15 Mei 2021

KISI-KISI PAS AGAMA KELAS VII SEMESTER GENAP

 

 

Materi

Indikator

 Yesus Sang Pengampun


        Yesus Sang Pengampun
    
 
        Yesus Sang Pengampun


        Yesus yang berbelas kasih

        Yesus yang berbelas kasih

         Yesus yang berbelas kasih

         Yesus yang berbelas kasih

         Yesus yang berbelas kasih

         Yesus yang berbelas kasih

         Yesus yang berbelas kasih

         Yesus yang berbelas kasih
        
         Yesus Sang Pengampun


         Yesus Sang Pengampun  


         Yesus Peduli Penderitaan sesama
         Yesus Peduli Penderitaan sesama 

         Yesus Peduli Penderitaan  sesama

         Yesus Pejuang Kesetaraan Gender

         Yesus Peduli Penderitaan sesama

         Yesus Sang Pendoa

         Yesus Sang Pendoa


         Yesus Sang Pendoa

         Yesus Sang Pendoa

         Yesus Pejuang Kesetaraan Gender


         Yesus Peduli Penderitaan   sesama


         Yesus yang berbelas kasih


         Yesus Pejuang  Kesetaraan  Gender

         Yesus Sang Pengampun 


         Sabda Bahagia

         Sabda Bahagia

         Sabda Bahagia

         Sabda Bahagia
         Sabda Bahagia

         Kebebasan Anak-anak  Allah

         Kebebasan Anak-anak Allah

         Kebebasan Anak-anak Allah

         Kebebasan Anak-anak Allah

         Yesus Sang Pengampun

         Yesus Sang Pengampun

          Kebebasan Anak-anak  Allah
         Kasih yang tidak membedakan.

         Kebebasan anak-anak Allah

         Yesus Sang Pendoa

         Yesus yang berbelas  kasih


          Sabda Bahagia

          Sabda Bahagia 

 

 

  1.    Peserta didik mampu menunjukkan makna sabda Yesus tentang   pengampunan:’ bukan tujuh puluh kali tujuh, melainkan tujuh puluh kali tujuh puluh kali….”
  2.      Ditampilkan Injil Yohanes 8:3. Peserta didik mampu menyebutkan tujuan orang Farisi membawa perempuan yang kedapatan berzihah kepada Yesus.
  3.        Peserta didik mampu menunjukkan sikap Yesus terhadap perempuan yang   kedapatan berzinah.
  4.        Ditampilkan teks Kitab Suci, Injil Yohanes 10:14. Peserta didik mampu menunjukkan  arti kata domba-domba yang dimaksudkan oleh Yesus berdasarkan Injil  Yohanes 10: 14
  5.         Peserta didik mampu menyebutkan  peristiwa yang menunjukkan sikap Yesus sebagai gembala yang baik.
  6.        Peserta didik mampu menyebutkan penulis Surat kepada Jemaat di Efesus.
  7.        Peserta didik mampu menyebutkan berita baru yang disampaikan oleh Yesus kepada semua orang.
  8.         Peserta didik mampu menyebutkan tokoh yang menjadi teladan kasih yang sempurna.
  9.         Peserta didik mampu menyebutkan perintah  Yesus dalam Injil Yohanes 14:17.
  10.         Ditampilkan teks Kitab Suci Injil Yohanes 15:16. Peserta didik mampu menyebutkan peran Yesus menurut Yohanes 15;16
  11.        Peserta didik mampu menyebutkan sifat-sifat kasih menurut santo Paulus.
  12.        Peserta didik mampu menyebutkan istilah lain dari pengampunan Tuhan atas dosa kita melalui seorang imam pada saat penerimaan Sakramen Tobat.
  13.        Peserta didik mampu menyebutkan batas waktu minimum bagi umat katolik untuk mengaku dosa berdasarkan Lima Perintah Gereja.
  14.         Peserta didik mampu menunjukkan pengertian berkorban.
  15.      Peserta didik mampu menunjukkan seseorang berkorban bagi pihak lain sebagai tanda setia.
  16.        Siswa mampu menunjukkan puncak pengorbanan Yesus sebagai tanda kasih bagi manusia
  17.         Peserta didik mampu menunjukkan sikap-sikap  diskriminatif dari siswa laki-laki terhadap teman perempuan  di sekolah.
  18.      Peserta didik mampu menyebutkan sikap pengorbanan kita di tengah keluarga.
  19.      Peserta didik mampu menyebutkan doa yang diajarkan oleh Yesus sendiri.
  20.        Peserta didik mampu menunjukkan makna sabda Yesus: jikalau kamu berdoa, masuklah kamar dan kuncilah pintu, dan berdoalah hanya kepada Bapamu di surga.
  21.         Peserta didik mampu menyebutkan syarat doa yang baik menurut Yesus
  22.        Peserta didik mampu menunjukkan alasan mengapa kita harus berdoa.
  23.        Siswa mampu menjelaskan kisah-kisah dalam Kitab Suci yang menunjukkan perjuangan Yesus dalam memperjuangkan kesetaraan martabat manusia.
  24.        Peserta didik mampu menunjukkan tindakan orang Lewi dan orang Farisi terhadap korban menurut kisah “orang Samaria yang baik hati”.
  25.         Peserta didik mampu menunjukkan kemurahan hati orang Samaria dalam tindakannya menolong  orang lain tanpa membedakannya.
  26.        Peserta didik mampu menunjukkan sikap kita terhadap teman perempuan.
  27.        Peserta didik mampu menunjukkan sikap yang dapat ditiru dari tindakan Yesus sehubungan dengan pemilihan Zakeus sebagai murid Yesus.
  28.        Peserta didik mampu menunjukkan hal yang tidak membuat kita bahagia di sekolah.
  29.        Peserta didik mampu menyebutkan tujuan   hidup manusia di dunia ini.
  30.         Peserta didik mampu menunjukkan isi kotbah di Bukit yang disampaikan oleh Yesus.
  31.         Peserta didik mampu menunjukkan bunyi Injil Matius 5:3.
  32.      Peserta didik mampu menunjukkan kategori orang yang bahagia menurut Yesus berdasarkan Matius 5; 1-12.
  33.        Peserta didik mampu menyebutkan 3 hal yang membuat manusia menjadi ciptaan yang sempurna.
  34.        Peserta didik mampu menunjukkan fungsi kebebasan bagi manusia.
  35.        Peserta didik mampu menyebutkan contoh praktek kebebasan yang terarah kepada hal yang negatif.
  36.        Peserta didik mampu menunjukkan isi Katekismus Gereja Katolik artikel 1731.
  37.        Peserta didik mampu menunjukkan perubahan sikap pada diri Zakeus setelah dikunjungi Yesus.
  38.         Peserta didik  mampu menjelaskan sikap Yesus terhadap wanita tersebut  menurut Yohanes 8:2-11
  39.        Peserta didik  mampu menjelaskan fungsi kebebasan bagi kita
  40.        Peserta didik  mampu menjelaskan makna kisah Orang Samaria yang  Baik Hati  menurut Lukas 10: 25-37
  41.        Peserta didik  mampu menjelaskan kebebasan sejati menurut Gaudium et Spes artikel 17.
  42.        Peserta didik  mampu menuliskan permohonan-permohonan yang terdapat dalam doa Bapa Kami.
  43.        Disajikan teks Kitab Suci Lukas 7: 11-17. Peserta didik mampu menjelaskan perbuatan kasih Yesus dalam teks Injil tersebut dan  perbuatan kasih yang kita  lakukan seturut teladan Yesus!
  44.        Peserta didik  mampu nenuliskan 3 maksud Yesus menyampaikan Sabda Bahagia!
  45.         Peserta didik mampu menuliskan 4 aspek iman dari Sabda Bahagia Yesus!

