANGGA GEREJA

Santo Ambrosius, Uskup dan Pujangga Gereja Tanggal Pesta: 7 Desember Ambrosius lahir pada tahun 334 di Trier, Jerman dari sebuah keluarga Kr...