Praktek: Menulis Doa




 

11 Mei 2021

MATERI KELAS XI: HUKUMAN MATI

 Pengertian:

Hukuman mati adalah suatu hukuman atau vonis yang dijatuhkan pengadilan (atau tanpa pengadilan) sebagai bentuk hukuman terberat yang dijatuhkan atas seseorang akibat perbuatannya.

Pada tahun 2005, setidaknya 2.148 orang dieksekusi di 22 negara, termasuk Indonesia. Dari data tersebut 94% praktik hukuman mati hanya dilakukan di beberapa negara, misalnya: Iran, Tiongkok, Arab Saudi, dan Amerika Serikat.

Studi ilmiah secara konsisten gagal menunjukkan adanya bukti yang meyakinkan bahwa hukuman mati membuat efek jera dan efektif dibanding jenis hukuman lainnya. Survey yang dilakukan PBB pada 1998 dan 2002 tentang hubungan antara praktik hukuman mati dan angka kejahatan pembunuhan menunjukkan, praktik hukuman mati lebih buruk daripada penjara seumur hidup dalam memberikan efek jera pada pidana pembunuhan.

Ajaran Gereja Katolik mengenai hukuman mati mengalami perkembangan dalam proses yang sangat panjang. Beberapa kutipan berikut ini dapat menjelaskan perkembangan dan perubahan ajaran Gereja Katolik mengenai hukuman mati itu:

Macam-macam bentuk Pelaksanaan Hukuman Mati

Dalam sejarah, dikenal beberapa cara pelaksanaan hukuman mati:

Hukuman pancung: hukuman dengan cara potong kepala

Sengatan listrik: hukuman dengan cara duduk di kursi yang kemudian dialiri listrik bertegangan tinggi

Hukuman gantung: hukuman dengan cara digantung di tiang gantungan

Suntik mati: hukuman dengan cara disuntik obat yang dapat membunuh

Hukuman tembak: hukuman dengan cara menembak jantung seseorang, biasanya pada hukuman ini terpidana harus menutup mata untuk tidak melihat.

Rajam: hukuman dengan cara dilempari batu hingga mati

Dalam sejarah, dikenal beberapa cara pelaksanaan hukuman mati:

Hukuman pancung: hukuman dengan cara potong kepala

Sengatan listrik: hukuman dengan cara duduk di kursi yang kemudian dialiri listrik bertegangan tinggi

Hukuman gantung: hukuman dengan cara digantung di tiang gantungan

Suntik mati: hukuman dengan cara disuntik obat yang dapat membunuh

Hukuman tembak: hukuman dengan cara menembak jantung seseorang, biasanya pada hukuman ini terpidana harus menutup mata untuk tidak melihat.

Rajam: hukuman dengan cara dilempari batu hingga mati

Tingkat kriminalitas berhubungan erat dengan masalah kesejahteraan dan kemiskinan suatu masyarakat, maupun berfungsi atau tidaknya institusi penegakan hukum.

Dukungan hukuman mati didasari argumen di antaranya bahwa hukuman mati untuk pembunuhan sadis akan mencegah banyak orang untuk membunuh karena gentar akan hukuman yang sangat berat. Jika pada hukuman penjara penjahat bisa jera dan bisa juga membunuh lagi jika tidak jera,pada hukuman mati penjahat pasti tidak akan bisa membunuh lagi karena sudah dihukum mati dan itu hakikatnya memelihara kehidupan yang lebih luas.

Dalam berbagai kasus banyak pelaku kejahatan yang merupakan residivis yang terus berulang kali melakukan kejahatan karena ringannya hukuman. Seringkali penolakan hukuman mati hanya didasarkan pada sisi kemanusiaan terhadap pelaku tanpa melihat sisi kemanusiaan dari korban sendiri,keluarga, kerabat ataupun masyarakat yang tergantung pada korban. Lain halnya bila memang keluarga korban sudah memaafkan pelaku tentu vonis bisa diubah dengan prasyarat yang jelas.

Hingga Juni 2006 hanya 68 negara yang masih menerapkan praktik hukuman mati, termasuk Indonesia, dan lebih dari setengah negara-negara di dunia telah menghapuskan praktik hukuman mati. Ada 88 negara yang telah menghapuskan hukuman mati untuk seluruh kategori kejahatan, 11 negara menghapuskan hukuman mati untuk kategori kejahatan pidana biasa, 30 negara negara malakukan moratorium (de facto tidak menerapkan) hukuman mati, dan total 129 negara yang melakukan abolisi (penghapusan) terhadap hukuman mati.

Praktek hukuman mati di juga kerap dianggap bersifat bias, terutama bias kelas dan bias ras. Di AS, sekitar 80% terpidana mati adalah orang non kulit putih dan berasal dari kelas bawah. Sementara di berbagai negara banyak terpidana mati yang merupakan warga negara asing tetapi tidak diberikan penerjemah selama proses persidangan.

Ajaran Gereja Katolik Tentang Hukuman Mati

Beberapa kutipan dari jaman lampau ketika Gereja Katolik menerima hukuman mati :

Surat Paus Innocensius III kepeada Uskup Agung Tarragonta, mengenai rumus pengakuan iman yang diwajibkan bagi para pengikut P. Waldo. Pada tahun 1210 dikatakan, “Kuasa sipil dapat, tanpa dosa berat, melaksanakan pengadilan darah, asalkan mengadili dengan adil, tidak karena benci, dengan arif, tidak tergesa-gesa”.

Katekismus Romawi yang diterbitkan berdasarkan dekret Konsili Trente (1566) : Bentuk lain pematian sah merupakan wewenang otoritas sipil yang diserahi kuasa atas hidup dan mati; dengan pelaksanaan legal dan yudisial mereka menghukum orang bersalah dan melindungi orang tak bersalah. Penggunaan adil atas kuasa ini, jauh dari kejahatan pembunuhan, adalah perbuatan ketaatan tertinggi terhadap perintah yang melarang pembunuhan. Tujuan perintah ini ialah pemeliharaan dan keamaan hidup manusia. Ada pun hukuman yang dijatuhkan otoritas sipil yang adalah pembalas legitim kejahatan, menurut kodratnya mengarah kepada tujuan ini, karena memberi keamanan kepada hidup dnegan menekan kegusaran dan kekerasan. Maka kata-kata Daus : di pagi hari aku mematikan semua orang jahat di negeri, agar aku dapat memotong semua pelaku kejahatan dari kota Tuhan….

Kesimpulan : pada tahap perkembangan ini Gereja Katolik menerima hukuman mati.

B. Beberapa kutipan dari ajaran Gereja yang paling baru mengenai hukuman mati : mulai dengan menerima dengan syarat sampai menolak.

Katekismus Gereja Katolik (11 Agustus 1992) menyatakan : Untuk menjaga kepentingan umum masyarakat diperlukanupaya untuk membuat penyerang tak mampu merugikan. Karena itu ajaran tradisional Gereja mengakui dan mendasari hak dan kewajiban otoritas publik yang legitim untuk menghukum penjahat dengan hukuman yang setimpal dengan beratnya kejahatan, tak terkecuali dalam kasus yang amat berat, hukuman mati. Dengan alasan-alasan analog, mereka yang mengemban otoritas mempunyai hak untuk, dengan kekerasan senjata melawan penyerang bersenjata yang melawan masyarakat yang menjadi tanggungan pengemban otoritas itu. Efek pertama hukuman ialah memperbaiki kekacauan yang disebabkan pelanggaran. Bila hukumannya diterima dengan sukarela oleh pelanggar, maka ada nilai silih. Selain itu hukuman mengakibatkan pemeliharaan tatatan publik dan keamanan orang. Akhirnya, hukuman juga merupakan pengobatan; sejauh mungkin hukuman harus merupakan bantuan untuk perbaikan diri pelanggar (No 2266).

Bila sarana tak berdarah cukup untuk membela hidup manusia melawan penyerang dan untuk melindungi tatanan publik dan keamanan orang, otoritias publik hendaknya membatasi diri dengan mempergunakan sarana seperti itu, karena lebih sesuai dengan kondisi konkret kepentingan umum dan lebih selaras dengan martabat manusia (No 2267).

Kesimpulan: Menurut Katekismus ini, hukuman mati diperbolehkan dalam kasus-kasus yang sangat parah kejahatannya. Namun, apabila terdapat cara lain untuk melindungi masyarakat dari penyerang yang tidak berperi-kemanusiaan, cara-cara lain ini lebih dipilih daripada hukuman mati karena cara-cara ini dianggap lebih menghormati harga diri seorang manusia dan selaras dengan tujuan kebaikan bersama (bdk KGK 2267). Di sini terjadi peralihan pandangan Gereja tentang konsep hukuman mati

C. Ensiklik Paus Yohanes Paulus II “Evangelium Vitae” No 55-57 (25 Maret 1995)

Dalam ensiklik Evangelium Vitae yang diterbitkan tahun 1995, Paus Yohanes Paulus II menghapuskan status persyaratan untuk keamanan publik dari hukuman mati ini dan menyatakan bahwa, dalam masyarakat modern saat ini, hukuman mati tidak dapat didukung keberadaannya. Berikut kutipannya: “Jelaslah bahwa untuk pencapaian tujuan ini (=melindungai masyarakat), hakikat dan lingkup hukuman harus dinilai dan diputuskan dengan seksama, dan tak perlu terlalu jauh sampai melaksanakan eksekusi mati bagi pelanggar kecuali dalam kasus-kasus yang mutlak perlu; dengan kata lain, bila mustahil dengan cara lain melindungi masyrakat. Namun dewasa ini sebagai hasil perbaikan terus-menerus dalam penataan sistem pidana, kasus demikian amat jarang, kalau tidak praktis tidak ada” (No 56). Dengan demikian Gereja Katolik tidak mendukung hukuman mati.

D. Intervensi Pengamat Tetap Takhta Suci di Perserikatan Bangsa-Bangsa di depan Komite Penghapusan Hukuman Mati (2 Novenber 1999). Beberapa bagian dari intervensi adalah sebagai berikut : Maka dari itu posisi Takhta Suci ialah agar otoritas harus membatasi diri, bahkan untuk kejahatan yang paling serius, dengan menggunakan sarana hukuman yang tidak mematikan, karena sarana-sarana ini ‘lebih sesuai untuk memelihara kepentingan umum dan lebih selaras dengan martabat manusia’ (KGK 2267). Dewasa ubu begara-negara dapat memakai kemungkinan-kemungkinan baru untuk ‘secara efektif mencegah kejahatan, dengan membuat orang yang telah melakukan pelanggaran tak mampu merugikan – tanpa secara definitif merenggut darinya kemungkinan menebus dirinya (Evangelium Vitae 56). …. Perkenankanlah saya mengatakannya dengan jelas, setiap orang yang hidupnya diakhiri di kamar gas, dengan penggantungan, dengan injeksi yang mematikan atau oleh komando penembak, adalah seorang dari kita – manusia, saudara atau saudari, betapa pun kejamnya dan tak manusiawi nampaknya tindakannya ….Pada fajar milenium baru, pantaslah umat manusia menjadi lebih manusiawi dan kurang kejam. Pada akhir abad yang telah melihat kekejaman yang tak terperikan melawan martabat manusia dan hak-haknya yang tak terganggu-gugat, memberikan perhatian serius terhadap penghapusan hukuman mati akan menjadi prakarsa yang pantas dicatat bagi umat manusia ….. Diskusi tentang pembatasan dan penghapusan hukuman mati menuntut dari negara-negara kesadaran baru tentang kesucian hidup dan hormat yang patut diterimanya. Diperlukan keberanian untuk mengatakan “tidak” kepada setiap jenis pematian, dan diperlukan kemurahan hati untuk memberi kepada pelaku kejahatan yang terbesar sekali pun kesempatan untuk menghayati hidup yang dibarui dengan penyembuhan dan pengampunan. Dengan melakukan hal itu pastilah akan berkembangan perikemanusiaan yang lebih baik.

E. Pernyataan yang paling baru adalah surat yang disampaikan oleh Paus Fransiskus kepada Komisi Internasional Penghapusan Hukuman Mati, pada tanggal 20 Maret 2015. Berikut beberapa kutipan dari surat itu : Secara pribadi saya sangat menghargai komitmen Anda semua untuk membangun dunia yang bebas dari hukuman mati dan usaha Anda untuk diberlakukannya moratorium eksekusi mati di seluruh dunia dan akhirnya penghapusan hukuman mati …. Magisterium Gereja, mulai dari Kitab Suci dan dari pengalaman sejarah Umat Allah selama ribuan tahun, membela hidup sejak saat perkandungan sampai kematian natural dan menjunjung tinggi martabat manusia sebagai citra Allah (Kej 1:26). Hidup manusia adalah suci karena sejak awal hidup manusia merupakan buah karya penciptaan Allah (KGK 2258) dan sejak saat pembuahan itu, manusia … satu-satunya makhluk yang dikehendaki Tuhan demi dirinya sendiri, adalah pribadi yang menerima kasih Allah secara pribadi (GS 24). … Hidup, khususnya hidup manusia adalah milik Allah saja. Bahkan seorang pembunuh tidak kehilangan martabatnya yang dijamin oleh Allah. Allah tidak menghukum Kain dengan pembunuhan, karena Ia lebih ingin pendosa bertobat daripada mati (Evangelium Vitae 9). … Dalam kasus-kasus tertentu, pembelaan diri dapat dibenarkan, juga kalau pembelaan diri itu berakibat pada terbunuhnya penyerang (Evangelium Vitae 55). Tetapi prinsip pembelaan diri pribadi ini tidak dapat ditrapkan pada tingkat sosial. Maksudnya, ketika hukuman mati diterapkan, orang dibunuh tidak ketika dia menyerang, tetapi dia dibunuh karena kesalahan yang dilakukan di masa lalu. … Sekarang ini hukuman mati tidak bisa diterima, seperti apapun kejahatan orang yang dijatuhi hukuman. Hukuman mati mencederai prinsip hak hidup yang tidak bisa diganggu-gugat dan martabat pribadi manusia. Hukuman mati melawan rencana Allah terhadap manusia dan masyarakat dan juga keadilan-Nya yang penuh kerahiman, dan tidak sesuai dengan tujuan hukuman yang adil. Hukuman mati tidak memperlakukan korban dengan adil, tetapi bernada pembalasan … Bagi negara hukum, hukuman mati mencerminkan kegagalan, karena mewajibkan negara membunuh atas nama keadilan. Keadilan tidak pernah tercapai dengan membunuh manusia … Hukuman mati kehilangan seluruh legitimasi karena karena tidak sempurnanya pemilihan sistem keadilan kriminal dan karena kemungkinan kesalahan pengadilan. Keadilan manusia tidaklah sempurna, dan ketidakmampuan mengakui ketidaksempurnaan ini dapat menjadikannya sumber ketidak-adilan. Dengan diberlakukannya hukuman mati, orang yang dihukum tidak diberi kesempatan untuk membuat silih dan bertobat dari perbuatannya yang merugikan; tidak diberi kesempatan untuk mengakui kesalahan yang merupakan ungkapan peribatan batinnya. … Hukuman mati bertentangan dengan kemanusiaan dan kerahiman Allah, yang harus menjadi model keadilan manusiawi. Hukuman mati menyengsarakan manusia yang diperlakukan secara kejam (perasaan ketika menunggu eksekusi dst.) … Sekarang ini ada banyak cara untuk menghadapi kejahatan tanpa meniadakan kesempatan bagi penjahat untuk membaharui diri (Evangelium Vitae 27), tetapi juga kepekaan moral yang semakin tinggi mengenai nilai hidup manusia, yang menguatkan pendapat umum yang semakin mendukung penghapusan hukuman mati atau moratiorium terhadapnya (Kompendium Ajaran Sosial Gereja No 405). … Dan seperti yang saya sampaikan, hukuman mati secara langsung melawan perintah kasih kepada musuh sebagaimana disampaikan dalam Injil. Oleh karena itu semua orang kristiani dan yang berkehendak baik, dipanggil untuk berjuang demi penghapusan hukuman mati legal atau ilegal – dan bukan itu saja, tetapi juga berjuang untuk memperbaiki kondisi penjara demi hormat terhadap martabat manusia.

F. Kesimpulan :

1. Dari kutipan-kutipan itu jelas, bahwa pandangan atau ajaran Gereja Katolik mengenai hukuman mati, berkembang dan pada akhirnya berubah;

2. Perubahan pandangan ini berkaitan dengan kesadaran diri manusia dan pengalamannya akan Allah. Ini amat jelas dalam Kitab Suci : dalam Perjanjian Lama ada hukum pembalasan yang setimpal “Gigi ganti gigi, mata ganti mata”. Pembalasan yang setimpal ini sudah lebih maju dibandingkan dengan hukum pembalasan yang lebih berat daripada yang diterima “Kepala ganti gigi”. Dalam Perjanjian Baru, ketika Allah semakin dialami sebagai Sang Kasih, hukum pembalasan setimpal diganti secara radikal dengan Hukum Kasih. Ajaran Gereja Katolik mengenai hukuman mati mengalami perkembangan dan akhirnya perubahan yang radikal seperti itu.

 


10 Mei 2021

MATERI KELAS X: GAMBARAN KERAJAAN ALLAH PADA ZAMAN YESUS

 


Gambaran Kerajaan Allah pada Zaman Yesus Yesus Mewartakan dan Memperjuangkan Kerajaan Allah

A. Situasi Sosial Bangsa Israel

1. Situasi Sosial Politik

Setelah masa pembuangan bangsa Israel di Babilonia, enam abad sebelum Yesus, Palestina tunduk kepada Kerajaan Persia, Yunani dan Kekaisaran Romawi. Selain itu masih ada kelas pemilik tanah yang kaya raya yang suka menindas rakyat demi kepentingan dan kedudukan mereka. Puncak kekuasaan politik adalah procurator Yudea. Ia harus seorang Romawi. Ia berwenang menunjuk raja dan Imam Agung. Di Yudea, Imam Agung berperan di bidang politik sebagai raja selain sebagai pemimpin agama. Di Galilea kekuasaan dipegang oleh raja Herodes Antipas. Situasi yang kadang-kadang menekan tidak tertahankan dan muncul kaum pemberontak, yang disebut dengan kaum Zelot, yang bermarkas di Galilea.

2. Situasi Sosial Ekonomi

Sebagian besar tanah dikuasai oleh tuan tanah, dan rakyat kebanyakan biasanya hanya menjadi penggarap tanah. (buruh tani) atau penggembala. Kondisi ekonomi sebagian besar penduduk hanya pas pasan bahkan kurang untuk mencukupi kebutuhan keluarga mereka. Dan dengan situasi itu rakyat masih dibebani  berbagai macam pajak dan pungutan untuk pemerintah, untuk bait Allah dsb.

3. Situasi Sosial Kemasyarakatan

Masyarakat Palestina terbagi dalam kelas-kelas, seperti : tuan tanah besar, pemilik tanah kecil, perajin, kaum buruh dan budak. Kelas sosial tinggi dalam masyarakat Palestina adalah; kaum aristokrat, imam-imam, pedagang-pedagang besar dan pejabat-pejabat tinggi. Kelas sosial menengah bawah adalah para perajin, pejabat-pejabat rendah, awam, dan kaum lewi. Sedang lapisan kelas paling bawah adalah kaum buruh yang pada umumnya bekerja di sekitar Bait Allah.

4. Situasi Sosio Religius

Hukum Taurat sangat mewarnai hidup religius orangorang Yahudi. Kaum Farisi berusaha menjaga warisan dan jati diri Yahudi berdasarkan hukum taurat. Mereka menafsirkan dan kadang-kadang memanipulasi hukum taurat demi kepentingan mereka sendiri, sehingga sering mendatangkan beban yang tidak tertahankan bagi rakyat kecil. Singkatnya kebanyakkan rakyat di Palestina sangat tertindas pada saat Yesus Muncul. Mereka ditindas secara politis, ekonomis, sosial bahkan religius.

B. Paham Paham Tentang Kerajaan Allah

1. Paham Kerajaan Allah yang Berciri Nasionalistis

 

Bertujuan membebaskan bangsa Israel dari kuasa politik penjajah kaum kafir. Mereka berharap dengan kebangkitan nasionalisme, kemenangan bangsa Israel dapat tercapai dan Kerajaan Allah tercipta. Paham ini dipahami oleh kaum Zelot.

. Kerajaan Allah Menurut Pandangan para Aposkaliptik

Kerajaan Allah adalah sebuah kenyataan pada akhir zaman. Dunia ini sudah terlalu jahat dan jelek. Setelah zaman yang jahat ini hilang lenyap dibinasakan oleh Allah maka Kerajaan Allah akan menjadi kenyataan di bumi baru dan langit baru yang dijadikan Allah. Aliran ini percaya akan datangnya penghakiman Allah.

 3. Kerajaan Allah Menurut Pandangan para Rabi

Allah sekarang sudah meraja secara hukum, sedangkan diakhir zaman Allah menyatakan kekuasaannya sebagai raja semesta alam dengan menghakimi sekalian bangsa. Karena itu, mereka yang sekarang taat pada hukum Taurat sudah menjadi warga Kerajaan Allah. Tetapi, jika tidak melakukan hukum Taurat, maka bangsa Israel akan terus dijajah dan diperintah oleh kaum kafir.

C. Kerajaan Allah Yang Diwartakan Yesus

Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus lebih mirip dengan pandangan para rabi dan para nabi, yaitu Allah meraja, terutama dalam diri Yesus dan akan mencapai  kepenuhannya pada akhir zaman. Ketika Yesus berkeliling di Palestina untuk mewartakan Kabar baik dan melakukan berbagai perbuatan baik, termasuk mukjizatmukjizatnya, menjadi nyata bahwa Kerajaan Allah sebenarnya mulai dibangun di tengah umat yang percaya.

Kerajaan allah yang diwartakan Yesus secara singkat dapat dikatakan sebagai berikut :

1. Kerajaan Allah adalah Allah meraja atau memerintah. Oleh karena itu, manusia harus mengakui kekuasaan Allah dan menyerahkan diri (percaya) kepadanya, sehingga terciptalah kebenaran, keadilan, kesejahteraan dan kedamaian.

2. Kerajaan Allah yang diwartakan oleh Yesus akan mencapai kepenuhannya pada akhir zaman. Dalam kerangka ini Kerajaan Allah terkait dengan penghakiman terakhir dan ukuran penghakiman terakhir adalah tindakan kasih, dan bertobat serta percaya kepada warta yang dibawa oleh Yesus.

3. Kerajaan Allah adalah kabar mengenai masa depan dunia, di mana yang miskin tidak lagi miskin, yang lapar akan dipuaskan, yang tertindas tidak akan menderita lagi, yang tertawan akan dibebaskan. Itu semua perlu pengorbanan, maka Yesus sampai mengorbankan hidupnya di kayu salib adalah dalam kerangkan mewujudkan Kerajaan Allah, sehingga orang benar-benar mengalami damai sejahtera, sukacita, keadilan dan kebenaran.

D. Perbuatan Perbuatan Yesus Dalam Rangka Memperjuangkan Kerajaan Allah

 1. Yesus Mengadakan Mukjizat-mukjizat

Mukjizat yang dimaksud adalah kejadian yang luar biasa yang bagi orang percaya menangkapnya sebagai pernyatan kekuasaan Allah penyelamat. Mukjizatmukjizat Yesus itu mau menunjukkan :

a. Pemberitaan tentang Kerajaan Allah

 b. Bahwa Yesus adalah Mesias, maka dalam hal ini mukjizat Yesus mempunyai arti mesianis.

 c. Bahwa Yesus menyatakan solidaritas Allah dengan manusia yang miskin dan menderita serta kerasukan roh jahat.

2. Yesus Bergaul dengan Semua Orang :

Tanda Cinta Nya yang Universal Yesus dekat dengan semua orang, maka Ia juga sangat terbuka terhadap semua orang. Ia bergaul dengan semua orang dan tidak membeda-bedakan kelas. Yesus pun bergaul dengan orang orang yang berdosa, korup, pelacur dan para penderita penyakit berbahaya yang dikucilkan. Pergaulan Yesus ini sering dipandang oleh kaum Farisi amat tidal sesuai dengan adat sopan santun dan peraturan agama yang berlaku pada saat itu.

3. Yesus Memanggil Pengikut-PengikutNya Untuk mewartakan Kerajaan Allah, Yesus memanggil dan mengutus murid-muridnya. Mereka dituntut memiliki keterlibatan yang radikal. Orang orang yang dipanggil Yesus harus : a. Segera meninggalkan segala-galanya

MATERI KELAS X: KEBANGKITAN YESUS


A.   Kabangkitan Yesus merupakan peristiwa besar yang terjadi kurang lebih 2000 tahun yang lalu. Maka kita dapat memahami peristiwa tersebut merupakan peristiwa sejarah, dimana kubur yang telah kosong menjadi bukti nyata kabangkitan Yesus, serta penampakanNya sebagai manusia yang telah bangkit membuktikan peristiwa besar itu.

v  Kebangkitan Yesus merupakan peristiwa sejarah

Perjanjian Baru menegaskan bahwa kebangkitan Yesus dari alam maut merupakan kejadian yang benar-benar terjadi dalam sejarah manusia dan sejarah keselamatan. Santo Paulus dalam suratnya kepada umat di Korintus sekitar tahun 56: “Yang sangat penting telah kusampaikan kepadamu, yaitu apa yang telah kuterima sendiri, ialah bahwa Kristus telah mati karena dosa-dosa kita sesuai dengan Kitab Suci, bahwa Ia telah dikuburkan, dan bahwa Ia telah dibangkitkan, pada hari yang ketiga, sesuai dengan Kitab Suci; dan bahwa Ia telah menampakkan diri kepada Kefas dan kemudian kepada kedua belas murid-Nya” (1 Kor 15:3-4). Rasul Paulus berbicara di sini tentang tradisi yang hidup mengenai kebangkitan, yang ia dengar sesudah pertobatannya di depan pintu gerbang Damaskus (bdk. Kis 9:3-18).

v  Kubur kosong menandai Kristus yang bangkit

Kitab Suci Perjanjian Baru menceritakan tentang makam kosong sebagai titik awal kisah kebangkitan  Yesus. Tetapi kejadian makam kosong ini tidak langsung dengan sendirinya menjadi bukti tentang kebangkitan. Perempuan-perempuan yang melihat makam Yesus yang kosong, awalnya berpikir bahwa jenazah Yesus diambil orang (bdk. Yoh20:13; Mat 28:11-15). Walaupun demikian, makam kosong itu adalah satu bukti yang sangat penting untuk semua orang. Dengan melihat kejadian makam kosong, dan melihat “kain kafan terletak di tanah” (Yoh 20:6), maka mereka menjadi percaya bahwa Yesus benar-benar bangkit (Yoh 20:8). Mereka akhirnya percaya, bahwa jenazah Yesus tidak diambil oleh manusia, dan bahwa Yesus tidak kembali lagi ke suatu kehidupan duniawi seperti Lasarus (bdk. Yoh 11:44).

v  Yesus menampakkan Diri

Kisah bahwa Yesus bangkit dikuatkan dengan kisah penampakan Yesus. Pertama kali Yesus menampakkan diri kepada Maria dari Magdala, Maria Ibu Yakobus dan Salome (bdk. Mat 28:9-10; Yoh 20:11-18). Merekalah saksi kebangkitan Yesus yang pertama kali. Sesudah itu Yesus menampakkan diri kepada Petrus, kemudian kepada kedua belas murid-Nya (bdk. 1 Kor 15:5).

Mengapa Kristus Bangkit?

Menurut Santo Thomas Aquinas, ada lima alasan mengapa Kristus bangkit yakni:

Pertama, untuk menyatakan keadilan Allah.

 Kristus yang rela taat pada kehendak Allah, menderita dan wafat sudah selayaknya ditinggikan dengan kebangkitan-Nya yang mulia.

Kedua, untuk memperkuat iman kita.

Rasul Paulus menuliskan, “Tetapi andaikata Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu.” (1Kor 15:14) Dengan kebangkitan-Nya, maka Kristus sendiri membuktikan bahwa Dia adalah Tuhan, dan membuktikan bahwa kematian-Nya bukanlah satu kekalahan, namun merupakan satu kemenangan yang membawa kehidupan.

Ketiga, untuk memperkuat pengharapan.

Karena Kristus membuktikan bahwa Dia bangkit dan membawa orang-orang kudus bersama dengan-Nya, maka kita dapat mempunyai pengharapan yang kuat, bahwa pada saatnya, kitapun akan dibangkitkan oleh Kristus. Dan inilah yang menjadi pewartaan para rasul, seperti yang dikatakan oleh rasul Paulus “Jadi, bilamana kami beritakan, bahwa Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, bagaimana mungkin ada di antara kamu yang mengatakan, bahwa tidak ada kebangkitan orang mati?” (1Kor 15:12). Bersama-sama dengan Ayub, kita dapat berkata “Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu. yang aku sendiri akan melihat memihak kepadaku; mataku sendiri menyaksikan- Nya dan bukan orang lain. Hati sanubariku merana karena rindu.” (Ayb 19:25,27).

Keempat, agar kita dapat hidup dengan baik.

Santo  Thomas mengutip Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma, Roma 6:4, “Dengan demikian kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia oleh baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.” Dengan demikian, kebangkitan Kristus mengajarkan kita untuk senantiasa hidup dalam hidup yang baru, yaitu hidup dalam Roh.

Kelima, untuk menuntaskan karya keselamatan Allah.

Karya keselamatan Allah tidak berakhir pada kematian Kristus di kayu salib, namun berakhir pada kemenangan Kristus, yaitu dengan kebangkitan- Nya. Rasul Paulus menuliskan “yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita.” (Rm 4:25)

B. KENAIKAN YESUS KE SURGA

Selama 40 hari setelah kebangkitan, Yesus menampakkan diri kepada para muridNya. Selama itu, keadaanNya yang mulia masih terselubung dalam sosok tubuh seorang manusia biasa, sehingga para murid-murid-Nya dapat mengenali Dia (bdk. Mrk 16:12; Luk 24:15; Yoh 20:14-15; 21:4).Ia hadir di tengah mereka, makan dan minum bersama murid-murid-Nya (bdk. Kis 10:41) dan mengajarkan (bdk. Kis 1:3) mereka mengenai Kerajaan Allah. Yesus mengakhiri kebersamaan dengan para muridNya dengan menyampaikan tugas perutusan untuk mewartakan Injil, dan menjanjikan kuasa Roh Kudus (Kis 1:8) . “Sesudah Tuhan Yesus berbicara demikian kepada mereka, terangkatlah Ia ke Surga, lalu duduk di sebelah kanan Allah” (Mrk 16:19)

Gereja mengimani bahwa Kristus naik ke Surga dengan tubuh dan jiwa-Nya. Hal itu disebabkan karena ke-Allahan-Nya, Yesus senantiasa berada bersama dengan Allah Bapa dan Allah Roh Kudus. Dengan kenaikan-Nya ke Surga – dengan tubuh dan jiwa – maka Kristus untuk selamanya membawa persatuan kodrat kemanusiaan-Nya yang telah mulia bersama dengan ke-Allahan-Nya.

Kenaikan Kristus ke Surga berbeda dengan pengangkatan Bunda Maria ke Surga. Bunda Maria diangkat ke Surga karena kekuatan Allah, sedangkan Kristus naik ke Surga karena kekuatan-Nya sendiri – karena Dia adalah sungguh Allah. Rasul Paulus menegaskan: “Ia yang telah turun, Ia juga yang telah naik jauh lebih tinggi dari pada semua langit, untuk memenuhkan segala sesuatu.” (Ef 4:10). Dengan demikian, Yesus naik ke Surga dan ditinggikan lebih tinggi dari segala sesuatu baik di bumi maupun di Surga, bahkan segala sesuatu diletakkan di bawah kaki Kristus (lih. Ef 1:20-22).

Kenaikan Yesus Kristus ke Surga, mempunyai makna bahwa Ia ditinggikan dengan setinggi-tingginya, hal itu diungkapkan dengan perkataan “Duduk di sebelah kanan Allah Bapa.” . “duduk di sisi kanan Bapa”mengandung makna bahwa Yesus Kristus sehakikat dengan Bapa dan kemuliaan dan kehormatan. Duduk di sebelah kanan Bapa berarti awal kekuasaan Mesias. Penglihatan nabi Daniel dipenuhi: “Kepada- Nya diberikan kekuasaan, kemuliaan, dan kekuasaan sebagai raja. Segala bangsa, suku bangsa, dan bahasa mengabdi kepada-Nya. Kekuasaan-Nya kekal dan tidak akan lenyap. Kerajaan-Nya tidak akan musnah” (Dan 7:14). Sejak saat ini para Rasul menjadi saksi-saksi “kekuasaan-Nya”, yang “tidak akan berakhir” (Syahadat Nisea-Konstantinopel).

Makna  Kebangkitan Bagi Kita

Rasul Paulus menulis sebagai berikut: “Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu” (1Kor 15:17). Kebangkitan-Nya membuktikan bahwa pengajaran dan termasuk klaim bahwa Dia sungguh Allah mendapatkan bukti yang kuat. Hal ini diperkuat bahwa janji akan kebangkitan Kristus telah dinubuatkan sebelumnya. Rasul Paulus menyatakan, “Dan kami sekarang memberitakan kabar kesukaan kepada kamu, yaitu bahwa janji yang diberikan kepada nenek moyang kita, telah digenapi Allah kepada kita, keturunan mereka, dengan membangkitkan Yesus, seperti yang ada tertulis dalam mazmur kedua: Anak- Ku Engkau! Aku telah memperanakkan Engkau pada hari ini.” (Kis 13:32-33) Dengan kebangkitan Kristus, maka terbukalah pintu masuk menuju kehidupan baru, yaitu hidup yang dibenarkan oleh Allah atau hidup yang penuh rahmat Allah. Dikatakan dalam Rm 6:4 “Supaya seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru.” Hidup yang baru, yaitu hidup di dalam rahmat, memungkinkan kita untuk dapat menjadi saudara Kristus dan menjadi anak- anak Allah di dalam Kristus. Dan kepercayaan akan besarnya rahmat Allah ini, membuka harapan baru kepada kita, bahwa pada saatnya nanti, kitapun akan dibangkitkan bersama dengan Kristus dan kemudian hidup berbahagia untuk selama-lamanya bersama dengan Kristus dalam persatuan abadi bersama Allah Roh Kudus dan Allah Bapa.

Makna Kenaikan Yesus Ke Surga Bagi Kita

Berkat kenaikan Yesus ke Surga, maka:

Pertama, Kristus adalah Sang Pemimpin kita.

Ia akan membawa serta kita semua yang percaya dan bergabung dengan Dia masuk dalam kemuliaan surgawi. Kristus adalah Kepala Gereja dan kita adalah Tubuh-Nya (lih. Ef 5:23; bdk. Mik 2:13), maka kalau Kristus naik ke Surga dengan kodrat-Nya sebagai manusia dan Allah, maka kita sebagai anggota-anggota-Nya juga akan diangkat ke Surga dengan tubuh dan jiwa kita, sebagaimana yang telah Ia janjikan semasa hidup-Nya untuk menyediakan tempat bagi kita (lih. Yoh 14:2).

Kedua, Kristus menjadi Pengantara Kita pada Bapa.

Berkat kenaikan Kristus ke Surga, kita dapat sepenuhnya mempercayai Kristus. Dia tidak hanya menjanjikan tempat di Surga, tetapi telah menunjukkan kepada para murid, Dia sendiri terlebih dahulu naik ke Surga. Dengan kenaikan-Nya ke Surga, maka Dia dapat menjadi Pengantara kita kepada Allah Bapa (lih. Ibr 7:25), sehingga kita yang berdosa dapat mempunyai kepercayaan yang besar akan belas kasih Allah (lih. 1Yoh 2:1).

Ketiga, kita dipanggil untuk hidup berfokus hal-hal surgawi.

Setelah kebangkitan-Nya dan sebelum kenaikan-Nya ke Surga, para rasul bertanya, “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?” (Kis 1:6). Para rasul yang pada waktu itu masih belum mengerti secara penuh akan Kerajaan Allah, masih berharap bahwa setelah kebangkitan-Nya, Kristus akan memulihkan kejayaan Kerajaan Israel. Namun, dengan kenaikan Kristus ke Surga, maka Kristus sekali lagi menegaskan bahwa kerajaan-Nya bukan dari dunia ini namun dari Surga (lih. Yoh 18:36). Oleh karena itu, sebagai umat beriman, yang telah dibangkitkan bersama dengan Kristus – dengan Sakramen Baptis – senantiasa mencari perkara-perkara di atas, di mana Kristus ada yaitu di Surga (lih. Kol 3:1). Dengan demikian kita tidak boleh berfokus pada perkara-perkara di bumi, melainkan pada perkara-perkara yang di atas atau hal-hal surgawi (lih. Kol 3:2).



MATERI KELAS VII: KASIH YANG TIDAK MEMBEDAKAN

 

Tugas dan misi pokok Yesus adalah: mewartakan dan memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah.

Salah satu ciri khas dari Kerajaan Allah ialah bahwa dalam Kerajaan Allah berlaku “Cinta Kasih Universal” yakni:

  • Cinta Kasih kepada semua orang
  • Cinta Kasih tanpa pengkotakan
  • Cinta Kasih yang menjangkau siapa saja
  • Cinta Kasih sampai kepada musuh kita sekalipun
  • Cita Kasih yang tidak terbatas pada teman-teman dan orang-orang yang kita kenal dan kita senangi saja.

 

Semua orang berkeinginan dapat mengasihi sesama tanpa pandang bulu, tanpa membeda-bedakan dan dengan setulus-tulusnya tanpa pamrih.

Tetapi kebanyakan orang mengasihi sesama berdasarkan alasan dan motivasi tertentu misalnya karena orang tersebut:

  • Menguntungkan dan menyenangkan hidup mereka
  • Telah memberikan sesuatu kepadanya
  • Selalu menuruti dan memenuhi segala keinginannya
  • Memiliki pandangan hidup dan misi yang sama
  • Sedarah, seagama, segolongan, sepaham dan status sosial yang sama

Yesus hidup dalam masyarakat Yahudi, dimana cinta yang terkotak-kotak masih dipraktikan oleh sebagian anggota masyarakat. Cinta diukur berdasarkan hal-hal yang sifatnya dangkal misalnya:

  • Sedarah
  • Seagama
  • Segolongan
  • Sepaham
  • Berstatus sosial yang tinggi dan sama
  • Yang tidak mengkritik pandangannya dll

Maka orang-orang yang berbeda atau tidak memenuhi kriteria-kriteria tersebut akan dibenci dan disingkirkan. Cinta yang terkotak-kotak semacam itu kelihatan dalam kasus-kasus yang diceritakan Injil seperti:

  • Zakheus
  • Orang-orang sakit
  • Orang berdosa
  • Orang yang kedapatan berzinah dll

 

 

Yesus tidak mengenal cinta yang terkotak-kotak seperti diatas, Yesus amat mencintai mereka seperti:

  • Yesus makan bersama Zakheus dirumahnya sehingga akhirnya Zakheus bertobat
  • Yesus menyebuhkan orang sakit, bukan menjauhi dan mengkutuknya sebagai orang yang dikutuk Allah
  • Yesus mengampuni orang berdosa dan perempuan yang berzinah sehingga merekapun bertobat
  • Yesus menyelamatkan semua orang dengan mencintai mereka tanpa pandang bulu
  • Yesus melihat bahwa pada hakikatnya cinta itu sendiri selalu terarah pada orang lain. Jika kita mencintai orang lain, maka sesungguhnya kita berusaha agar orang yang kita cintai itu bahagia
  • Yesus sendiri, karena mencintai manusia, Ia rela mengorbankan diriNya.

 

Cinta semacam inilah yang disebut “Cinta Sejati”. Cinta Sejati mengandaikan adanya keberanian seseorang untuk berkorban, hal inilah yang telah diperlihatkan Yesus sendiri.

Cinta sejati bukanlah monopoli agama tertentu atau bangsa tertentu. Cinta Sejati dapat dimiliki oleh semua orang. Hal itu dapat dikembangkan bila orang sadar bahwa dirinya telah dicintai Allah dan Allah mencintai semua orang tanpa pandang bulu. Maka sebagai anak-anak Allah, semua orang dipanggil untuk menjadi utusan Allah menebarkan Cinta Sejati bagi semua orang.

 

 


 

MATERI KELAS VII: YESUS MEWARTAKAN SABDA BAHAGIA

 

Hidup Bahagia merupakan tujuan dan dambaan setiap orang. Tidak ada seorangpun yang tidak menginginkan hidup bahagia.

Makna dan ukuran kebahagiaan sangatlah satu denagn yang lain, perbedaan pemahaman tersebut langsung atua tidak langsung sangat berpengaruh pada sikap hidup dan tindakan seseorang contoh:

  • Orang yang mengukur kebahagiaan dari kepemilikan harta kekayaan,  biasanya orang tsb akan melakukan apa saja agar dapat memperoleh harta kekayaan itu, ia akan menggunakan sebagian besar waktu, tenaga dan pikirannya untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, bahkan bila perlu ia akan menghancurkan dan tidak peduli terhadap orang lain
  • Orang yang menganggap ukuran kebahagiaan adalah mempunyai kedudukan yang tinggi, kekuasaan dan kesenangan, biasanya orang tsb akan berusaha agar memperoleh kedudukan atau kekuasaan itu, kasang orang tersebut memperolehnya dengan cara menjilat atasan, atau menyingkirkan teman yang dianggap saingannya dll
  • Orang yang mengukur kebahagiaan adalah persaudaraan, mungkin orang tersebut tidak terlalu memikirkan materi, yang penting baginya adalah dapat saling bertemu, saling memperhatikan, merasa diterima orang lain dsb.

Dengan demikian, menjadi jelas bahwa upaya mencapai kebahagiaan hidup tidak dapat lepas dari paham setiap orang tentang makna dan ukuran kebahagiaan. 

Tema Kebahagiaan merupakan salah satu ajaran Yesus yang cukup sentral dalam Kitab Suci Perjanjian Baru dalam upayaNya membangun suatu tatanan baru hidup bersama dalam masyarakat. 

Dalam  Kotbah di Bukit, Yesus memaklumkan Sabda Bahagia (Mat 5:1-12).

Sabda Bahagia merupakan salah satu pengajaran khusus yang ditujukan kepada Para Murid Yesus pada awal karyaNya. 

Adapun maksud dan tujuan Yesus mewartakan Sabda Bahagia adalah:

  • Yesus ingin menyiapkan MuridNya untuk tugas perutusan mewartakan kabar gembira keselamatan kepada dunia sebagaimana yang dikehendaki Allah
  • Sabda Bahagia mempunyai nilai eskatologis (berkaitan dengan akhir zaman) karena nilai-nilai dalam Sabda Bahagia merupakan tuntutan atau prasyarat bagi semua orang yang ingin masuk dalan Kerajaan Surga
  • Sabda Bahagia merupakan hukum baru untuk menggantikan hukum lama. 

Menurut Kotbah dibukit, kebahagiaan mempunyai 2 aspek yaitu:

  1. Kebahagiaan beraspek Iman yaitu: manusia yang menyandarkan seluruh dirinya pada Allah, mereka itu adalah:
    • Orang yang miskin dihadapan Allah (ayat 3), artinya sikap percaya secara mutlak dan berserah kepada Allah, bukan mengandalkan kekuatan hidup atas kekayaan dan kekuasaan karena mereka tidak memiliki apa-apa lagi, karena semua miliknya telah diserahkan kepada Allah. Mereka merasa kaya karena memiliki Allah.
    • Orang yang berduka cita (ayat 4), artinya bukan orang yang menangis karena tersinggung, dimarahi, diejek, kecewa, putus asa, melainkan orang yang dalam penderitaannya tetap sabar karena  dalam duka cita, berharap Allah menghiburnya dan Allah nyata selalu melindungi dan menghibur.
    • Orang yang lemah lembut (ayat 5), artinya orang yang dengan rendah hati yang tidak mengumpat dan mengancam orang lain, tidak bereaksi keras bila dihina dan dilukai perasaannya,  tidak keras tapi tegas, bijak dalam berusaha, hidup mengalir tenang, karena Allah memberikan kelimpahan bumi ini.
    • Orang yang lapar dan haus akan kebenaran (ayat 6), artinya Orang yang lebih mengutamakan kebutuhan rohani demi terwujudnya Kerajaan Allah serta berpegang teguh pada perintah Allah, sekaligus bergantung dan meneladan Allah Maha Kasih, serta selalu rindu dirinya dibenarkan Allah. 
  1. Kebahagiaan dari aspek bersikap dan bertindak baik pada sesama manusia, mereka itu adalah:

·     Orang yang murah hati (ayat 7), artinya mau mengampuni, sebagaimana  Allah juga bermurah hati padanya dan siapapun serta senantiasa mau mengampuni

·    Orang yang suci hatinya (ayat 8), artinya orang yang dalam seluruh hidupnya mencintai dan mengabdi dan menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah tanpa syarat, dan mereka akan kagum melihat Kemuliaan Allah dan sesama

·      Orang yang membawa damai (ayat 9), artinya orang yang bekerja unt meningkatkan dan menciptakan kesatuan, kerukunan dan cinta kasih persaudaraan sejati antar manusia karena semua satu keluarga Allah, semua dicintai Allah dan semua anak-anak Allah

·    Orang yang dianiaya karena kebenaran (ayat 10), artinya Orang Kristen diajak untuk memperjuangkan kebenaran sekalipun mereka mendapat berbagai penganiayaan karena Allah akan membela dan kebenaran akan tumbuh subur serta makin banyak lahir  pejuang-pejuang kebenaran

·     Orang yang karena Aku kamu dicela dan dianiaya (ayat 11), artinya Orang Kristen diajak untuk selalu setia kepada Kristus sekalipun mereka mendapat berbagai celaan dan penganiayaan, sebagai bukti bahwa mereka mencintainya.

Yesus membicarakan Sabda Bahagia dalam kaitannya dengan surga, maka ukuran yang dipakai bukan terutama ukuran manusia, melainkan ukuran dari Allah sendiri. Seringkali ukuran bahagia dari Allah berbeda dengan ukuran yang dipakai manusia. Oleh karena itu bagi manusia sabda Bahagia seolah-olah tidak masuk akal, bahkan bertentangan dengan kebiasaan manusia umumnya.

 

 


 

 

 

 

 

Materi Agama Katolik

SANTO AMBROSIUS, USKUP DAN PUJANGGA GEREJA

Santo Ambrosius, Uskup dan Pujangga Gereja Tanggal Pesta: 7 Desember Ambrosius lahir pada tahun 334 di Trier, Jerman dari sebuah keluarga Kr...